Melanggar Kode Etik, Superiadi Diberhentikan sebagai Ketua Panwascam Alalak

0

DEWAN Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap kepada Superiadi selaku Ketua Panwaslu Kecamatan Alalak.

PUTUSAN itu dibacakan majelis sidang kode etik penyelenggara Pemilu, yang dipimpin Ida Budhiati dengan anggota Teguh Prasetyo, Alfitra Salam, dan Fritz Edward Siregar.

Seperti diketahui, pada Agustus 2018 lalu, Ketua Panwaslu Kecamatan Alalak Superiadi yang meminta dana kepada anggota DPR, DPD, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten untuk keperluan melantik sekaligus bimbingan teknis (bimtek) pengawas pemilu desa (PPD) se-Kecamatan Alalak. Hal ini dinilai melanggar kode etik penyelenggara Pemilu.

Dalam surat berkop Bawaslu dan bernomor 054/Panwasl/ALK/VIII/2018, ditujukan kepada para calon anggota DPRD Batola. Dalam suratnya, Superiadi mengutarakan alasan ketiadaan dana, sehingga membutuhkan bantuan dana bagi suksesnya Pemilu 2019 di Kecamatan Alalak kepada para calon. Besarnya dana mencapai Rp 68 juta. Dana itu untuk administrasi, sewa gedung, deklarasi, sewa soundsystem (organ tunggal), konsumsi dan pembuatan baju seragam.

BACA : Minta Dana ke Calon Anggota DPRD, Panwaslu Alalak Terancam Sanksi Tegas

Ketua Bawaslu Batola Rahmatullah Amin membenarkan putusan DKPP itu. Bawaslu Batola telah menerima surat langgilan sidang untuk menghadap majelis sidang DKPP guna mendengarkan pembacaan putusan perkara kasus Panwascam Alalak pada Rabu (21/11/2018).

“Kami berharap tidak terjadi hal yang sama kepada semua Panwascam. Kejadian ini sebagai pembelajaran yang sangat berharga buat kami selaku penyelenggara Pemilu, khususnya Bawaslu Kabupaten, Panwascam, Pengawasan Pemilu Desa/Kelurahan, dan nantinya oengawas TPS yang diberi kepercayaan melaksanakan pengawasan Pemilu untuk selalu menjaga integritas, dan betul-betul menjalankan amanah, menegakkan keadilan Pemilu,” tuturnya.

Ia menegaskan tidak akan segan-segan memberikan tindakan tegas apabila masih ada perilaku etika pengawas Pemilu, baik di tingkat kecamatan, pengawas Pemilu tingkat desa atau kelurahan dan pengawas TPS, yang melakukan hal yang sama seperti kasus di Panwascam Alalak.

“Yang bersangkutan bertindak sebagai perilaku perseorangan yang mengatasnamakan nama lembaga pengawas Pemilu, dan bukan melakukan bersama-sama Panwascam Alalak lainnya. Dua anggota Panwascam Alalak lainnya, yakni Karina dan Arifin tidak terlibat sama sekali dalam kasus ini,” pungkasnya.(jejakrekam)

Penulis Asyikin
Editor Andi Oktaviani

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.