Menguji Keputusan Tambang Meratus, Majelis Hakim PTUN Dinilai Keliru

0

USAI gugatan SK Izin Operasi Produksi PT Mantimin Coal Mining (MCM) boleh dikata kandas atau niet ontvankelijke verklaard (NO) dalam meja persidangan PTUN Jakarta, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalsel lantas menggandeng tiga intelektual Banua untuk menggelar eksaminasi (pengujian) putusan majelis hakim yang berlangsung di Montana Hotel Syariah Banjarbaru, Selasa (11/12/2018).

LANGKAH eksaminasi dilakukan sebagai menyamakan persepsi merespons keputusan hakim yang menolak gugatan Walhi yang ingin mencabut SK Izin Operasi Produksi PT Mantimin Coal Mining (MCM) di Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST), Balangan, dan Tabalong. SK dikeluarkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya (ESDM) tanggal 4 Desember 2017 silam.

Dalam agenda eksaminasi tiga cendekiawan datang dari kampus berbeda-beda. Prof Hadin Muhjad dari Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat, Dr Masdari Tasmin dari Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Sultan Adam, serta Dr Nurul Listyani dari Universitas Islam Kalimantan (UNISKA) Muhammad Arsyad Al Banjary.

BACA:  Gugatan Walhi Gugur, Pegunungan Meratus Terancam

Ketika membedah keputusan TUN, para pembicara menilai hasil yang dikeluarkan memang patut untuk dipertanyakan. Bukan tanpa alasan, Majelis Hakim PTUN Jakarta baru menyatakan gugatan tak sesuai ranah PTUN usai persidangan menempuh waktu selama delapan bulan.

“Memang (menyatakan tak sesuai ranah TUN) itu kewenangan dia, hak-hak dia. Tapi mestinya, sebelum persidangan dimulai para hakim bisa menilai objek TUN atau bukan. Tapi belakangan, kok tiba-tiba berubah?” ujar Masdari Tasmin bertanya-tanya.

Masdari juga menilai keputusan Majelis Hakim PTUN Jakarta memang telah keliru karena gugatan ini memang sedari awal erat berkaitan dengan potensi maladministrasi, bukan ranah perdata.

Solusi konkret, pengacara kondang ini menilai upaya Walhi untuk mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) sudah tepat. Sebagai langkah lainnya, dia juga menyarankan proses class action dan melayangkan laporan perilaku hakim ke Komisi Yudisial (KY) bisa menjadi alternatif.

“Komisi Yudisial berhak memanggil para hakim yang sudah mengeluarkan putusan. Kalau saja ada suap atau semacamnya. Serta bisa ditindaklanjuti menuju Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),” tandasnya.

BACA JUGA: Pihak Tergugat Absen, Hakim PTUN Jakarta Kecewa, Walhi : Alasan Tak Aman, Sama Menghina…

Sementara, Direktur Eksekutif Walhi Kalsel, Kisworo Dwi Cahyono menyebut eksaminasi merupakan langkah tepat agar masyarakat melek hukum. Dia mengajak bahwa selain mendukung gerakan #SaveMeratus secara moral, pengetahuan hukum mengenai

“Saat ini perjuangan yang kita lakukan masih tahap awal. Dengan menempuh langkah hukum, usai putusan PTUN kemarin kita lakukan banding. Setelah itu bisa kasasi, hingga melakukan peninjauan kembali (PK),” kata Kisworo.

Dia juga menyebut penyelamatan Meratus dari eksploitasi ini bukan hanya Walhi dan masyarakat HST saja. “Meratus ini untuk semua orang. Karena menyelamatkan Meratus, menyelamatkan kehidupan,” tandasnya. (jejakrekam)

Penulis Donny Muslim
Editor Fahriza

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.