Prof Lambut Sangsi Ikon Kota Sungai Terindah Terwujud

0

PERILAKU masyarakat Banjarmasin yang tak peduli dengan sungai, sudah jauh dari hakikat kultur budayanya. Slogan Kota Seribu Sungai di mata Prof MP Lambut, tinggal menunggu waktu akan terus meredup seiring dengan sikap acuh terhadap anugerah kekhasan ibukota Provinsi Kalimantan Selatan.

KEARIFAN lokal warga Banjarmasin yang selalu dekat dengan denyut nadi kehidupan sungai pun dinilai Prof Lambut, makin menjauh bahkan sudah berubah 360 derajat.

“Saya sangsi keinginan Pemkot Banjarmasin menjadi kota sungai terindah itu. Sekarang contohnya, sungai bukan lagi segala-galanya bagi warga Banjarmasin, beda dengan zaman dulu yang begitu arif dan hidup dengan sungai,” tutur guru besar FKIP Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Banjarmasin ini dalam bedah buku berjudul Manusia dan Masyarakat Sungai dengan Kearifan dan Tata Kehidupannya di Ruang Integrasi Balai Kota Banjarmasin, Kamis (26/10/2017).

Paparan sang profesor ini juga diamini sosiolog ULM lainnya, Nasrullah dan Setia Budhi, Ph.D, Kepala Bappeda Kota Banjarmasin serta mahasiswa yang hadir dalam diskusi kecil itu. Menurut Lambut, Banjarmasin tak bisa dilepaskan dari kehidupan sungai sejak dulu hingga sekarang.

“Dulu, rumah warga Banjarmasin pasti ada lubang di bagian lantainya. Mengapa? Ya, untuk mengambil air minum dan keperluan lainnya dari Sungai Martapura dan anak sungainya. Bahkan, lubang itu juga digunakan untuk memandikan anak dan memancing ikan. Tapi itu dulu, sekarang?” tanya Prof Lambut.

Tak mengherankan, menurut dia, jika Urang Banjar sangat identik dengan kehidupan sungai. Dia menganalogikan ketika sebutan Orang Martapura itu dikarenakan mereka bermukim di bantaran atau atas Sungai Martapura. “Begitupula, kalau disebut Orang Kapuas, yak arena dia tinggal di atas Sungai Kapuas. Lalu, orang Barito, pasti mereka hidup di atas Sungai Barito. Nah, sebutan Urang Banjar karena itu ditahbiskan hidup di daratan sungai,” tutur pria yang menggeluti pendidikan khusus humaniora di East-West Center Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat ini.

Namun, Prof Lambut mengaku miris sebutan itu sepertinya tak bisa lagi dipertahankan. Sebab, menurut dia, perlakuan warga Banjarmasin terhadap sungainya sangat jauh berbeda dengan tempo dulu. “Mungkin sekarang sudah berbeda 360 derajat. Niat untuk memelihara sungai itu bagus, tapi sekarang sepertinya sudah jauh dari harapan,” ucapnya.

Makanya, Prof Lambut yang juga dikenal budayawan Banjar dan Dayak ini mengaku sangsi dengan impinan Walikota Banjarmasin Ibnu Sina ingin mengembalikan roh sungai seperti sediakala. “Terlebih lagi mewujudkan Banjarmasin sebagai kota sungai terindah,” katanya.

Dia lagi-lagi melihat perilaku masyarakat di era sekarang yang jauh berbeda dengan menjadikan sungai sebagai kiblat kehidupannya. “Coba lihat sekarang, masyarakat seenaknya buang sampah di sungai. Maaf, saya sering melihat wanita malah membuang pembalut ke sungai. Akibatnya, sungai sekarang banyak ditumbuhi lumut, belum lagi lumpur dan terus mendangkal,” beber sarjana sastra Inggris jebolan Universitas Gadjah Mada (UGM).

Dan, niat Walikota Ibnu Sina untuk mewujudkan kota sungai terindah dinilai Lambut, akan sangat berat. “Kuncinya niat, kalau memang sungguh-sungguh. Mari kita fungsikan kembali Banjarmasin sebagai kota sungai. Ini tentunya membutuhkan waktu lama yang biaya yang sangat besar,” tandasnya.(jejakrekam)

Penulis : Asyikin

Editor   : Didi G Sanusi

Foto     : Didi GS

 

Pencarian populer:https://jejakrekam com/2017/10/27/prof-lambut-sangsi-banjarmasin-kota-sungai-terwujud/

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.