NU Tolak Regulasi Berbau Kemaksiatan di Kota Banjarmasin

0

REVISI peraturan daerah (Perda) Nomor 19 Tahun 2011 tentang Usaha Penyelenggaraan Kegiatan Hiburan dan Rekreasi, sudah diusulkan sejak 6 Juli 2016 lalu di DPRD Kota Banjarmasin. Namun, kini beragam penolakan sudah disuarakan elemen masyarakat, khususnya dari tokoh ormas keislaman.

PENGGODOKAN regulasi baru yang akan memangkas jam tayang tempat hiburan malam (THM) terutama diskotek dan karaoke, disosialisasikan melalui meminta masukan kepada sejumlah tokoh agama di ibukota Provinsi Kalimantan Selatan ini.

Rais Syuriah Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kota Banjarmasin, KH Abdul Gaffar memastikan segala hal atau regulasi yang berbau kemaksiatan patut ditolak. “Kami tak ingin begitu menyetujui sesuatu yang berbau maksiat itu, justru kita turut bertanggungjawab atas keputusan itu. Seperti adanya peredaran minuman keras, dan termasuk tentu saja diskotek,” ucap KH Abdul Gaffar di Banjarmasin, Selasa (21/2/2017).

Menurutnya, suasana kebatinan Banjarmasin yang religius sudah sepatutnya dijaga oleh pengambil kebijakan di Balai Kota. Ia mengakui alasan ada banyak pendapatan asli daerah (PAD) yang didapat dari pajak THM, serta pajak minuman keras selalu jadi alibi pembenar. “Makanya, kami akan mempelajari apa yang menjadi usulan dari Pemkot dan DPRD Kota Banjarmasin. Hal itu semua kita lakukan demi menjaga agar umat ini tak terjerumus dalam kemaksiatan yang justru dilegalisasi,” tutur jebolan sarjana syariah IAIN Antasari Banjarmasin ini.

Gaffar menegaskan sudah sepatutnya fraksi-fraksi yang ada di DPRD Banjarmasin, terkhusus yang membawa aspirasi umat Islam itu benar-benar bersuara lantang, ketika regulasi itu justru membawa mudharat yang lebih besar ketimbang manfaat yang didapat. “Kita berpatokan pada apa yang sudah menjadi pegangan umum umat Islam yakni Alqur’an dan Alhadits. Nah, dari sana kita merujuk sebuah sikap. Sebab, dalam urusan aqidah termasuk hukum-hukum Islam kita harus tegas, bukan malah tawar menawar,” ucap Gaffar.

Menariknya, revisi perda ini dikabarkan terlambat dipicu negosiasi dari pengusaha THM yang ada di Banjarmasin. Hal itu sepertinya tak ditepis Ketua Pansus Revisi Perda THM DPRD Banjarmasin, Andi Effendi yang mengaku molornya revisi perda itu akibat tarik ulur soal pemangkasan jam tayang. Sebelumnya, jam operasional THM terutama diskotek yang menjadi sorotan dimulai pukul 22.00 Wita hingga berakhir pada 02.00 Wita.

Legislator PKB ini berdalih mencari formula yang jitu dalam menyikapi maraknya THM di Banjarmasin sebagai sumber pendapatan pajak daerah. “Makanya, dicari daerah lain yang jadi contoh. Mereka bisa memangkas jam tayang THM, tapi pendapatan pajak daerah tetap tinggi,” tutur Andi.(jejakrekam)

Penulis  : Didi GS/Antara

Foto      : Kabarbisnis.com

 

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.