Toko Modern Masuk Kampung, Pedagang Tradisional Kini Merasakan Dampaknya

0

SERBUAN gerai modern seperti mini market yang berjaringan nasional memasuki pelosok kampung di Banjarmasin dan daerah penyangga seperti Sungai Tabuk, Kabupaten Banjar, telah dirasakan para pelaku usaha kelontong dan pasar-pasar tradisional. Mereka harus menyiasati diri untuk tetap bertahan dengan persaingan yang tak seimbang

BERBAGAI toko kelotongan dan kios-kios kecil pun kini mengeluh dengan mudahnya perizinan pertokoan modern seperti Alfamart, Indomaret dan 888 ke kampung-kampung. Ini belum ditambah lagi, keberadaan pusat-pusat grosir yang ada di wilayah perbatasan atau luar Banjarmasin-Kabupaten Banjar.

Masniah, salah seorang pemilik kios yang telah berdagang puluhan tahun di kawasan Sungai Lulut, Kabupaten Banjar mengakui pasca masuknya pertokoan modern, usahanya kini sedikit demi sedikit mengalami penurunan omzet penjualan.

“Ya, setelah maraknya pertokoan modern hadir di sekitar wilayah kami, seperti Alfamart, Indomaret, dan satu lagi 888 itu, usaha dagang kelontongan mulai turun, kami kalah bersaing ,terutama soal harga,” ujar Masniah kepada jejakrekam.com, Sabtu (14/7/2018).

Ia mengakui meski usahanya tetap hidup, tapi tak seramai tahun-tahun lalu, ketika pertokoan modern tak berdiri di pelosok kampung. Dengan kondisi yang ada, Masniah pun mengaku hanya bisa pasrah. “Saya juga tidak tahu apa pertimbangan pemerintah daerah bisa memberi izin pertokoan modern masuk ke perkampungan. Ya, seperti di Sungai Lulut ini,” ucapnya.

Pasar tradisional seperti Pasar Sungai Tabuk digelar setiap hari Sabtu, memang masih terlihat ramai seperti hari-hari biasanya. Beraneka barang dagangan dijual di pasar tradisional, terutama kebutuhan pokok seperti beras, ikan, pakaian, alat bangunan. Hingga, alat-alat elektronik turut dijual dipasar ini. Ratusan pembeli dan ratusan pedagang memadati kawasan pasar tradisional ini.

Para pedagang dan pembeli di pasar tradisional ini tidak sedikit datang ke pasar masih menggunakan moda transportasi tradisional, seperti perahu jukung dan perahu motor jenis kelotok atau yang lebih populer disebut naik sabura atau perahu katinting.

Haji Sabran, seorang pedagang di Pasar Sungai Tabuk yang menjual aneka kebutuhan rumah tangga seperti bawang merah, bawang putih , gula pasir, gula merah, beras dan aneka bumbu dapur. Ia mengatakan, usaha mereka masih tetap lancar dan ramai, tetapi yang lebih ramai pada hari Sabtu, karena ini pasar mingguan tradisional.

“Sejak dulu, hari Sabtu di Sungai Tabuk merupakan hari pasar. Apalagi, jika tanggal muda dan dekat hari raya, pasti lebih ramai lagi,” ucap Haji Sabran.

Begitupula, Rusmiati salah seorang pemilik warung teh dan kopi di sekitar Pasar Sungai Tabuk, mengakui  ada sedikit penurunan para pembeli yang datang ke pasar dalam beberapa tahun terakhir. Dia menduga akibat berdirinya pertokoan modern.

“Memang banyak pasar dadakan dibuka masyarakat, terutama desa-desa dan handil-handil di sekitar Sungai Tabuk. Jadi, para pembeli telah menyebar di pasar-pasar kecil itu, terutama pasar tungging (pasar malam) dibanding harus ke Pasar Sungai Tabuk,” kata Rusmiati.(jejakrekam)

 

Penulis Syahminan
Editor Andi Oktaviani

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.