Riset di Kampung Tua Sungai Jingah, Novyandi Saputra Angkat Karya Visual Batang Banyu di Taman Ismail Marzuki

0

SENIMAN yang juga akademisi sendratasik FKIP Universitas Lambung Mangkurat, Novyandi Saputra ikut menyuguhkan karya visual Batang Banyu dalam Pameran Modus Air di Gedung Ali Sadikin, Taman Ismail Marzuki, Jakarta pada 20-29 Oktober 2023.

DIRANGKAI dalam Pekan Kebudayaan Nasional 2023, di bawah gagasan kuratorial “Jejaring, Rimpang” yang diangkat oleh Enin Supriyanto, Grace Samboh, dan Lilin Rosa Santi, tema Modus Air mengembangkan cakupan geografis yang dilingkupinya.

Adalah Kota Samarinda dan Banjarmasin di Kalimantan pun masuk dalam dua lokus residensi dan riset artistik. Residensi ini akan melibatkan dua seniman dari luar lokus dan dua seniman  yang berbasis di Kalimantan.

Pendekatan ini diterapkan untuk menginvestigasi bagaimana riset artistik dengan fokus topik yang terkerucut bisa digeber dengan mempertemukan dua seniman di satu lokus yang sama.

Mewakili Kota Banjarmasin, Novyandi Saputra yang merupakan seniman asal Banjarbaru terpilih sebagai salah satu seniman yang residensi bersama Marten Bayuaji dari Yogyakarta.

BACA : Pemkot Banjarmasin Segera Patenkan Kampung Ketupat Sungai Baru dan Kampung Sasirangan Sungai Jingah

“Lokus riset dan lokasi pembuatan karya berada di Sungai Martapura di Kampung Tuha (Tua) Sungai Jingah Banjarmasin,” ucap Novyandi Saputra kepada jejakrekam.com, Senin (23/10/2023).

Novy-sapaan akrab dosen muda ini menerangkan hasil residensi yang diproduksi oleh keempat seniman akan dipresentasikan bersamaan dengan 8 karya seniman lainnya. Sebab, sebelumnya pernah mengeksplorasi isu air pada konteks wilayahnya masing-masing.

“Selama masa residensi  dan pameran, Modus Air juga merencanakan sejumlah kegiatan yang mengundang keterlibatan audiens umum dan publik luas, di antaranya; lokakarya di sekolah, sesi wicara, pemutaran film, serta tur pameran,” kata seniman dari NSA Project Movement Banjarbaru ini.

BACA JUGA : Napak Tilas Syekh Jamaluddin Al Banjari, Datu Surgi Mufti di Kampung Qadi Sungai Jingah

Karya Novyandi Saputra ikut dipamerkan di Selasar Ali Sadikin, Taman Ismail Marzuki, Jakarta pada 20-29 Oktober 2023. Menurut Novy, dari pembacaan ruang dan arsip yang ditemukan didapat gambaran jelas tentang sungai yang membayang di belakang seperti kelir dalam pertunjukan wayang yang digerakkan sesuai dengan keinginan dalang.

“Sungai melatar cerita-cerita yang panjang, membisik pada banyak antasan dan kanal-kanal. Pada hal lain, tergambarnya media wayang sebagai media visual adalah sebuah imaji kreator (dalang) dalam menafsirkan temuan-temuan artistik yang ada dan larut di dalam arus Sungai Martapura,”  kata owner Rumah Oettara Banjarbaru ini.

Dengan karya berjudul Batang Banyu; Matan di Hulu Larut ka Hilir, Novyandi ingin memberi pesan dan simpulan fakta sungai hanya larut dan tak pernah kembali.

BACA JUGA : Punya Nilai Historis, Turbah Sungai Jingah Diusulkan Jadi Objek Cagar Budaya

“Saya mengangkat isu sungai sebagai sebuah objek artistik. Sebab, sungai di Banjarmasin itu hanya dilihat dari tiga perspektif; imajinasi, teror dan romantisme. Ketiganya jadi hal yang tergambar jelas saat topik sungai aku bicarakan dengan banyak orang,” kata magister seni lulusan ISI Surakarta ini.

Menurut Novyandi, pada kenyataan justru sungai hanya sekadar objek bicara dan laku hidup terhadap sungai juga sudah berubah. Rumah-rumah tetap saja menghadap belakang.

“Melihat sungai adalah melihat perjalanan dari ujung ke ujung yang tak terhubung. Beranjak di hulu mengarus ke hilir. Begitulah gambaran yang terpampang nyata,” papar Novyandi.

BACA JUGA : Tanpa Perlindungan Hukum, Rumah Berarsitektur Banjar di Sungai Jingah Bisa Punah

Bagi dia, sungai adalah simbol akan perubahan yang nyata. Perubahan yang tak bisa ditawar, datang dengan perlahan mendayu, atau dengan deras menghantam. Bercabang dari bentangan Sungai Martapura, sejumlah anak sungai dan kanal masuk hingga ke bagian terkecil dari Kota Banjarmasin.

“Sungai menjadi sarana hidup sepanjang hayat, hingga jalan dan perkerasannya hadir di era kolonial. Proses karya ini dimulai dari program residensi selama dua bulan di Banjarmasin dengan mitra lokal Borneo Urban Lab Banjarmasin, tepatnya di sekitar lingkungan Sungai Jingah,” ungkap Novyandi.

Potret perahu kertas dalam karya visual Batang Banyu dan Novyandi Saputra. (Foto Istimewa untuk JR)

————

Dia mengungkapkan selama dua bulan melakoni riset artistik dalam bentuk arsip, karya seni, dan segala hal yang berkaitan dengan sungai dikumpulkan dan diekstraksi untuk menjadi ide dan gagasan karya visual Batang Banyu.

BACA JUGA : Menilik Rumah Bangun Gudang, Sisa Kejayaan Saudagar Sungai Jingah (4-Habis)

“Saya juga melaksanakan FGD dengan beberapa tokoh dan akademisi untuk meruncing ide gagasan saya terhadap sungai. Capaian dalam program ini sebenarnya adalah bagaimana kemudian sungai yang awalnya hanya sebagai objek alam, objek arsip atau objek data, bisa dibunyikan dan digerakkan dengan cara baru. Salah satunya kesenian (karya seni), sebab sungai akan hadir dalam banyak peristiwa-peristiwa yang baru baginya,” papar peneliti gamelan Banjar ini.

Namun tentu saja bahwa karena ini bagian dari program Kuratorial Jejaring Rimpang dalam Pekan Kebudayaan Nasional 2023 maka salah satunya hasilnya adalah bisa dipamerkan dalam pameran Modus/air di TIM. Hal paling penting, menurut Novyandi adalah membenahi pola pikir dan sudut pandang masyarakat terhadap sungai.

BACA JUGA : Sungai Jingah; Potret Kampung Tua Banjarmasin dengan Ratusan Rumah Berarsitektur Banjar

“Seperti ide karya saya tentang imajinasi, teror dan romantisme bahwa masyarakat terlalu diberi sudut pandang yang jauh dengan mereka terhadap sungai. Terlalu teoritis. Padahal pendekatan kesenian juga bisa dijadikan hal yang paling masuk akal dalam mengangkat isu sungai. Bagi saya, kesenian akan memberi masyarakat pengalaman praktikal dan pengetahuan sekaligus bagaimana hidup berdampingan dengan objek sungai tersebut,” imbuhnya. (jejakrekam)

Penulis Iman Satria
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.