Pentas Seni Dipajaki, DPRD : Lihat Dulu Konteksnya, Komersil atau Berkesenian

0

PRO dan kontra pengenaan pajak hiburan 10 persen untuk pentas seni yang digelar sanggar atau mahasiswa, terus menggelinding. Dasar hukum Pemkot Banjarmasin adalah Perda Nomor 10 Tahun 2011 tentang Pajak Hiburan, serta peraturan terkait lainnya.

DALAM Perda Nomor 10 Tahun 2011 yang terdiri dari 52 pasal dan 20 bab, yang ditetapkan Walikota Muhidin, dan diundangkan Sekdakot Banjarmasin Zulfadli Gazali dalam lembaran daerah, memuat apa yang dimaksud objek pajak hiburan. Yakni, jasa penyelenggaraan hiburan dengan dipungut bayaran dalam Pasal 3 ayat (1), dan lebih rinci dijelaskan pada ayat (2).

BACA : Aneh Dikenai Pajak, Ketua STB Uniska : Mana Alokasi Dana Pemkot bagi Pegiat Seni?

Apa saja yang dikenai pajak hiburan yakni tontonan film, pagelaran/pentas kesenian dan musik, tari dan/atau busana, kontes kecantikan, binaraga dan sejenisnya. Kemudian, pameran, diskotek, karaoke, klab malam dan sejenisnya. Sirkus, acrobat dan sulap, permainan biliar, golf, bowling, pacuan kuda, kendaraan bermotor, dan permainan ketangkasan termasuk dalam objek pajak hiburan. Selanjutnya, panti pijat, refleksi, mandi uap/spa, dan pusat kebugaran (fitness center) dan pertandingan olahraga.

Sedangkan, dalam Pasal 3 ayat (3) yang tidak termasuk objek pajak hiburan adalah program kerja pemerintah dalam pengembangan seni budaya tradisional, pendidikan dan ilmu pengetahuan, ekspose hasil kerja atau pameran pembangunan daerah, suguhan resmi pada acara pemerintahan, perlindungan bagi penyandang cacat, pijat atau urut para tunanetra, hiburan peringatan hari besar keagamaan, terkecuali dipungut bayaran.

BACA LAGI : Pajaki Seni Pertunjukan Mahasiswa, Kepala Bakeuda : Itu Amanat Undang-Undang

Berapa tarifnya? Dalam Pasal 6 Perda Nomor 10/2011, ditetapkan tarif 10 persen untuk pertunjukan film di bioskop, pagelaran seni dan musim, pameran, sirkus, akrobat, bowling, refleksi dan pertandingan olahraga. Sedangkan pajak 30 persen dikenakan bagi karaoke, mandi uap/spa, dan tarif 40 persen untuk diskotek, klab malam, bar, pub, musik hidup (live music) musik dengan DJ dan sejenisnya.

Menanggapi penolakan sejumlah elemen mahasiswa, budayawan, seniman dan Yayasan Lembaga Konsumen (YLK) Kalsel, anggota Komisi II DPRD Banjarmasin, Awan Subarkah pun meminta agar pemerintah kota segera menelaah kembali.

“Kalau pagelaran atau pentas seni mahasiswa, pelajar atau seniman yang diadakan di Taman Budaya Kalsel, sebaiknya dilihat konteks dulu. Kita tahu tiket masuk yang diedarkan itu untuk keperluan biaya mereka seperti bayar sewa gedung dan sebagainya, bukan malah mengambil keuntungan atau komersil,” kata Awan Subarkah kepada jejakrekam.com, Kamis (29/11/2018).

BACA JUGA : Pungut Pajak dari Tiket Pensi Kampus, Ketua YLK Kalsel: Itu Salah Sasaran

Legislator PKS ini hakkul yakin pentas seni selama ini khususnya di Banjarmasin lebih pada menghidupkan berkebudayaan atau berkesenian, bukan malah jadi ajang komersil.

“Sebaiknya, pemerintah kota melihat konteks. Jangan pula mereka langsung dikenai pajak, kalau konteksnya hanya untuk menghidupkan berkesenian dan berkebudayaan. Sepatutnya, mereka itu didukung,” cetus Awan Subarkah.

Beda, menurut Sekretaris DPW PKS Kalsel, ketika show atau mendatangkan artis ibukota atau konser musik yang disponsori, tentu sudah bermuara pada bisnis atau komersil. “Apalagi, konser musik dan sebagainya digelar di stadion. Ini lain lagi ceritanya,” kata Awan.

Mantan Wakil Ketua DPRD Banjarmasin ini mengemukan saat ini dari sektor pajak hiburan, terbesar masih disumbang para penonton di Studio XXI Duta Mall, dengan kenaikan harga tiket Rp 50 hingga Rp 60 ribu.

“Memang ada kenaikan dari pajak hiburan di Banjarmasin mencapai Rp 15 miliar. Namun, jangan pula, pentas seni mahasiswa, sanggar atau pelajar turut dikenakan pajak. Ya, dilihat konteksnya dulu,” pungkas Awan.(jejakrekam)

 

 

Penulis Arpawi
Editor Didi GS

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.