Kalteng Masih Terseok di IPKM, Menkes Beri Atensi Khusus

0

SUNGGUH paradoks. Meski angka kemiskinan dan pengangguran di Kalimantan Tengah, secara nasional cukup menggembirakan. Ternyata, tak diimbangi dengan Indek Pembangunan Kesehatan Manusia (IPKM), masih di bawah rata-rata nasional yakni 0,50, yang berada di urutan 24 dari 34 provinsi.

“IPKM harus mendapat perhatian di Kalteng, karena nilainya masih dibawah rata-rata nasional, yakni indikatornya kesehatan balita, agar tidak kekurangan gizi karena dampaknya sangat luas sekali terhadap SDM kita dan ketahanan bangsa,”kata Menteri Kesehatan Nila Djuwita Faried Moeloek.

Hal tersebut diungkapkan Nila Djuwita, saat menghadiri Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Provinsi Kalimantan Tengah bersama Menteri Pembangunan Perencanaan Nasional (PPN) yang juga merupakan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang PS Brodjonegoro, di Palangkaraya, Jumat (7/4/2017).

Menurut Menkes, selain IPKM, faktor lain yang harus diperhatikan juga masalah lingkungan seperti ketersediaan air bersih, jamban keluarga, ventilasi dalam rumah, yang juga menentukan tingkat kesehatan seseorang. Dari data sanitasi masyarakat terpadu berbasis publik, baru mencapai 57,34 persen. Jadi masih ada 665 desa yang akses sanitasi kurang.

“Saya kira ini tantangan yang berat yang harus diwujudkan dalam tiga tahun kedepan, karena harus mencapai 100 persen, seperti yang dituangkan dalam RPJMN,” ujar Nila Djuwita.

Apabila dilihat dari letak geografis, diakui Nila Djuwita, Kalteng memang memiliki posisi strategis karena berada di tengah-tengah Pulau Kalimantan, sehingga berpotensi ekonomi yang besar, yang strategis dan sangat layak sebagai layanan penyangga kesehatan untuk mempercepat dan memperluas jangkauan pelayanan kesehatan.

Dijelaskannya, Program Indonesia Sehat dengan tiga pilar utama yakni menerapkan paradigma sehat, meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan serta melaksanakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) bagi seluruh penduduk pada akhir 2019.

Dalam melaksanakan tiga pilar tersebut, khusus untuk Provinsi Kalimantan Tengah, Kementerian Kesehatan masih melihat ada beberapa hal yang menjadi tantangan. Termasuk kesehatan reproduksi, pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan, ditambah gizi buruk dan kurangnya gizi yang mencapai 23,5 persen. Dengan jumlah anak stanting mencapai 41,32 persen, sedangkan WHO mengharapkan dibawah 20 persen.

“Kondisi itu tentu saja mengindikasikan masalah gizi masyarakat masih perlu diperhatikan. Jika dirunut ke belakang,
hal ini terjadi karena kurangnya pengetahuan, sikap dan kondisi sosial ekonomi dan sosial budaya yang ada,” ucapnya.

Pemerintah pusat pada 2017 telah mengalokasikan Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik sebesar Rp 376, 582 miliar, terdiri untuk bidang kesehatan rujukan Rp 256,302 miliar, yang dipergunakan untuk pengembangan RSUD Doris Sylvanus sebagai rumah sakit rujukan provinsi, serta 4 unit RS rujukan regional dan rumah sakit umum lainnya.

Untuk bidang pelayanan kesehatan dasar sebesar Rp 84,34 miliar bagi pembangunan 27 puskesmas baru, 9 puskesmas di perbatasan serta pengadaan kendaraan kesehatan, 454 paket peralatan kesehatan dan penunjang kesehatan, serta farmasi Rp 39,849 miliar untuk pembelian obat dan sarana pendukung.

DAK non fisik sebesar Rp 139, 791 miliar, untuk bantuan operasional puskesmas di seluruh Kalteng sebesar Rp 102,252 miliar, 450 juta bantuan akreditasi RS Siloam, Rp 10,453 miliar untuk akreditasi 54 puskesmas dan Rp 26 miliar jaminan persalinan.

Di samping itu, pemerintah menganggarkan dana dekonsentrasi sebesar Rp 34,714 miliar yang dipergunakan untuk mendukung pelaksanaan pelayanan kesehatan sebesar Rp 231,36 miliar, pembinaan kesehatan masyarakat, pencegahan pengendalian penyakit dan.dukungan  kefarmasian, penguatan SDM kesehatan serta dukungan dan manajemen Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Rp 1,819 miliar.(jejakrekam)

Penulis   :  Tiva Rianthy

Editor     :  Didi G Sanusi

Foto        :  Tabloid Pendidikan

 

 

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.