NASIB mantan Direktur Utama PDAM Bandarmasih Muslih bersama Manager Keuangannya, Trensis terbukti bersalah atau tidak, akan ditentukan pada ketukan palu majelis hakim Pengadilan Negeri Tipikor Banjarmasin dalam perkara suap sebesar Rp 100 juta untuk pemulusan perda penyertaan modal Pemkot Banjarmasin senilai Rp 50,7 miliar pada Selasa (30/1/2018) mendatang.
ANCAMAN hukum penjara yang diajukan tim jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ferdian Adi Nugroho dan kawan-kawan agar Muslih dihukum 2 tahun penjara plus denda Rp 50 juta subsider 2 bulan kurungan, serta 1 tahun 6 bulan plus denda Rp 50 juta kepada Trensis, akan jadi pertimbangan majelis hakim yang diketuai Sihar Hamonangan Purba (Wakil Ketua PN Banjarmasin) dan dua hakim anggota, Afandi Widarijanto dan Dana Hanura.
Menariknya, dalam nota pembelaan (pledoi) yang ditulis tangan terdakwa Muslih, mengungkapkan beberapa hal yang terjadi di PDAM Bandarmasih. Terutama, menyangkut pengajuan penyertaan modal kepada Pemkot Banjarmasin bagi pabrik air plat merah sejak 2016 hingga 2017.
Dalam pledoinya pada persidangan di PN Tipikor Banjarmasin, Selasa (16/1/2018) lalu, Muslih mengungkapkan kelahiran Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 54 Tahun 2017 tentang Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), yang merupakan beleid turunan dari UU Pemda Nomor 23 Tahun 2014. PP BUMD ini pun diteken Presiden Joko Widodo pada 27 Desember 2017, yang mengatur secara khusus BUMD.
Atas dasar itu, Muslih saat menjabat Direktur Utama PDAM Bandarmasih mengajukan penyertaan modal ke Pemkot Banjarmasin dalam skema mencatat deviden (keuntungan) sebagai modal bagi pemerintah kota di PDAM. Sayangnya, menurut Muslih, perda penyertaan modal Pemkot Banjarmasin ke PDAM Bandarmasih senilai Rp 50,7 miliar seharusnya tetap diberlakukan, pasca kasus operasi tangkap tangan (OTT) dirinya bersama Trensis, dan mantan Ketua DPRD Banjarmasin Iwan Rusmali dan ketua pansus, Andi Effendi.
“Sebab, proses pembahasan dan pengesahan perda itu tidak ada masalah. Untuk sementara, PDAM Bandarmasih harus kehilangan dana dari deviden tahun 2015 yang sudah disetorkan sebesar Rp 7,09 miliar dalam APBD Banjarmasin 2017. Faktanya, deviden yang dicatat sebagai modal ini tidak bisa diserap hingga akhir Desember 2017 lalu,” papar Muslih, yang mengaku sedih harus kehilangan dana itu bagi peningkatan kualitas pelayanan PDAM Bandarmasih.
Di atas kertas pledoi itu pun, Muslih berharap agar dalam tahun anggaran 2018 ini dapat dikucurkan dana bagi PDAM Bandarmasih, karena untuk mempertahankan pelayanan air bersih sangat membutuhkan dana besar.
Kemudian dalam pembelaannya, Muslih juga membeberkan bahwa dirinya telah diberhentikan sebagai Direktur Utama PDAM Bandarmasih melalui surat keputusan Walikota Banjarmasin Ibnu Sina tertanggal 9 November 2017. “Namun, sebagai direksi dalam beberapa bulan, saya belum menerima gaji dan pesangon setelah bekerja selama 11 tahun 3 bulan. Jika dihitung, maka besaran gaji dan pesangon yang saya terima mencapai Rp 500 juta hingga Rp 1 miliar,” tulis Muslih.
Nah, gaji dan pesangon yang harus diterima Muslih itu dipastikan akan diinfaqkan kepada PDAM Bandarmasih, kedua orangtuanya, istri dan anak, termasuk keluarga Trensis serta anak yatim dan fakir miskin yang ada di Banjarmasin.
Bisakah seorang tersangka yang kemudian menjadi terdakwa menerima pesangon? Ketua Pusat Kajian Anti Korupsi dan Good Governance Universitas Lambung Mangkurat (Parang Unlam), Ahmad Fikri Hadin mengatakan jika mengacu ke Pasal 3 UU Tindak Pidana Korupsi Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001, maka bagi yang tersangkut perkara korupsi harus diberhentikan dengan tidak hormat.
“Nah, dilihat dari kasus PDAM Bandarmasih yang ditangani KPK, jelas jika sudah menyandang tersangka apalagi terdakwa, maka pemberhentian adalah keputusan yang harus diambil seorang kepala daerah. Apalagi, status yang bersangkutan merupakan karyawan dari perusahaan daerah. Nah, masalah gaji dan pesangon ini juga harus dilihat dengan aturan yang terkait, jangan sampai akhirnya justru menimbulkan masalah,” kata dosen Fakultas Hukum ULM ini.(jejakrekam)
Penulis : Andi Oktaviani
Editor : Didi G Sanusi
Foto : Iman Satria