Percepatan Serapan Anggaran di Bawah Bayang-Bayang Hukum

0

INSTRUKSI Presiden Joko Widodo yang mendorong percepatan serapan anggaran terkhusus proyek pembangunan, terkadang kontra produktif dengan fakta di lapangan. Mengapa? Kini bayang-bayang bakal terseret pusaran kasus korupsi menghantui para pejabat yang bertalian dengan pengelolaan anggaran.

KETUA Komite Anti Korupsi Indonesia (KAKI) Kalimantan Selatan, Akhmad Husaini mengungkapkan terkadang yang membuat bingung adalah gebrakan dari aparat penegakan hukum di daerah seperti dengan dibentuknya tim khusus tindak pidana korupsi (tipikor) di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalimantan Selatan, serta Tipikor yang ada di Polda Kalsel.

“Memang pada realitasnya, aparat penegak hukum dituntut untuk mencapai target, terkhusus dalam kasus korupsi. Namun, disi lain, pemerintahan Joko Widodo telah membuat aturan seperti adanya aparat pengawa internal pemerintah (APIP). Ini belum lagi, instruksi Presiden Joko Widodo yang menekankan percepatan serapan anggaran pembangunan daerah, dan terakhir lagi lahirnya UU Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi. Hal ini jelas kontradiksi dengan upaya pemberantasan korupsi versus percepatan pembangunan,” beber Husaini kepada jejakrekam.com, di Banjarmasin, Kamis (25/5/2017).

Menurut dia, hal ini belum lagi dengan adanya aturan yang berkelindan dengan upaya percepatan pembangunan, di mana ada klausul yang meminta agar aparat penegak hukum tak boleh langsung melakukan penyelidikan sebelum berkoordinasi dengan APIP.  “Pertanyaan ini jelas akan membingungkan publik, terkhusus para penyedia dan pelaku usaha jasa konstruksi. Itu ketika mereka harus dihadapkan dengan persoalan hukum yang kini menjadi atensi aparat penegak hukum di daerah,” tutur Husaini.

Implikasi yang akan terasa, beber dia, jelas berkaitan dengan kuantitas serapan anggaran yang seharusnya dipacu demi menggerakkan roda perekonomian daerah, yang bersumber dari APBD dan APBN. “Pangkal dari semua ini karena adanya aturan yang tak sinkron antara satu dengan yang lain. Bagaimana mungkin terealisasi targetnya, jika para penyedia dan pelaksana proyek akan ketakutan dengan ancaman hukum yang membayanginya,” ucap Husaini.

Aktivis muda ini menduga mengapa akhirnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) justru lebih banyak mengutamakan operasi tangkap tangan terhadap penyedia dan pelaku usaha yang berbuat lancung atas aturan yang berlaku. “Mari kita amati dan dalami aturan yang berkaitan dengan pengadaan proyek barang dan jasa di pemerintahan, apakah itu Perpres Nomor 70 Tahun 2012, kemudian kehadiran Tim Pengawalan, Pengamanan dan Pembangunan Daerah (TP4D), keberadaan APIP di pemerintah daerah yang kualifikasi diakui lembaga auditor seperti BPKP, lalu kelahiran UU Jasa Konstruksi, apakah semua itu sudah sinkron? Ini yang harus perlu pengkajan lebih mendalam lagi, jangan sampai pembangunan stagnan gara-gara takut terjerat hukum,” pungkasnya.(jejakrekam)

Penulis  : Didi G Sanusi

Editor     : Didi G Sanusi

Foto        : Didi G Sanusi

 

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.