GMNI Desak Pemerintah Terapkan UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

1

PRIHATIN terhadap nasib petani, misalnya lahan pertanian yang dicaplok korporat, puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) menggelar aksi teaterikal dan beraudiensi dengan anggota DPRD Kalsel, Senin (24/9/2018).

AKSI damai dan simpatik kalangan mahasiswa dalam rangka Hari Tani Nasional Tahun 2018 ini, memperagakan seorang petani dipaksa untuk menjual lahan pertaniannya. Petani menolak, tetapi perusahaan dengan congkaknya datang kembali bersama pengawalnya. Karena tetap menolak, si petani dipukuli sampai tergeletak di tanah sambil dilaksa menandatangani surat pernyataan penjualan lahannya.

Tak kuasa melawan, petani akhirnya menandatangani surat pernyataan jual beli lahan. Petani sempat mencoba meminta kembali lahannya, tapi tidak bisa karena sudah ada surat perjanjian jual beli. Petani akhirnya hanya bisa pasrah merenungi nasib.

Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) GMNI Kalsel Riswan Setiadi menilai aksi yang dilakukan pihaknya lebih efektif dalam menyampaikan aspirasi kepada wakil rakyat dan pihak terkait lainnya.

“Aksi teaterikal dan audiensi ini lebih efektif untuk saat ini, tapi ke depan belum tentu. Kalau aspirasi ini tidak disampaikan ke pemerintah pusat, kami akan gelar akai demonstrasi,” ujarnya.

Aksi ini, menurutnya, juga sebagai cara untuk memberikan edukasi dan menghilangkan anggapan yang kurang baik dalam setiap aksi unjuk rasa yang dilakukan mahasiswa.

“Bukan tidak berani demonstrasi. Audiensi dan teaterikal ingin mengedukasi dan menghilangkan stigma negatif pergerakan mahasiswa,” tegasnyanya.

Usai menggelar aksi teaterikal, GMNI Kalsel bertemu kalangan DPRD Kalsel. GMNI mengajukan tujuh tuntutan.

Pertama, mendesak pemerintah Indonesia untuk menerapkan kembali UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Kedua, mendesak pemerintah untuk segera menyelesaikan konflik-konflik agraria di seluruh Indonesia.

Ketiga, mendesak pemerintah untuk segera membentuk lembaga independen pelaksana reforma agraria dan penyelesaian Konflik agraria. Keempat, mendesak Pemprov Kalsel menjalankan tugas dan fungsi sesuai amanat Perda Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Tanaman Pangan Berkelanjutan serta menjamin tersedianya lahan pertanian di Kalsel.

Kelima, mendesak Pemprov Kalsel menjalankan tugas dan fungsi sesuai amanat Perda Nomor 5 Tahun 2014 dan Pergub Kalsel Nomor 35 Tahun 2015 tentang Fasilitasi Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan.

Keenam, membentuk badan pelaksana reforma agraria dan penyelesaian konflik agraria di Kalsel. Ketujuh, melakukan pendampingan, pendidikan, pelatihan, serta bantuan subsidi dalam rangka meningkatkan kompetensi petani di Kalsel dalam menjaga produktifitas pertanian serta meningkatkan taraf hidup petani.

Sekretaris Komisi II DPRD Kalsel Imam Suprastowo mengatakan, langkah konkret yang akan dilaksanakan dalam waktu dekat adalah memanggil perusahaan yang sedang bersengketa. “Kalau tidak selesai juga akan kita coba serahkan kepada Ombudsman,” ujarnya.

Sementara desakan untuk membentuk lembaga yang bisa membantu penyelesaian konflik agraria, menurut politisi PDIP ini, bukan kewenangan daerah melainkan harus dari pemerintah pusat.(jejakrekam)

Penulis Ipik Gandamana
Editor Andi Oktaviani

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.