Demokrasi Dalam Angka Dan Realita, Menelusuri Pendidikan Dan Kader Politik Yang Rendah

0

AMBIN Demokrasi menggelar dialog yang menghadirkan beberapa narasumber, di Rumah Alam Sungai Andai, Jumat (26/5/2023).

MEMIMPIN alur diskusi, Akademisi Fisip ULM Banjarmasin yakni Fathurrahman Kurnain mengawali dengan dinamika perkembangan demokrasi di Asia Tenggara, yang sedang mengalami problem serius.

“Sebut saja misalnya di Thailand, Filipina, Singapura, Malaysia, dan negara-negara lain di sekitar kita, semuanya mengalami persoalan terkait demokrasi. Justru Indonesia, dianggap harapan satu-satunya, dan mungkin harapan terakhir berkembangnya demokrasi,” ujarnya.

Fathurrahman Kurnain menyebut, banyak ahli yang mengatakan bahwa, yang mematikan demokrasi adalah warga sipil yang terpilih melalui pemilu. Setelah terpilih, malah melemahkan pemilu, dan pada akhirnya melemahkan demokrasi itu sendiri. “Karena itu, penting menjadi perhatian bagi kelompok seperti Ambin Demokrasi ini, sebab sangat terkait dengan masyarakat sipil,” ucapnya.

BACA: Perang Narasi Dan Mimpi Pemilu Cerdas Berintegritas Dikupas Forum Ambin Demokrasi

Sementara itu, Noorhalis Majid mantan Kepala Ombudsman Perwakilan Kalsel dan juga mantan penyelenggara pemilu di Kota Banjarmasin mengatakan, bahwa Ambin Demokrasi adalah satu kelompok yang ingin memberikan narasi, pengetahuan, informasi dan literasi terkait demokrasi, politik, lebih khusus lagi terkait Pemilu.

“Ini adalah bagian dari upaya masyarakat sipil dalam menguatkan dirinya, dan masyarakat pada umumnya. Kalau tidak ada pengayaan sebagai mana yang dilakukan Ambin Demokrasi, maka demokrasi dan terutama pemilu sangat mungkin dibelokkan dan jauh dari koridor demokrasi itu sendiri. Semakin banyak kelompok seperti Ambin Demokrasi, maka demokrasi berjalan semakin baik,” ucap Noorhalis Majid.

Berbicara soal demokrasi, tentu sudah ada pengukurnya lewat indek demokrasi Indonesia (IDI), yang melihat demokrasi secara statistik, secara angka. “Kita tidak mempersoalkan metode atau variabelnya, karena itu sudah baku dan berlaku sama di seluruh Indonesia. Kita ingin melihat apakah indek tersebut menggambarkan senyatanya tentang demokrasi, atau berbeda jauh? Kalau sama, apa saja yang menguatkan dan melemahkan, dapatkah kita sebagai masyarakat sipil ikut memperbaikinya,” cecarnya.

“Saya kira itulah tujuan dari diskusi kita ini, yaitu ingin menjadi bagian yang aktif memajukan demokrasi, sehingga membawa kebaikan bagi semua, sebab kalau demokrasi maju maka kehidupan juga pastilah maju,” ungkapnya.

BACA JUGA: Titik Lemah Demokrasi

Nurul Sabah, dari Badan Pusat Statistik Kalimantan Selatan menyampaikan temuan dan hasil dari Indek Demokrasi. Dia mengatakan bahwa, ada sekitar 20 ahli yang diundang sebagai juri untuk menilai sejumlah data dan akhirnya melahirkan Indek Demokrasi Indonesia (IDI).

“Cara pengumpulan datanya melalui koding koran, yaitu mengumpulkan berita terkait demokrasi, juga mengumpulkan Perda, Pergub, Perbup atau Perwali. Semua bahan itu dilihat, dihitung berdasarkan bobot yang sudah ditetapkan,” beber Nurul Sabah.

“Lalu ada FGD, untuk melihat data dan koding koran itu. Kalau ada informasi baru, akan ditambahkan. Secara nasional, indek demokrasi tahun 2021, Kasel berada pada peringkat ke 20 dari seluruh provinsi di Indonesia. Kita berada di bawah Kaltim, di atas Kalteng dan Kaltara,” ucapnya.

“IDI menyoroti 3 aspek, yaitu: Kebebasan Sipil, kita mendapat nilai 70,13; Kesetaran nilai, kita 79; dan kapasitas lembaga demokrasi 76,32. Di mana saja sebenarnya kita mendapatkan nilai yang rendah?” rincinya.

“Mari kita lihat satu persatu. Soal terjaminnya kebebasan berkumpul, nilai kita lumayan bagus. Yang rendah itu terkait terjaminnya kebebasan berkeyakinan, rata-rata provinsi 88,41, sedangkan Kalsel memperoleh nilai 76,43. Sebab masih ada perda-perda bernuansa syariah, yang dinilai tidak berpihak pada yang lain, dan ini cukup memberi pengaruh pada angka IDI,” ungkapnya.

Masih menurut Nurul, setidaknya masih ada 9 Perda yang dianggap bermasalah. Begitu juga dengan anti monopoli, pada soal itu nilai kita rendah. Akses warga miskin, walau tidak terlalu tinggi tapi lumayan bagus.

BACA LAGI: Urang Banjar Kamirawaan; Diskusi Kontroversi Tersaji di Ambin Batang Banjarmasin

Kinerja Lembaga legislatif juga cukup bagus, sebab yang dinilai adalah ketercapaian target dalam penyusunan Perda. “Kalau targetnya rendah dan capaiannya tinggi, maka dapat mendongkrak IDI. Selama ini targetnya terbit 10 Perda, dan terealisasi 7, maka nilainya 70, angka itu lebih tinggi dari nasional yang rata-rata 54,35,” katanya.

Netralitas lembaga penyelenggara pemilu cukup rendah, namun secara nasional angka ini memang rendah, artinya bukan hanya Kalsel. Disusul dengan persaingan usaha yang niainya 56,50, begitu juga dengan anti monopoli sumber daya ekonomi, nilainya rendah.

“Terkait netralitas penyelenggara pemilu, kita mendapatkan data dari Bawaslu dan DKPP. Pendidikan politik pada kader partai politik juga rendah, karena parpol tidak melakukan pendidikan politik, padahal sudah disampaikan apa dan bagaimana yang dimaksud pendidikan politik, tapi tidak banyak parpol yang melakukannya,” ungkapnya lagi.

“Untuk menindaklanjuti semua itu, sebenarnya sudah dibentuk Pokja IDI Kalsel. Tujuannya memperkuat lembaga-lembaga yang bertanggungjawab langsung atas nilai tersebut, agar mengambil langkah-langkah strategis untuk memperbaikinya, namun ternyata tidak berjalan sebagai mana diharapkan,” imbuhnya.(jejakrekam)

Penulis Asyikin
Editor Ahmad Riyadi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.