Ketika Kota Banjarmasin Menjadi Daerah Resapan Air, Apa yang Harus Dilakukan?

0

OLEH: Dr. Ir. Subhan Syarif, M.T

BULAN Januari tahun 2021 merupakan sejarah kelam bagi warga Kalsel, termasuk Kota Banjarmasin. Pada bulan ini, terjadi musibah berupa banjir besar yang belum pernah terjadi sepanjang sejarah perjalanan Kalimantan.

DiAWALI tanggal 12 sampai 15 januari 2021, hujan berkepanjangan menerpa wilayah Kalimantan Selatan. Seperti kebiasaan tahun sebelumnya, ketika daerah hulu (kawasan Pegunungan Meratus dan sekitarnya) diterpa hujan tinggi, maka guyuran tersebut akanlah dialirkan ke daerah hilir dan berujung pada banjir di kawasan yang dilalui limpahan air.

Ini selalu menimpa pada daerah bawah yang dibagian atasnya telah mengalami perubahan ‘rona lingkungan’. Ya, daerah atas memang sudah tidak mampu lagi memproteksi diri akibat terjadi perubahan ekologi karena beban aktivitas pertambangan, perkebunan sawit, penebangan kayu dan aktivitas lainnya yang tidak terkelola dengan penjagaan yang ketat. Dampaknya, limpahan air hujan pun tak bisa terkendali mengucur kuat dengan volume luar biasa.

Kota Banjarmasin adalah kota paling ujung di Kalsel yang menerima limpahan air ketika daerah kabupaten di sebelahnya – seperti Kabupaten Banjar atau Barito Kuala- tidak mampu lagi menampung air kiriman atas. Kondisi ini membuat kota Banjarmasin sangat rentan dengan persoalan air limpahan.

Dan ternyata, awal tahun 2021 ini terjadilah situasi tersebut. Air kiriman dari atas yang sudah tidak mampu lagi bertahan di daerah Kabupaten Banjar ‘memaksa’ turun ke Banjarmasin. Akibatnya sebagian besar Kota Banjarmasin yang berbatasan dengan Kabupaten Banjar menjadi lumpuh karena serbuan air yang berlangsung pelan dengan peningkatan ketinggian yang semakin mengkhawatirkan.

Pada sisi lain, kondisi permukaan Kota Banjarmasin yang semakin jauh berada di bawah permukaan air laut, tidak terjaganya sungai, hingga menipisnya area resapan karena pengelolaan lingkungan tak tepat membuat kota tidak mampu memproteksi serbuan air yang datang dari limpahan daerah atas tersebut.

Walau kenaikan air tak berlangsung cepat, namun lantaran kondisi sistem tata kelola limpahan air yang buruk, membuat kota Banjarmasin semakin rapuh dari serbuan air.

Repotnya, puncak limpahan terjadi ketika muka sungai naik akibat air laut yang pasang. Kondisi ini kemudian secara alami memdorong air limpahan atas yang mau turun tersebut menjadi tertahan di daratan. Ditambah curah hujan tinggi menerpa kota, maka air limpahan pun semakin lama bertahan dan pengeringan hanya tergantung pada kemampuan daya serap tanah.

Ketika tanah sudah jenuh atau tidak mampu menyerap, maka ini memaksa sebagian daratan Kota Banjarmasin beralih fungsi menjadi ‘danau’ atau area penampungan air. Dan bila dicermati kondisi kemarin pada sebagian kawasan permukiman kota , terkhusus di kawasan Banjarmasin Timur dan Selatan. Indikasi ke arah sana semakin terasa kuat.

Ini dibuktikan walaupun di sungai kecil, seperti Sungai Guring, Sungai Pemurus, Sungai Veteran hingga sebagian sungai kerukan tepi kiri kanan jalan utama/ Jalan Ahmad Yani muka air sudah semakin turun. Sayangnya ini tidak disertai dengan yang ada di dalam permukiman. Seperti di Jalan Pramuka meliputi Kompleks Melati Indah, Hikmah Banua , Semanda, Dharma Praja-Dharma Budi, Darma Bakti.

Kemudian ada kawasan Bumi Mas Raya, Banjar Indah Permai, Aspol Bina Brata, Cempaka Putih , Kebun Bunga, Beruntung Jaya, Mahat Kasan , Mandastana Gatot Subroto, sebagian gang di sepanjang jalan a.yani dan berbagai kawasan lainnya ternyata tingkat penurunan relatif lambat.

Apalagi bila hujan mendera, maka air pun kembali tertahan. Bahkan cenderung menaik sehingga genangan semakin lambat turun. Melihat kondisi yang terjadi, cara atau metode yang dilakukan hanyalah sesegera mungkin membuang air keluar lokasi permukiman.

Berdasar fakta lapangan, langkah effektif adalah sistem pompanisasi ke sungai terdekat yang permukaan airnya sudah menurun drastis. Bila di kawasan yang tergenang tersebut tidak ada atau masih tinggi muka airnya, maka alternatif penangganan adalah mencari daerah / tanah kosong yang bisa sementara di olah menjadi area tampungan air dengan dikeruk dan sisi-sisinya ditinggikan / dibendung.

Alternatif lain adalah melalui sistem pemindahan air secara berjenjang dengan bantuan pompa tarik dan dorong. Bila ini tidak juga bisa dilakukan maka jalan terakhir adalah di sedot ke mobil tangki air dan dibuang ke luar kawasan tersebut.

Ketika genangan tidak bisa secara alami hilang maka langkah ini harus dilakukan secepatnya , karena saat ini sedang musim hujan dengan tingkat intensitas yang cukup tinggi. Bila tidak diatasi, maka kondisi bisa saja semakin parah , kawasan yang masih tergenang ketika hujan menerpa dengan durasi lama bisa saja kawasan berubah fungsi menjadi kawasan penampungan air yang memakan waktu lama untuk surut dan kering.

Sisi penting dalam musibah yang melanda ini, banyak pelajaran yang bisa diambil. Yang utama, saat ini Kota Banjarmasin telah bisa dipastikan menjadi kawasan kritis yang mudah diserbu air limpahan. Dengan fakta yang terjadi, maka Kota Banjarmasin mesti bersiap mengatasi bila limpahan tersebut terjadi berulang.

Jika ingin selamat dari serbuan air, maka perubahan pola menata/membangun di kota ini wajib segera dilakukan. Tidak hanya terkhusus hal terkait banjir, sungai , drainase saja. Kota yang menjadi persinggahan terakhir air yang keringnya tergantung dari kemampuan tarikan atau isapan sungai , resapan air dan kemampuan tanah yang ada.

Bila berdasar serbuan limpahan air yang tidak diduga seperti kemaren , seyogjanya saat ini Kota Banjarmasin mesti cepat bersiap mengatur strategi dalam bertindak. Membuat langkah dan kerja strategis yang bisa saja bermodel ‘fast track’ .

Dalam rangka mempersiapkan hal tersebut, ada beberapa faktor utama yang mesti bahkan wajib dilakukan secara cepat , masif dan berkesinambungan. Antara lain adalah:

  1. Identifikasi, normalisasi dan optimalisasi kondisi semua sungai Kota Banjarmasin yang terhubung ke Sungai Martapura dan Sungai Barito. Termasuk kondisi drainase, dalam hal ini khususnya kawasan Banjarmasin Timur dan Banjarmasin Selatan. Daerah ini sangat rentan terhadap limpahan air dari atas. Koneksivitas sungai, drainase dan resapan air wajib terhubung dengan lancar sampai ke ujungnya Sungai Martapura atau Sungai Barito.
  2. Persiapkan sistem pompanisasi dan pembuatan pintu air, terkhusus pada setiap sungai kecil dan menengah yang terhubung ke Sungai Martapura dan Sungai Barito. Pompanisasi untuk kawasan permukiman dasarnya juga perlu dipersiapkan. Terkhusus daerah rendah yang jauh dari sungai. Cara ini bisa dilakukan dengan sistem berjenjang , tetapi pada kawasan tersebut sebelumnya perlu disiapkan area resapan atau situ/embung.
  3. Siapkan dan perbanyak dibuat embung/situ untuk area tampungan resapan air. Bila memungkinkan, bisa digunakan tanah kosong milik masyarakat untuk dipinjam sementara sebagai cadangan bila limpahan air sudah melampaui batas.

Dalam hal ini, semua tanah kosong yang ada di kawasan permukiman warga bisa dibersihkan, agar bisa berfungsi menampung air limpahan. Dan bahkan untuk drainase lingkungan yang tidak bisa optimal mencapai sungai bisa di alihkan sementara ke area resapan ini.

Pada dasarnya, kawasan Sungai Veteran dari Pasar Kuripan tembus ke Sungai Martapura di belakang klenteng bisa saja dioptimalisasi menjadi sekaligus berfungsi sebagai area embung / resapan air. Bila kawasan sungai ini dioptimalisasi maka akan mampu menampung sekitar 30.000 s.d 50.000 M3 air limpahan.

Tentu, ini akan sangat membantu ketika limpahan air dari atas berlebih singgah ke Kota Banjarmasin. Paling tidak area embung /resapan air pada sungai jalan veteran ini akan dapat membantu mengelola limpahan air dari sebagian besar kawasan Banjarmasin Timur. Bahkan bila dikelola secara komprehensif bisa saja sekaligus di fungsikan sebagai area rekreasi air bagi warga kota Banjarmasin.

  1. Untuk jangka panjang, ada dua langkah penting yang juga sebaiknya dilakukan. Pertama, setiap perbatasan kota Banjarmasin terkhusus dengan Kabupaten Banjar diperlukan dibuat daerah penyangga yang difungsikan untuk membantu proteksi terhadap air limpahan yang berlebih dari atas. Sungai yang bertepatan dengan area perbatasan tersebut diperlebar dan diperdalam atau bisa juga dijadikan/digabungkan dengan model kanalisasi. Kemudian di kiri kanan bisa ditinggikan dan dihijaukan dengan di tanam pepohonan.

Kedua, perlu persiapan minimal dua bendungan skala kecil atau menengah yang nantinya bisa menampung limpahan air ketika musim hujan dan juga bisa membantu menjadi pusat tata kelola air di Kota Banjarmasin. Seperti bank air yang bisa digunakan mendukung kebutuhan penyedian air bersih kedepan.

Empat langkah tersebut perlu dilakukan secara simultan. Ini mengingat ancaman daerah atas/ hulu yang bisa saja terjadi secara mendadak. Kemudian sisi lain, Kota Banjarmasin juga semakin terancam oleh serangan ‘air pasang’ lantaran pemanasan global. Sejatinya, saat ini para pengambil kebijakan kota mesti bisa cepat berbenah. Tak bisa menunda dan mengulangi kesalahan yang sama seperti tempo lalu. (jejakrekam)

Penulis adalah Ketua LPJK Provinsi Kalimantan Selatan

Pengamat perkotaan di Banjarmasin

(Isi dari artikel ini sepenuhnya tanggungjawab penulis bukan tanggung jawab media)

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.