Demam Film Sexy Killers Menyapa, Potret Buram Industri Batubara

0

DEMAM menonton bareng film Sexy Killer mulai merambah kalangan intelektual kampus, aktivis lingkungan, hingga komunitas urban di Banjarmasin. Film dokumenter garapan Watchdoc pun menjadi tontonan bermutu dalam mengungkap sisi gelap industri tambang batubara dan pembangunan PLTU di Indonesia.

FILM yang dihasilkan dua jurnalis Dandy Dwi Laksono dan Ucok Suparta, setahun mengelilingi Indonesia sejak 1 Januari-Desember 2015. Film Sexy Killers yang rilis jelang Pemilu 2019 ini merupakan film produksi Watchdoc ke-12, lanjutan dari film-film sebelumnya seperti Samin vs Semen (2015), Kala Benoa (2015), The Mahuzes (2015) dan Asimetris (2018).

Sexy Killers menampilkan adanya keterlibatan para pejabat dan purnawirawan di sektor pertambangan batu ara dan perkebunan kelapa sawit. Mereka terlibat secara aktif sebagai direksi, komisaris, pemilik saham dan sebagainya. Keterlibatan para pejabat ini secara tidak langsung menjadi alasan mengapa pemerintah seakan tidak menunjukkan komitmen yang kuat.

BACA : Setahun Keruk Batubara Senilai Rp 200 Triliun, Kalsel Disebut Dijatahi 5 Persen Saja

Pemutaran film ini pun secara bergantian hadir di berbagai tempat di Banjarmasin, di kampus Universitas Lambung Mangkurat (ULM), UIN Antasari, hingga ke café-café yang ada di ibukota Provinsi Kalimantan Selatan.

Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalimantan Selatan, Kisworo Dwi Cahyono menanggapi kehadiran Sexy Killers membuka mata kita bahwa industri tambang batu bara memang lebih membawa dampak buruk kepada masyarakat.

Di Kalsel, ia menyinggung soal maraknya pertambangan dan industri kelapa sawit, khususnya di areal Pegunungan Meratus. Sesuai data, Walhi Kalsel mencatat dua industri skala besar tersebut sudah merambah setengah lahan wilayah provinsi seluas 37.530,52 km².

Kata Kisworo, setengah wilayah Kalsel yang sudah rusak ini tentu menjadi masalah jika seluruh elite politik juga masuk dalam oligarki tambang batubara.

“Artinya, alih-alih mendapatkan peluang, masyarakat Kalsel justru cuma memperoleh ancaman kerusakan lingkungan hidup jika penguasa,” ucap Cak Kiss, sapaan akrab aktivis lingkungan berambut gondrong ini.

BACA JUGA : Gaungkan Gerakan Bersihkan Indonesia, Walhi Minta Stop Tambang Batubara

Dia berharap gerakan massa harus menggaungkan lagi bentuk perlawanan dalam #SaveMeratus ini. Cak Kiss membandingkan apa yang dilakukan di Kalsel ini belum ada apa-apanya dibanding gerakan Bali Tolak Reklamasi yang memiliki suara lantang. “Kita juga harus begitu,” ujar Kisworo.

Apalagi, bisnis pertambangan batubara memang selalu bikin ‘silau’ mata para pengusaha. Namun, tidak untuk masyarakat yang terdampak. Alih-alih dapat untung, warga sekitar justru banyak merugi.

Potret muram inilah yang coba digambarkan rumah produksi Watchdoc dalam film dokumenter terbarunya berjudul Sexy Killers. Pada Jum’at (12/4/2019) dan Sabtu (13/4/2019) malam, film besutan jurnalis Dandhy Dwi Laksoso dan Suparta ini ramai-ramai diputar di beragam titik di Kota Banjarmasin.

Dalam film Sexy Killers, Dandhy Cs mencoba menghubungkan bagaimana para elit politik Indonesia saling bekerjasama dalam bisnis pertambangan batu bara. Serta bagaimana seharusnya masyarakat Indonesia mencari energi terbarukan seperti penggunaan solar cell system.

BACA LAGI : Koalisi Masyarakat Sipil Desak HST Dikeluarkan dari Konsesi Tambang

Salah satu lembaga yang menggelar agenda nonbar ini adalah Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) ULM. Bahkan, Sekjen BEM ULM, Ahdiat Zairullah mengatakan film ini sangat menggugah perasaan kita tentang pentingnya menjaga lingkungan, khususnya di Kalinantan Selatan.

Selain itu, ia juga menambahkan Sexy Killers imenguak berbagai fakta menarik tentang orang orang besar  yang punya saham di perusahan pertambangan.

“Miris melihat hal itu. Tapi, itulah faktanya, harapannya kedepannya setelah kita menonton film itu kita bersama kawan-kawan mahasiswa mampu merapatkan barisan memupuk semangat kita untuk menyelamatkan lingkungan kita yang diusik oleh tangan-tangan yg tak bertanggung jawab, mengingat Kalimantan Selatan juga sedang darurat ekologis,” ujarnya.

BACA JUGA : Tambang Batubara Era Merdeka Lebih Buruk Dibanding Kolonial Belanda

Selain di Sekretariat BEM ULM, agenda nonbar juga digelar di Bengkel Lukis Sholihin Taman Budaya Kalsel serta Gedung Olahraga Seni (GOS) UIN Antasari.

Sementara itu, Koordinator Komunitas Kampung Kita (Kaki) Banjarmasin Muhammad Syahreza mengatakan melalui film dokumenter Sexy Killers itu bisa membuka mata kaum urban yang selama ini menikmati aliran listrik dari PLTU penuh konflik dan intrik dalam mendapatkan bahan bakunya berupa batubara.

“Dengan film dokumenter berkelas seperti Sexy Killers ini, bisa membuka wawasan dan pandangan kita bahwa tidak sepenuhnya kebijakan penyelamatan lingkungan itu jadi isu utama di Indonesia,” tutur Syahreza.

BACA JUGA : Terlarang di Era Belanda, Kini Pegunungan Meratus Terkepung Tambang

Dia mencontohkan ketika perizinan stockpile ada di kawasan Pelambuan, Banjarmasin, justru seiring itu pula tingginya angka penderita ISPA. Meski saat ini tak ada lagi stockpile di kawasan itu, Syahreza menguraikan berbagai hasil riset yang menunjukkan jika kondisi udara di kawasan itu terbilang tak sehat bagi makhluk hidup, khususnya manusia.

Ditambahkan Kisworo Dwi Cahyono. Direktur Eksekutif Walhi Kalsel ini mengungkapkan berdasar hasil penelitian dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) justru potensi energi terbarukan di Kalimantan Selatan, khususnya di kawasan Pegunungan Meratus sangat tinggi, tanpa harus merusak lingkungan dengan mengerut isi perutnya.

BACA LAGI : Dampak Terburuk Tambang Batubara, Perempuan Makin Termarjinalkan

“Tenaga listrik dari hydro atau air terjun di Kalsel bisa dimanfaatkan jadi energi, tanpa harus bergantung pada batubara. Bahkan, para peneliti LIPI pun sudah membuatkan desain ramah lingkungan yang bisa dipakai warga Dayak Meratus sebagai penerangan,” tutur Kisworo.

Menurut dia, di Kalsel sendiri sangat kaya dengan sumber energi, bukan hanya batubara yang penuh konflik dan intrik, seperti angin, ombak, sinar matahari dan lainnya bisa digali dan dimanfaatkan maksimal.

“Dalam film Sexy Killers ini sudah membuktikan pertambangan batubara dan pembangunan PLTU itu terlalu memakan ongkos sosial yang tinggi. Tak hanya ekonomi, tapi juga ancaman bagi keberlangsungan anak cucu,” tandasnya.(jejakrekam)

Penulis Siti Nurdianti
Editor Didi GS

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.