Beri Izin Tambang MCM, Walhi Gugat Menteri ESDM

0

TIM Advokasi Pengabdi Lingkungan Hidup kembali menggugat surat keputusan (SK) Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) di PTUN Jakarta. Usai mendaftarkan gugatan terahdap SK ESDM bernomor 422.K/30/DJB/2017 tentang Persetujuan Peningkatan Tahap Operasi Produksi Kontrak Karya PT Citra Palu Mineral (PT CPM) anak perusahaan dari Bumi Resources, giliran izin rencana tambang di Pegunungan Meratus, Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST) jadi objek gugatan.

WAHANA Lingkungan Hidup Indonesia (Walh) bersama kuasa hukumnya tergabung dalam Tim Advokasi Pengabdi Lingkungan Hidup kembali menggugat SK Menteri ESDM bernomor 441.K/30/DJB/2017  tentang Penyesuaian Tahap Kegiatan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara PT Mantimin Coal Mining (MCM) menjadi Tahap Kegiatan Operasi Produksi,  pada 4 Desember  2017 ke PTUN Jakarta, Rabu (28/2/2018).

Izin yang diterbitkan Menteri ESDM melalui Dirjen Minerba bagi PT MCM itu berada di lahan seluas 5.900 hektare meliputi Kabupaten Tabalong, Balangan dan Hulu Sungai Tengah (HST), Provinsi Kalsel. Wilayah tersebut menjadi bagian dari Pegunungan Meratus yang merupakan bagian penting dari ekosistem yang menyangga Pulau Kalimantan. Luasan yang izin tambang itu  berupa kawasan hutan sekunder seluas 1.398,78 hektare, permukiman 51,60 hektare, sawah 147,40 hektare, serta sungai 63,12 hektare.

Dalam pertimbangan Walhi Kalsel, dikeluarkan izin tambang itu tidak melibatkan sama sekali masyarakat di daerah yang akan terdampak oleh operasi penambangan batubara.

“Kabupaten Hulu Sungai Tengah  merupakan daerah tangkapan air dan sumber air baku PDAM dan masyarakat. Pembukaan Pengunungan Meratus berarti akan menganggu tangkapan air dan sumber air yang merupakan sandaran kehidupan masyarakat tiga kabupaten,” ucap Direktur Eksekutif Walhi Kalsel, Kisworo Dwi Cahyono kepada jejakrekam.com, Kamis (1/3/2018).

Menurut Kisworo, izin tersebut juga berpotensi berdampak pada kerusakan lingkungan  dan ancaman banjir yang akan menghadang di tiga kabupaten yaitu di Kabupaten HST, Tabalong dan Balangan.

“Jika pertambangan batubara ini diizinkan, maka akan mengancam kelestarian lingkungan, ruang hidup, dan sumber kehidupan masyarakat. Bahkan, menyebabkan bencana ekologis, merusak tatanan sosial masyarakat, menyebabkan konflik sosial dan konflik agraria, dan mengabaikan kehidupan lintas generasi,” tegas Kisworo.

Sementara itu, Ketua Gerakan Penyelamat Bumi Murakata (Gembuk) HST Romili mengatakan masyarakat  bupati, DPRD, organisasi kemasyarakatan dan tokoh masyarakat sudah jelas menolak adanya izin tambang dan sawit di HST. “Tandatangan petisi penolakan izin tambang dan sawit sudah lebih 20 ribu orang telah membubuhkan tandatangan. Bahkan, akan terus bertambah,” ucap Romli.

Ia menegaskan diterbitkannya izin tambang jelas menunjukkan pemerintah pusat masih memberikan ruang eksploitasi bahan mentah dan sumber daya tidak terbarukan untuk kebutuhan jangka pendek. “Pengalaman pahit minyak bumi tidak menjadi pelajaran oleh pemerintah, ekspor dan penambangan minyak bumi dan besar-besaran di masa lampau tidak memikirkan kebutuhan jangka panjang membuat hari ini Indonesia mengimpor minyak bumi,” ucap Romli.

Bagi dia, pengalaman pahit ini sepatutnya membuat pemerintah membatasi eksploitasi batubara, dengan membatalkan izin dan tidak mengeluarkan izin baru operasi produksi. “Itu merupakan satu jalan agar pengalaman pahit minyak bumi tidak terjadi di batubara,” pungkas Romli.

Senada itu, Kepala Departemen Kampanye dan Perluasan Jaringan Walhi, Khalisah Khalid menekankan upaya hukum yang dilakukan dengan menggugat kebijakan Menteri ESDM ke PTUN Jakarta, sebagai bagian dari upaya memaksa negara mengedepankan keselamatan rakyat dan lingkungan hidup.

“Caranya, ya dengan menghentikan seluruh perizinan yang memiliki risiko tinggi seperti industri ekstraktif tambang batubara. Upaya hukum ini juga sebagai upaya memutus rantai kejahatan korporasi,” tuturnya.

Menurut Khalisah Khalid, selama ini terus menerus difasilitasi oleh negara melalui berbagai kebijakan dan regulasi, tanpa menghitung biaya lingkungan yang harus ditanggung oleh rakyat,” tandasnya.(jejakrekam)

Penulis : Ahmad Husaini

Editor   : Didi GS

Foto      : Walhi Kalsel

 

 

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.