Menghidupkan Museum Borneo Demi Keabadian Sejarah

0

USAI bertandang ke Negeri Belanda dalam lawatan budaya Kota Pusaka, Walikota Banjarmasin Ibnu Sina mencetuskan ide untuk mendirikan museum di ibukota Provinsi Kalimantan Selatan.  Kegelisahan orang nomor satu di Balai Kota Banjarmasin cukup beralasan, karena kota ini tak memiliki museum yang bisa mengabadikan dokumen serta artefak sejarah yang ada di Negeri Kincir Angin itu.

KEINGINAN mantan anggota DPRD Kalimantan Selatan itu digaunkan Ibnu Sina dalam acara haul jamak mengenang pahlawan 9 November 1945 yang ke-72 di Rumah Tokoh Barisan Pemberontakan Republik Indonesia Kalimantan (BPRIK) Amin Effendy di Jalan DI Panjaitan, Banjarmasin, Kamis (9/11/2017).

Mantan Ketua DPW PKS Kalsel ini pun mengungkapkan banyak dokumen yang bernilai sejarah masih tersimpan di Museum Leiden, Troppen dan lainnya di Belanda. Dia pun mengatakan dokumen serta arsip lainnya bisa dibawa ke Banjarmasin untuk bahan pembelajaran bagi generasi penerus, terkhusus para pelajar dan mahasiswa dalam menggali informasi dan data sejarah Banjarmasin.

Putra tokoh BPRIK, Alimun Hakim pun menyambut hangat ide tersebut. Terlebih lagi, menurut dia, selama ini sejarah kejuangan dan kepahlawanan telah banyak dilupakan, khususnya generasi muda dengan tingginya arus informasi dari dunia luar. “Setidaknya, dengan adanya museum sejarah Banjarmasin bisa membuka wawasan masyarakat,” tuturnya.

Senada itu, anggota Komite I Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Antung Fatmawati juga setuju dengan rencana itu. Menurutnya, sebagai bangsa yang besar tentu harus menghargai jasa-jasa para pahlawan. “Soal rencana Walikota Banjarmasin yang ingin membangun museum di Banjarmasin. Sebab, sebagian besar data memang sudah diambil,” ujarnya.

Mantan anggota DPRD Tabalong ini mengungkapkan ada beberapa data dan dokumen telah diambil mantan Bupati Banjar Sultan Khairul Saleh dari museum di Belanda. “Jika memang Walikota Banjarmasin ingin membangun museum, tentu kita patut apresiasi. Tentu untuk mengambil data, arsip dan dokumen serta barang bersejarah tak akan gratis. Ya, perlu sekapur sirih. Begitupula, pihak Belanda juga tak bisa melarang jika memang barang-barang itu memang milik warga Banjarmasin,” pungkasnya.

Sekadar mengingatkan, di Banjarmasin sebetulnya sudah berdiri Museum Borneo yang dikelola sejarawan sekaligus tokoh perjuangan, Amir Hasan Bondan pada 1907. Museum yang didirikan Pemerintah Belanda ini berakhir ketika masa pendudukan Jepang. Hingga akhirnya, Gubernur Milono mendirikan Museum Kalimantan pada 22 Desember 1955.

Separuh koleksi dari Museum Kalimantan ini merupakan milik Amir Hasan Bondan sebagai pioner museum di Banjarmasin. Hingga akhirnya, dalam Konferensi Kebudayaan pada 1957 di Banajrmasin, Museum Kalimantan berganti nama menjadi Museum Banjar pada 1967. Begitu berakhir, koleksi Museum Banjar pun dipindah ke Museum Lambung Mangkurat di Jalan Jenderal Achmad Yani Km 35,5 Banjarbaru dibangun pada 1974. Selanjutnya, diresmsikan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Daoed Joesoef pada 10 Januari 1979.(jejakrekam)

 

 

 

Penulis Didi GS
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.