Lima Jurnalis Diintimidasi Aparat saat Demo Omnibus Law, AJI Balikpapan Ambil Sikap

0

ALIANSI Jurnalis Independen (AJI) Kota Balikpapan menyoroti aksi kekerasan dan intimidasi terhadap sejumlah wartawan oleh aparat kepolisian di Polresta Samarinda, Kamis (8/10) malam.

KETIKA itu, sejumlah wartawan ingin meliput penahanan 12 peserta demonstrasi Tolak Omnibus Law yang dilaksanakan Aliansi Kaltim Menggugat.

AJI Balikpapan yang membawahi biro Samarinda dan Banjarmasin, Kalimantan Selatan, menganggap intimidasi dalam bentuk apapun dan tindakan menghalang-halangi proses peliputan itu melanggar UU Pers No 40 Tahun 1999.

Dari data yang dihimpun, sebanyak lima jurnalis lokal mengalami kekerasan fisik saat menjalankan tugas jurnalistik di Samarinda. Mereka adalah Samuel Gading (Lensa Borneo/dijambak), Mangir (Disway Nomersatu Kaltim/diinjak kakinya), Kiky (Kompas Tv/dipukul bagian dada), Yuda Almeiro (IDN Time/Intimidasi), dan Faishal Alwan Yasir (Koran Kaltim/Ditahan di Polres).

BACA JUGA: AJI Serukan Jurnalis dan Media Tingkatkan Kepedulian Soal Keselamatan

Atas dasar itu, AJI Balikpapan mendesak Kepolisian Daerah Kalimantan Timur untuk memberikan penjelasan dan mengevaluasi personel yang terlibat dalam aksi kekerasan tersebut. Jika terbukti, kami mendesak agar aparat kepolisian melayangkan permintaan maaf dan menanggung semua kerugian materil dan fisik para korban.

Lebih jauh, AJI Balikpapan akan mengadvokasi para jurnalis yang menjadi korban kekerasan, termasuk dalam hal pelaporan polisi. Sepanjang April 2019-Mei 2020, AJI mencatat ada 31 kasus kekerasan terhadap jurnalis yang dilakukan oleh anggota Polri.

Dua momen kekerasan terjadi ketika jurnalis meliput demonstrasi besar di bulan Mei dan September tahun lalu. Ditarik lebih jauh, medio 2006-September 2020, AJI mencatat ada 785 jurnalis jadi korban kekerasan.

Kekerasan fisik nangkring di nomor satu kategori jenis kekerasan (239 perkara); disusul pengusiran/pelarangan liputan (91); dan ancaman teror (77). Dalam ranah pelaku, 65 orang merupakan anggota polisi, 60 massa, dan 36 orang tidak dikenal.

BACA JUGA: AJI Jakarta Kecam Doxing Terhadap Jurnalis Liputan6.com

AJI juga meminta kepolisian menghormati Nota Kesepahaman Dewan Pers-Polri terdaftar dengan Nomor: 2/DP/MoU/II/2017 dan Nomor: B/15/II/2017 tentang Koordinasi dalam Perlindungan Kemerdekaan Pers dan Penegakan Hukum Terkait Penyalahgunaan Profesi Wartawan.

Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, disebutkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan kemerdekaan pers, akan dipidana paling lama dua tahun penjara atau denda paling banyak Rp 500 juta rupiah. “Setiap orang” dalam pasal itu termasuk polisi.

Atas dasar itu, AJI Balikpapan meminta agar:

  1. Aparat kepolisian menghentikan tindakan intimidatif terhadap jurnalis dalam melaksanakan proses peliputan. Baik itu mengancam, merusak fasilitas jurnalis hingga melakukan tindakan kekerasan.

2. Menghargai jurnalis sebagai seorang profesi yang dilindungi oleh Undang-Undang. Sama halnya dengan Polri, kendati memiliki fungsi dan tanggungjawab yang bebeda.

3. Kepolisian Daerah Kalimantan Timur untuk menindak pelaku kekerasan terhadap jurnalis di lapangan. Karena itu bagian dari pembungkaman terhadap sistem demokrasi. Dan juga merusak citra Polri.

4. Menyampaikan permohonan maaf dan menanggung semua beban kerugian jurnalis yang diintimidasi, baik moril maupun materil.

KRONOLOGI KEJADIAN (8 Oktober 2020) 

Sekitar pukul 22.00, dua orang wartawan Samuel Gading (wartawan Lensa Borneo.id) dan Yuda Almerio (wartawan IDN Times.com) berangkat meliput isu adanya penahanan 12 peserta aksi Tolak Omnibus Law yang dilaksanakan Aliansi Kaltim Menggugat. 

Tiba di lokasi, yakni di Kantor Polresta Samarinda. Keduanya bertemu dengan Faishal Alwan Yasir (Koran Kaltim) dan Kiky (Kaltim Tv), yang terlebih dahulu sudah berada di tempat itu. Tujuannya sama. Meliput penangkapan 12 peserta aksi.

Beberapa saat kemudian, sekitar pukul 22.11 Wita, tiba-tiba terjadi keributan di depan kantor Polresta Samarinda. Massa aksi dari Aliansi Kaltim Menggugat yang meminta ke-12 temannya dibebaskan, adu mulut dengan beberapa oknum kepolisian yang baru datang. Beberapa jurnalis kemudian spontan merekam kejadian tersebut.

Satu oknum polisi tersulut emosinya hingga mengejar seorang massa aksi dan terjadilah pemukulan. 

Melihat peristiwa tersebut, jurnalis yang berada di dalam ikut keluar menyaksikan keributan itu. Termasuk Yuda, Samuel dan Faishal. Sebegai seorang jurnalis, mereka pun mengambil gambar dari peristiwa itu.

Tiba-tiba saja, Samuel dijambak oleh salah satu oknum polisi yang berpakain bebas dan menggunakan masker menutupi wajah pelaku. Samuel kemudian berteriak dan mengatakan bahwa dirinya jurnalis seraya menunjukkan ID Card. Oknum tersebut kemudian melepas jambakan dan pergi ke dalam kerumunan.

Mangir (Disway Nomorsatu Kaltim)– ketika merekam video keributan itu, diteriaki beberapa oknum polisi. Seorang oknum berbadan besar mengenakan jaket putih-hitam, menggunakan masker, berjalan mendekati Mangir sambil membungkuk. Setelah itu membelakangi dan menginjak kaki kanan Mangir.

Mangir spontan mendorong dan mengatakan bahwa dirinya wartawan sambil menunjukkan id card. Namun, oknum tersebut tak menggubris dengan posisi membelakangi sambil tetap menginjak kaki Mangir.

Oknum tersebut meminta untuk berhenti merekam. Yuda, wartawan IDN Times menahan oknum tersebut untuk memberhentikan tindakannya. Dan satu orang wartawan Riski dari Kaltim Tv membantu meleraikan kejadian itu.

Melihat aksi itu, Samuel juga ikut menyampaikan bahwa Mangir juga seorang jurnalis. Oknum polisi tersebut balik berteriak; “Memangnya kenapa kalau kau wartawan ?!!”. 

Situasi semakin panas ketika oknum polisi tersebut menuduh teman-teman jurnalis membuat “framing” atau memberitakan secara tidak berimbang situasi yang terjadi di tempat tersebut. 

Kemudian seorang oknum aparat menunjuk-nunjuk ke arah Yuda dan mempertanyakan urusan peliputan. Telunjuk oknum tersebut berkali-kali menyentuh dada Yuda. Ketika itu Yuda dan teman-temannya diintimidasi untuk memberitakan hal-hal yang baik saja.

Faishal juga mendapat perlakuan tidak mengenakan. Ia didatangi oknum yang mempertanyakan identitasnya.Yang mencederai profesinya sebagai jurnalis. “Saya pers,” kata Faishal, sambil menunjukkan identitas jurnalisnya.

Seteleh peristiwa itu, Kanit Jatanras meminta para jurnalis itu untuk bertemu sebelum pulang. Namun Yuda, Samuel, Apriskian dan Mangir memilih pulang. Sementara Faishal tertinggal dan ditahan oleh seorang oknum. Ketika ia akan mengambil sepeda motornya.

Oknum itu meminta agar Faishal memanggil kembali teman-teman wartawan untuk bertemu Kanit Jatanras. Faishal pun menghubungi rekan-rekan jurnalis lainnya. Ia menunggu di halaman samping ruang INAFIS, dan ditemani oknum tersebut.

Faishal yang berada di Polresta Samarinda itu menghubungi rekan-rekannya untuk kembali ke Polresta dan bertemu di kantor Jatanras.

Karena tidak ada yang datang akhirnya, Faishal pun pamit pulang. (jejakrekam)

Penulis Rilis
Editor Donny

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.