100 Persen-kan Proyek Mangkrak Itu Pidana

0

POTENSI jeratan hukum bagi pengguna dan penyedia usaha jasa konstruksi masih terbuka, meski kini perlindungannya secara hukum melalui UU Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi itu makin menguat.

JAKSA Pengacara Negara (JPN) di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalimatnan Selatan Jurit Kartono menegaskan meski UU Jaskon yang baru melindungi para pengguna dan penyedia jasa konstruksi, namun jerat pidana masih terbuka, ketika ditemukan tindak pidana atau penyimpangan proyek yang merugikan keuangan negara. “Memang benar, kontrak yang mengikat kedua belah pihak baik perdata, namun jika ditemukan masalah dalam sebuah pekerjaan dan ternyata ada kerugian negara, tentu berpotensi pidana,” kata Jurit Kartono kepada wartawan di Banjarmasin, Senin (29/5/2017).

Ia menegaskan ranah pidana itu adalah apabila penyedia jasa atau kontraktor mengerjakan proyek tidak sesuai  spesifikasi. Kedua,  men-seratus persen-kan pembayaran pekerjaan, padahal borongannya belum selesai seratus persen. “Ini masuk keranah pidana, karena ada kerugian uang negara,” tegas Jurit.

Jaksa senior bidang perdata dan tata usaha (perdatun) Kejati Kalsel ini menegaskan dalam kasus itu pemeriksaan awal bisa dilakukan  tim teknis inspektorat, BPK, maupun BPKP, masih bersifat perdata. Tetapi, beber dia, jika ditemukan penyimpangan spesifikasi atau men-seratuspersen-kan pekerjaan yang belum rampung seratus persen, tentunya menjadi pertanyaan dan ada penyebabnya. “ Ini jelas ada unsur pidananya, sebab mengapa pejabat berani men-seratus persen-kan” katanya.

Berbeda, lanjut Jurit, jika wan prestasi terjadi saat kontraktor mengarap pekerjaan di tahap awal setelah menerima uang muka, kemudian proyek pekerjaannya tak ada kemajuan ditahap awal itu, maka kontraktor diwajibkan mengembalikan nilai uang muka yang ditelah dibayarkan, dan masuk daftar hitam (black list). “Tetapi jika wan prestasinya terjadi justru di akhir batas tahun pekerjaan dan proyeknya tidak selesai, maka bisa dilakukan adendum, atau perpanjangan waktu selama 90 hari kerja, yang disertai beban denda sebesar 9 persen dari total nilai proyek yang disepakati,” beber jaksa yang tergabung dalam Tim Pengawalan Pengamanan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah (TP4D).

Sebelumya, Ketua Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional (LPJKN) Ruslan Rivai mengakui yang menjadi sorotan dalam UU Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi, jauh berbeda dengan UU sebelumnya. Menariknya lagi, menurut Ruslan, dalam UU Jaskon yang baru ini justru leboh memberi perlindungan hukum kepada penyedia jasa, ketika telah mengikat kontrak dengan pengguna jasa khususnya pemerintah telah dijamin secara perdata.

“Makanya, ketika ada aduan atau gugatan dari masyarakat yang melaporkan proyek, apakah mengadu ke jaksa atau polisi, tidak bisa serta merta menghentikan proyek yang dianggap bermasalah. Jadi, proyek itu harus tetap diselesaikan,” katanya. Ia mengakui dengan adanya jaminan hukum ini banyak riak protes dilontarkan khususnya dari aparat penegak hukum. Mengapa? “Ya, karena selama ini banyak proyek yang awalnya bersifat perdata itu justru bisa dibawa ke ranah hukum pidana. Nah, dalam UU Jaskon ini lebih kuat memberi jaminan hukum kepada para penyedia jasa. Hal ini yang patut kita sambut hangat,” tandas Ruslan.(jejakrekam)

Penulis  : Igam

Editor    : Didi G Sanusi

Foto      : Serambi Indonesia

 

Pencarian populer:https://jejakrekam com/2017/05/29/100-persen-kan-proyek-mangkrak-itu-pidana/

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.