City Branding

Oleh: Ferry Irawan Kartasasmita

0

KETIKA melewati Kabupaten Tapin, memasuki kawasan Rantau Baru, kita mungkin tergerak untuk melihat gapura yang bertuliskan Kota Serambi Madinah. Hal ini mengusik rasa penasaran, di kesempatan luang penulis mencari literatur mengenai dasar penyebutan tersebut.

SANGAT  minim artikel yang membahas ini di dunia maya, tetapi menurut salah satu artikel, dasar penyebutan tersebut dikarenakan Tapin adalah kabupaten yang terkenal menghasilkan banyak datu-datu (ulama), para datu tersebut lahir, bermukim, dan mengajarkan agama Islam di wilayah tersebut.

Di samping itu terdapat perayaan-perayaan Islam yang unik dan menonjol di kawasan ini seperti, baayun anak serta kehidupan agamis yang dominan di kehidupan sehari-hari. Hal itulah yang mendasari kabupaten ini membentuk sebuah kawasan baru yang diberi nama Rantau Baru dengan konsep perancangan Kota Islam dengan predikat ‘Serambi Madinah’.

Hal yang patut diapresiasi untuk Kota Rantau Baru yang mem-branding-kan dirinya sebagai Kota Serambi Madinah. Tetapi apakah dengan melakukan hal ini akan turut membantu kemajuan kota?

Konsep branding pada dunia usaha merupakan kunci kesuksesan suatu perusahaan atau produk. Sehingga perusahaan menggerakan seluruh daya dan upaya yang besar untuk mempromosikan brand ataumerek-nya ke masyarakat luas. Branding tidak hanya terjadi pada sebuah produk perusahaan.

Pada suatu daerah akibat dari penerapan otonomi daerah dan pengaruh globalisasi di seluruh dunia, daerah pun saling berebut dan bersaing satu sama lain untuk mendapatkan perhatian (attention), pengaruh (influence), pasar (market), tujuan bisnis dan investasi (business & investment destination), turis (tourist), tempat tinggal penduduk (residents), orang-orang berbakat (talents), dan pelaksanaan kegiatan (events).

Sehingga untuk meraih itu semua daerah/kota membutuhkan suatu brand(city branding) yang kuat. City Branding adalah identitas, simbol, logo, atau merek yang melekat pada suatu daerah. Menurut Purnomo Siswoprasetijo, City branding adalah suatu strategi yang dilakukan negara atau daerah untuk membuat positioning yang kuat dalam target pasar mereka seperti layaknya positioning produk atau jasa sehingga negara atau daerah tersebut dapat dikenal secara luas di seluruh dunia.

City branding tersebut dapat berupa keunikan maupun kelebihan yang dimiliki masyarakat atau daerah tersebut. Biasanya hal tersebut menggambarkan keindahan pariwisata, keragaman dan keunikan budaya masyarakat, kelezatan kuliner, kekayaan sumber daya alam maupun hal-hal yang lain yang menjadikan daerah tersebut berbeda dengan daerah di sekitarnya.

Betapa pengaruh branding mengakar kuat pada pandangan orang di luar sana tentang suatu daerah. Jika berpergian ke luar negeri kita mungkin akan dibuat jengkel karena orang-orang disana lebih mengenal Bali dibandingkan Indonesia. Atau mereka jauh lebih mengetahui tentang Malaysia dan Singapura dibandingkan Indonesia ketika ditanya tentang Asia Tenggara.

Hal ini dikarenakan Malaysia telah sukses melakukan nationbranding sebagai Truly Asia, sehingga orang asing yang ingin mengenal Asia lebih memilih Malaysia karena brandingtersebut. Begitupun dengan Singapura dengan Uniqeuly Singapore-nya yang berhasil memikat banyak orang untuk kunjungan wisata, kesehatan maupun melanjutkan pendidikan.

Atau Hongkong dengan branding“Asia World City” telah membentuk negara tersebut sebagai pusat bisnis dan berhasil membujuk banyak perusahaan internasional untuk membuka kantor perwakilan di sana.

Padahal potensi yang dimiliki Indonesia jauh lebih besar dibandingkan Malaysia dan Singapura. Negara ini memiliki potensi wisata yang tak terhitung, keragaman seni, kuliner, budaya dan kekayaan sumber daya alam. Sayangnya, kedua negara tersebut lebih dulu sukses mem-branding negaranya sehingga lebih dikenal oleh banyak orang.

Kota-kota di Indonesia sebenarnya tidak ketinggalan untuk melakukan branding. Semua tentu mengenal slogan Enjoy Jakarta yang dibuat oleh pemerintah Kota Jakarta, Jogjakarta dengan Jogja Istimewa,Bandung dengan Paris van Java, Solo dengan Spirit of Java, Semarang dengan Vareity of Culture, Pekalongan dengan World’s City of Batik, dan Surabaya dengan Sparkling Surabaya.

Usaha yang dilakukan kota-kota besar di Indonesia untuk mem-branding kotanya, bukan karena alasan kota tersebut tidak terkenal, sepi, atau tidak diminati dalam investasi. Tidak, kota-kota di atas telah dikenal di seluruh antero Indonesia, kota-kota tersebut bahkan menjadi destinasi yang diminati wisatawan dalam negeri. Branding yang mereka lakukan adalah bentuk persaingan antar kota yang tanpa sadar terjadi pada era gloabalisasi ini.

Walaupun tidak semua city branding yang diciptakan oleh kota-kota tersebut sukses dikenal, tetapi city branding yang kuat akan menghasilkan keuntungan bagi kota tersebut. Maka dari itu kinilah saatnya untuk melakukan branding pada kota-kota di Kalimantan Selatan untuk bersaing mengenalkan ‘kelebihan’daerahnya.

Akan tetapi City branding bukanlah sekadar tagline yang disematkan pada suatu kota. City branding adalah impian, harapan, dan janji seluruh warga kota menjadikan kota tersebut sesuai branding yang mereka buat.

City branding tentunya tetap harus diperjuangkan agar terwujud, segala kebijakan pemerintah diharapakan sejalan dengan branding yang telah diciptakan. Tentunya akan menjadi lucu ketika Kota Banjarmasin yang memiliki julukan kota seribu sungai, tetapi seiring waktu jumlah sungainya berkurang, banyak endapan yang membuat aliran tidak bergerak dan sebagian menjadi selokan yang berbau tidak sedap.

Akan menjadi aneh, ketika ada kota yang mendapuk dirinya sebagai kota bersih tetapi di setiap sudut kota dengan mudah ditemukan tumpukan sampah, atau kota yang mem-branding dirinya kota lestari tetapi membuka keran lebar-lebar terhadap pemanfaatan sumber daya alam yang tak dapat diperbaharui.

Maka dari itu baiknya kita bertanya kepada diri sendiri, apakah branding yang telah disematkan pada kota/daerah kita sudah layak? Ataukah city branding yang kita harapakan bersama untuk terwujud selama ini, ternyata bertolak belakang terhadap apa yang terjadi? Sudah saatnya kita mengenalkan daerah kita ke tingkat nasional bahkan internasional. Tetapi yang utama, kita harus jujur tentang apa yang kita sampaikan.

City branding yang tersemat pada brosur yang memperkenalkan daerah kita, sebaiknya merupakan kondisi nyata potensi dan keadaan daerah kita. Bukan hanya janji manis saja, karena tentunya kita semua sudah bosan dengan aneka janji manis dan kita akan menjadi malu ketika ketahuan berbohong. (jejakrekam)

Penulis adalah ASN di Kementerian Perhubungan, Pemerhati Masalah Sosial dan Lingkungan

 

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.