Awas, Jual Beli Kursi di Sekolah Favorit

0

BUKAN rahasia umum kalau sekolah favorit bakal diserbu para orangtua setiap tahun ajaran baru. Mereka ingin buah hatinya bisa mengecap pembelajaran di sekolah favorit.

NAH berdasar Permendikbud Nomor 17 Tahun 2017, telah ditetapkan jumlah kuota peserta didik baru. Hal ini tentu saja bertujuan agar tidak ada ketimpangan, apakah itu di sekolah favorit ataupun non favorit ataupun negeri dan swasta. Namun, pada praktiknya masih banyak sekolah yang menerima siswa melebihi kuota yang sudah ditetapkan.

Ketua Yayasan Pembina Lembaga Pendidikan Dasar dan Menengah (YPLP DM) PGRI Kalsel, H Dahri, justru melihat Dinas Pendidikan terkesan membiarkan ulah nakal dari sekolah favorit yang menerima siswa pada tahun ajaran 2017 ini, melebihi aturan yang mengikat itu. “Sebagai ketua yayasan, saya berharap kepada kepala Dinas Pendidikan kabupaten/ kota dan Provinsi Kalsel memperhatikan hal ini,” kata H Dahri kepada jejakrekam.com di Banjarmasin, Minggu (28/5/2017).

Mantan Ketua PGRI Kalsel ini menjelaskan dalam Permendikbud Nomor 17/2017 tersebut mengatur jumlah peserta didik. Untuk di SMP, menurut dia, dalam 1 kelas paling sedikit 20 dan maksimal 32 orang. Sedangkan level SMA, jumlah siswa dalam 1 kelas paling sedikit 20 dan paling banyak 36 peserta didik. “Untuk peserta didik di SMK dalam 1 kelas minimal 15 dan paling banyak 36 orang,” papar Dahri.

Jadi, menurut mantan anggota DPRD Kalsel asal PKB ini, seharusnya penerimaan peserta didik baru (PPDB) sesuai kuota yang ditetapkan aturan Mendikbud RI. Hal itu juga untuk pemerataan pendidikan dan efisiensi belajar. “Penerimaan di tahun-tahun belakangan secara online banyak bermasalah. Yang urutan bawah malah diterima. Semua berebut dan berjejalan masuk sekolah favorit. Sampai-sampai ruang kelas yang ada tidak cukup sehingga harus memakai ruang lab dan perpustakaan untuk belajar,” kata Dahri

Menjelang bulan Juli 2016 yang merupakan masa PPDB, Dahri mengingatkan agar Dinas Pendidikan dan kepala sekolah menaati aturan itu. Masih menurut dia, sekolah wajib menyediakan ruang belajar yang sesuai per kelas. “Artinya, kelas sudah tersedia. Jangan malah memanfaatkan ruangan lain untuk menampung siswa yang diterima padahal kuotanya sudah penuh. Proses belajar mengajar diyakini juga tidak akan berjalan maksimal karena terlalu banyak siswa dalam 1 kelas yang ditangani hanya satu guru,” tuturnya.

Dahri mengungkapkan membludaknya peminat ke sekolah favorit juga menyebabkan salah satu awal persaingan. Yakni persaingan untuk berebut kursi. Bahkan tidak menutup kemungkinan menjadi ajang jual beli kursi di sekolah yang dituju. Dia menekankan, favoritnya sebuah sekolah tidak menjamin suksesnya para siswa setelah menamatkan studi.  Berdasarkan penelitian, menurut Dahri, sekolah favorit menduduki urutan ke-23 terhadap suksesnya seseorang. “Jika sekolah terus melakukan pelanggaran yakni menerima siswa melebihi kuota, saya akan membawa masalah ini ke Ombudsman RI Perwakilan Kalsel,” pungkas Dahri.(jejakrekam)

Penulis  : Wan Marley

Editor    : Fahriza

Foto      : Blogger Reza Vahlipi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.