Tanpa Perlindungan Hukum, Rumah Berarsitektur Banjar di Sungai Jingah Bisa Punah

0

PENELITI sejarah UIN Antasari Banjarmasin, Humaidi Ibnu Sami menilai Kampung Tua Sungai Jingah sangat layak untuk ditahbiskan sebagai kota tua di Banjarmasin. Sayangnya, kampung ‘bahari’ ini justru terkesan dibiarkan tanpa ada regulasi atau aturan yang mengikatnya.

HAL ini berdasar pada kajian historis, ketika Kampung Sungai Jingah yang berasal dari sungai kecil atau handil yang dibuat bernama sama, karena alur Sungai Jingah mengalir dan menuju Sungai Andai dan bermuara di Sungai Pangeran (Kuin).

“Jadi, penamaan Sungai Jingah kemungkinan besar karena di sepanjang tepian sungai kecil itu banyak tumbuh pohoh Jingah. Ya, semacam vegetasi, tanaman khas rawa yang banyak ditemukan di Banjarmasin,” ucap Humaidy kepada jejakrekam.com, Jumat (13/11/2020).

Nah, menurut dia, Kampung Sungai Jingah secara administrasi sudah tertulis dalam register Pemerintah Hindia Belanda tentang kampung-kampung yang terletak di sepanjang Sungai Martapura ke Sungai Barito. Khususnya di wilayah Bandjermasin dan Ommelanden.

BACA : Sungai Jingah, Kampungnya Saudagar Banjar (1)

Pria yang menempuh pendidikan di IAIN (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta ini mengungkapkan pendataan ini dilakukan G. Stemler pada akhir Desember 1886. Hingga, dibukukan dalam titel Jaarboek van het mijnwezen in Nederlandsch Oost-Indie, volume 22, tahun 1893. Nama Kampung Sungai Jingah ditulis dengan Soengei Djingga.

Humaidy juga merujuk pada laporan South Coast Of Kalimantan From Tanjung Puting To Selat Laut, Sailing Directions for Celebes, Southeast Borneo, Java (except from Java Head to Batavia), and Islands East of Java yang dirilis Hydrographic Office, 1935 juga membeber informasi tentang Sungai Jingah.

Nah, kata dosen Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Antasari mengungkapkan bahwa pada laporan yang diterbitkan tahun 1935 ditulis telah dibangun suar (lampu petunjuk) untuk kapal kapal yang berlayar di Sungai Martapura.

“Satu diantara lokasi pembangunan suar tersebut adalah di pintu masuk Sungai Djinga,” katanya.

BACA JUGA : Menilik Rumah Bangun Gudang, Sisa Kejayaan Saudagar Sungai Jingah (4-Habis)

Humaidy mengatakan secara geografis, Kampung Sungai Jingah terletak pada irisan dua kelurahan, yaitu Kelurahan Surgi Mufti dan Kelurahan Sungai Jingah, Kecamatan Banjarmasin Utara. Bahkan, kampung yang berdiri deretan rumah asli Banjar ini menyisir jalan Sungai Jingah sepanjang 2 kilometer dan bersisian dengan Sungai Martapura.

“Makanya, Kampung Sungai Jingah diperkirakan mulai dibangun pada pertengahan abad 19. Hal ini berdasarkan pondasi dan bahan bangunan rumah Banjar yang terdiri dari kayu ulin,” paparnya.

BACA JUGA : Bergaya Masjid Nabawi, Masjid Terapung Bani Arsyadi Didirikan di Sungai Jingah

Selain itu, masih menurut Humaidy, pada Kampung Sungi Jingah juga terdapat makam Syekh Jamaluddin, cicit (buyut) Datu Kalampayan (Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari) dari pasangan Hj Zalekha binti Pangeran Ahmad bin Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari dan H Abdul Hamid Kusasi bin Syarifah binti Umpil bin Mu’min (seorang menteri di zaman Kesultanan Banjar) yang wafat pada 8 Muharam 1348 atau 16 Juni 1929 M dan dimakamkan di depan rumahnya pada hari Ahad 9 Muharam 1348 H jam 2 siang.

“Sampai sekarang dengan nama Kubah Sungai Jingah atau Makam Datu Surgi Mufti Jamaludin.

Di kawasan ini dahulunya memiliki beberapa saudagar kaya, di antaranya adalah H Muhammad Toyib Nafis. Rumah beliau di Sungai Jingah berada dekat Kubah Surgi Mufti, tepatnya di arah sisi barat kubah tersebut,” katanya.

Namun sayangnya, Humaidy menyebut salah satu rumah beliau berarsitektur Eropa sudah dirobohkan oleh ahli warisnya. Bahkan, dalam riwayatnya, Muhammad Said Nafis mempunyai armada kapal dan beraktivitas melakukan perdagangan antar pulau. Komoditas utama yang diperdagangkan adalah tembakau (timbako).

“Muhammad Said Nafis juga mempunyai rumah di Ampenan Pulau Lombok, dan dikenal sebagai saudagar yang paling kaya di sana. Kemudian, ada pula H Abdul Gani, pedagang antar pulau komoditas bawang dan tembakau yang mempunyai rumah Anno, bangunan rumah Banjar berpadu dengan gaya arsitektur Eropa,” katanya.

BACA JUGA : Didanai Rp 1,3 Miliar, 7 RT Kampung Melayu Disulap Jadi Kampung Biru

Berikutnya, Humaidy menyebut sosok H.Jailani seorang juragan Jukung Tambangan, salah satu transfortasi sungai khas Banjar. “Dia berniaga hampir ke seluruh daerah di Indonesia. Bahkan, memiliki rumah adat Banjar jenis Bubungan Tinggi, yang sekarang menjadi Museum Wasaka,” papar Humaidy.

Ada lagi, beber dia, tokoh bernama H. Koetoei, pembuat kapal yang mempunyai galangan kapal dan H Kusin yang memproduksi minyak lalaan dengan perkebunan kelapanya yang sangat luas.

“Selebihnya adalah rumah-rumah para kadi dan rakyat biasa. Namun arsitektur rumah Banjar yang dominan adalah rumah Banjar Baanjung Dua. Terdapat juga rumah Banjar bubungan tinggi, dan beerapa lagi jenis rumah Banjar lainnya. Ada sekitar 100 lebih rumah Banjar sepanjang kampung tersebut. Kondisinya sebagian besar masih asli. Ada beberapa yang hancur dan tak dihuni,” imbuhnya.

Diakui Humaidy, kecuai Makam Surgi Mufti yang sudah menjadi cagar budaya sejak tahun 2011, justru keberadaan rumah-rumah Banjar di Kampung Sungai Jingah ini tampaknya belum dikelola dengan serius Pemkot Banjarmasin sebagai pemilik wilayah, termasuk Pemprov Kalsel.

BACA JUGA : Banyak Bangun Taman, Ternyata Ruang Terbuka Hijau Banjarmasin Baru 3 Persen

“Jelas, salah satu indikasinya sampai saat ini belum adanya Peraturan Walikota (Perwali) Banjarmasin yang mengatur dan mengawal eksistensi kampung ini. Padahal deretan rumah Banjar yang masih asli dan wajah sungai di depannya bisa menjadi objek wisata yang paling bernilai dan menarik,” paparnya.

Kata Humaidy, jika belum ada kepastian hukum yang memayungi kampung ini maka dikhawatirkan kondisi rumah rumah itu lama kelamaan akan hancur. Ini diakibatkan ketidakmampuan pemiliknya memelihara.

BACA JUGA : Jejak Kampung Amerong, Perkampungan Elit Eropa di Banjarmasin

Bahkan, menurut dia, bisa lebih fatal lagi akan ada pengalihan kepemilikan lahan dan rumah yang berujung kepada dihancurkannya rumah itu oleh pemilik baru dan diganti dengan bangunan baru.

“Padahal kampung Sungai Jingah ini bisa dikatakan sebagai refresentasi kampung tua yang benar-benar masih bernuansa masa lampau yang asli dan asri bila dibandingkan dengan kampung tua lainnya di Banjarmasin sebagaimana kampung Menteng di Jakarta,” tandas Humaidy.(jejakrekam)

Penulis M Syaiful Riki
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.