Ada yang Tidak Berizin, Masyarakat Harus Selektif Memilih Pinjaman Online

0

SERBUAN layanan pinjaman online (pinjol) semakin memudahkan masyarakat mendapatkan ‘dana darurat’. Tak perlu tatap dengan pihak pemberi pinjaman. Anda hanya perlu melampirkan identitas diri dan melalui verifikasi secara daring, maka uang siap dikucurkan. Terasa tak ribet? Hati-hati juga dengan risikonya.

KEPALA Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Regional 9 Kalimantan, Haryanto mengimbau kepada masyarakat untuk berhati-hati dan memastikan layanan financial technology (fintech) berupa peer to peer lending (P2P) atau pinjol yang akan digunakan telah terdaftar OJK. Dengan begitu dampak yang merugikan dapat diminimalisir oleh pengguna jasa pinjol.

“Masyarakat harus selalu waspada. Kalau ragu penyelenggara fintech-nya aman atau tidak, dapat menelepon OJK setempat. Oleh OJK nanti akan diberitahu,” tuturnya dalam diskusi ringan yang digelar OJK di Kafe Kordinat Duta Mall Banjarmasin, Rabu (12/12/2018).

BACA: Tingkatkan Kapasitas Wartawan di Kalimantan, OJK Regional 9 Gelar Pelatihan di Jakarta

Bukan sekali, masalah pinjol memang terus terjadi berulang. Misal saja, ketika masyarakat merasa sudah membayar pinjaman, namun, masih saja dianggap belum bayar. Selain itu, perhitungan bunga pinjaman yang tak wajar. Bahkan, teman atau kerabat korban turut kena teror. Ancaman biasanya berisi peringatan agar si peminjam harus segera melunasi pinjamannya.

Haryanto menyebut masalah biasanya dimulai dari izin akses kontak saat diminta oleh penyelenggara fintech. Saat proses penginstallan aplikasi, masyarakat kadang tidak berpikir panjang dan tidak membaca ketentuan-ketentuan yang telah disediakan. Data yang diakses dari smartphone pengguna ini dijadikan mekanisme penagihan utang bagi penyelenggara fintech.

Lantas, bagaimana sudah terlanjur kejadian? Haryanto mengajak masyarakat untuk mengadu ke OJK. Pihaknya telah mengeluarkan peraturan bahwa penyelenggara fintech tidak boleh mengakses data pribadi yang tidak terhubung langsung sebagai peminjam.

BACA JUGA: Tangani Kredit Macet, Perusahaan Pembiayaan Harus Paham Aturan Fidusia

“Apabila terbukti melakukan itu, masyarakat harus melapor. Bagi fintech yang legal atau terdaftar di OJK, jelas jadi ranah OJK untuk menindak,” sambungnya.Ia melanjutkan, OJK tidak akan segan memberikan sanksi administratif pada penyelenggara yang terbukti menyalahgunakan data pribadi.

Namun bila fintech yang diadukan ilegal, OJK akan melakukan sejumlah tindakan untuk memutus aliran dana. Misal saja, melapor ke tim waspada investigasi. Tim ini akan berkoordinasi siapa yang harus menindak. Apakah harus kepolisian, untuk melakukan tidak lanjut apabila terbukti merugikan masyarakat. Terlebih jika kerugian yang dialami sangat besar, fintech ilegal itu akan dituntut melalui jalur hukum.

Untuk meminimalisasi permasalahan ke depan, OJK sendiri telah melakukan berbagai upaya preventif. Antara lain sosialisasi ke perguruan tinggi, dengan memanfaatkan momentum kuliah kerja nyata (KKN). Agar mahasiswa KKN agar menyosialisasikan kalau pinjam atau menabung sebaiknya ke lembaga-lembaga yang resmi terutama bank.

Selain itu, Haryanto OJK juga akan terus membuat regulasi yang jelas bagi lembaga penyelenggara fintech itu sendiri dan menghimbau Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia untuk melakukan sertifikasi terkait platformnya.

Sekadar diketahui, dari data yang dikeluarkan OJK, kini tercatat ada 404 layanan pinjol telah dihentikan oleh Satgas Waspada Investasi (SWI). Sementara, sebanyak 78 penyelenggara pinjol telah berstatus terdaftar atau berizin hingga 12 Desember 2018.

(jejakrekam)

Penulis Siti Nurdianti
Editor Fahriza

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.