Tak Etis Jika Kepala Daerah Terbuka Dukung Salah Satu Capres-Cawapres

0

PAKAR hukum tata negara Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Dr Ichsan Anwary menilai tak etis atas keterlibatan 12 kepala daerah di Kalimantan Selatan tergabung dalam tim sukses pemenangan Capres-Cawapres Joko Widodo-Ma’ruf Amin pada Pemilu 2019.

ICHSAN mengatakan ketika 12 kepala daerah terdiri dari para bupati, walikota dan gubernur di Kalsel justru mendeklarasikan dukungannya secara gamblang terhadap capres-cawapres nomor urut 01, harusnya disertai dengan memilih nonaktif terlebih dulu.

“Syarat mutlak bagi kepala daerah yang terlibat dalam tim sukses pasangan capres-cawapres adalah harus nonaktif terlebih dulu. Jadi, gerak-gerik mereka juga harus diawasi Bawaslu,” kata Ichsan Anwary kepada jejakrekam.com, usai diskusi yang dihelat Inde-Pemda di Café Capung, Banjarmasin, Selasa (27/11/2018).

Wakil Dekan I Fakultas Hukum ULM ini malah mempertanyakan kinerja Bawaslu Kalsel dalam mengawasi gerak-gerik kepala daerah yang telah terang-terangan mendukung salah satu pasang capres-cawapres di Pemilu 2019.

BACA : Tak Hanya Deklarasi, 11 Kepala Daerah di Kalsel Wajib Menangkan Jokowi

“Tidak etis seorang kepala daerah ikut bertarung men-support salah satu pasangan calon. Sebab, hal ini nanti akan memporak-porandakan dukungan politik di daerah,” ujar Ichsan.

Magister hukum lulusan Universitas Airlangga Surabaya ini mengatakan sebagai kepala daerah semestinya netral, dengan tidak memihak salah satu pasangan calon. Sebab, beber Ichwan, jika kepala daerah mendukung salah satu calon, akan membuat situasi daerah kondusif, nyaman, dan cantik, malah bisa berubah drastis.

“Yang dikhawatirkan adalah keterlibatan kepala daerah menjadi timses akan mengkotak-kotakkan masyarakat dan berpotensi menyalahgunakan wewenang kepala daerah,” tegas Ichsan.

Bagi dia, kekuatan kepala daerah sebagai support untuk satu pasangan calon, nanti akan berdampak terhadap banyak hal. Oleh sebab, Ichsan mengatakan sebaiknya hal semacam itu dijaga, jangan sampai masyarakat wilayah di daerahnya justru akan tercoreng.

BACA JUGA : 12 Kepala Daerah di Kalsel Masuk Timses Capres Jokowi, Bawaslu : Boleh-Boleh Saja

Terpisah, komisioner Divisi Penanganan Pelanggaran Bawaslu Kalsel, Azhar Ridhani justru berpendapat belum menemukan adanya dugaan pelanggaran yang dilakoni oleh kepala daerah yang menunjukkan arah dukungan politiknya, pasca deklarasi yang dimotori parpol pengusung Capres-Cawapres Jokowi-Ma’ruf Amin, beberapa waktu lalu.

“Kami perlu adanya bukti awal untuk menelusuri dugaan pelanggaran. Bukti awal bisa berupa pemberitaan media misalnya yang memberitakan adanya dugaan pelanggaran. Kami juga harus menghimpun bahan untuk mendalami dan mengkaji dugaan tersebut,” ucap Aldo, sapaan akrabnya.

Aldo memastikan sanksi akan menunggu bagi kepala daerah jika terbukti melakukan pelakukan pelanggaran pemilu.  Tidak main-main, mulai dari sanksi Administratif hingga sanksi pidana.

Ia juga berargumen kepala daerah sah-sah saja mengikuti kampanye selama mematuhi peraturan yang ada, seperti harus cuti saat kampanye dan tidak menikmati fasilitas negara.

“Akan tetapi, kepala daerah boleh saja mendapatkan pengawalan dari pihak kepolisian dan dari ajudannya. Sebab asosiasi yang melekat sebagai kepala daerah sekalipun cuti atau pada saat waktu libur,” tutur Aldo.

BACA LAGI : Kepala Daerah Dukung Capres Dikhawatirkan Ganggu Netralitas ASN

Sebelumnya Ketua Bawaslu Kalsel Iwan Setiawan Aris Mardiono menilai hal-hal wajar ketika ada kepala daerah tergabung dalam tim sukses calon. “Sesuai aturan diperbolehkan, sepanjang para kepala daerah melakukan kampanye harus cuti baik gubernur, wakil gubernur, bupati atau wakil bupati, walikota dan wakil walikota. Terkecuali, hari libur. Sebab, mereka cuti satu kali dalam seminggu,” kata Iwan Setiawan.

Dia menyebut aturan itu sudah tertuang dalam UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 dan PKPU Nomor 23 Tahun 2018 yang mengubah PKPU Nomor 28/2018 dan PKPU Nomor 32/2018.

“Dalam aturan ini, ada empat pejabat yang boleh menjadi tim sukses yakni menteri, gubernur-wakil gubernur, walikota-wakil walikota, bupati-wakil bupati. Sebab, mereka termasuk jabatan politik, bukan pejabat birokrasi,” kata Iwan Setiawan.(jejakrekam)

 

Penulis Ahmad Husaini
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.