Penanganan ‘Calap’ Dan Visi Calon Pemimpin Kota Banjarmasin, Masih Adakah Harapan?(2)

0

Oleh : Dr H Subhan Syarief

MASALAH posisi muka air ketika pasang merupakan aspek dasar yang diperhatikan agar drainase yang dibuat bisa berfungsi dengan baik.

NAH, bila fungsi drainase mau berjalan dengan baik maka mau tidak mau patokan titik awal (nol) sebagai penentuan muka dasar ujung akhir saluran drainase semestinya ada di atas muka air pasang tertinggi tersebut.

Akan tetapi sayangnya hal ini tidak pernah mendapat perhatian untuk dijadikan acuan. Sehingga ketika dikorelasikan dengan kondisi drainase saat ini yang ada di Kota Banjarmasin, baik yang lama dibuat ataupun saat ini sedang dipicu pembangunannya. Maka, bisa dipastikan hal ketinggian muka air sungai ketika pasang belum menjadi patokan utama dalam proses perencanaan ataupun pembenahan drainase tersebut.

Itu baru dari akibat dampak pemanasan global, sejatinya bagi yang paham dengan dampak pemanasan global yang berujung pada naiknya muka air laut, maka ini mestinya harus menjadi perhatian. Ini pasti akan membuat kondisi tata drainase kota semakin rumit.

BACA : Penanganan ‘Calap’ Dan Visi Calon Pemimpin Kota Banjarmasin, Masih Adakah Harapan?(1)

Apalagi bila kemudian juga dikaitkan dengan kondisi banyaknya sungai, baik sungai besar, menengah dan kecil yang menyempit, dangkal dan bahkan mati.

Tentu pengaruh sungai ini cukup besar. Sungai adalah jalur masuk air laut ketika pasang untuk memasuki area daratan. Air laut ini akan mendorong dan bergabung dengan air sungai sehingga semakin bertambah besar volume kapasitasnya  dan ujungnya membuat semakin menambah tinggi permukaan air sungai.

BACA JUGA : Ketika ‘Calap’ (Banjir) Mendera Kota, Siapa yang Salah (4-Habis)?

Bila besaran dimensi sungai tidak mampu lagi menampung maka otomatis airpun akan meluap , menyebar mencari daerah yang bisa menampungnya.

Dipastikan ketika air sudah tidak mampu lagi tertampung dan jalannya sudah buntu maka dia akan mulai bertingkah dengan mencari ‘rumah’ baru sebagai tempat bernaung sementara menunggu air sungai surut tertarik oleh turunnya air laut.

Akan tetapi masalah besarnya muncul ketika musim hujan tiba. Saat air limpahan hujan bertemu dengan air pasang tentu air pun semakin sulit di kendalikan, karena sungai yang ada tidak bisa menampung kedua sumber masuk nya air tersebut. Dampaknya, jadilah seperti yang di alami kota Banjarmasin saat ini, kecalapan yang dari waktu ke waktu seolah tak pernah bisa diatasi dan ujungnya drainase yang berulang kali direnovasi ataupun dibuat semua menjadi sia-sia alias tidak bisa berfungsi dengan maksimal.

BACA JUGA : Mengapa Banjarmasin Sering Terendam? Ini Analisis Ketua LPJK Kalsel

Kedua, soal kondisi sungai yang ada di Kota Banjarmasin, fungsi sungai di kota ini awalnya sangat luar biasa. Bahkan menjadi sebuah potensi yang mampu memberikan nilai tambah. Bukan hanya dari segi sosial budaya ataupun ekonomi. Tapi juga dari segi pemenuhan kebutuhan kehidupan warga Kota Banjarmasin.

Melalui banyaknya memiliki sungai inilah maka pengaturan sirkulasi tata kelola air di daerah pasang surut dengan posisi ketinggian permukaan daratan terletak dibawah permukaan air laut sangat banyak membantu. Kota Banjarmasin dahulu relatif lebih aman dari segi kebanjiran, air mudah mengalir lancar baik ketika air pasang ataupun ketika musim hujan.

BACA JUGA : Air Sungai Meluap, Sejumlah Kawasan di Kayutangi Mulai Terendam

Ketika dulu, daratan rendah terendam tidak lama, ini karena sungai sebagai jalan air masih banyak dan berfungsi dengan baik, saling terkoneksi antar yang kecil, menengah dan besar yang ujungnya berakhir di laut. Sayangnya kondisi saat ini sudah tidak seperti itu. Sungai banyak yang mati, bahkan tanpa sadar dimatikan.

Bila melihat data kondisi sungai di kota ini sangat menyedihkan. Data tahun 1997, menyebutkan jumlah sungai di Kota Banjarmasin masih berada di atas 100 sungai, tapi kemudian tahun 2002 atau hanya berselang lima tahun sungai yang tersisa hanya sekitar 70 sungai. Kemudian, di tahun 2004 ternyata tersisa hanya sekitar 60 sungai saja.

Tentu ini sebuah ironi yang menggambarkan kondisi yang sangat memprihatinkan. Lalu bagaimana dengan kondisi sungai di tahun 2020 ini? Apakah masih tersisa 60 buah sungai atau akan bertambah jumlah sungainya atau bahkan semakin menyusut. Pertanyaan ini, sayangnya sampai sekarang belum terjawab karena data konkret yang valid masih belum diungkap oleh pihak terkait.(jejakrekam/bersambung)

Penulis adalah Ketua LPJK Provinsi Kalimantan Selatan

Pengamat perkotaan di Banjarmasin

(Isi dari artikel ini sepenuhnya tanggungjawab penulis bukan tanggung jawab media)

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.