Menjadikan KPK Sebagai Subjek Hak Angket DPR

0

MENEMPATKAN Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai subjek hak angket adalah bentuk pelanggaran terhadap pelaksanaan suatu Undang-Undang, khususnya Pasal 79 ayat (3) UU MD3.

MENANGGAPI pernyataan seorang pakar hukum tata negara Prof DR Yusriel Ihza Mahendra saat memberikan keterangan dalam forum Pansus Angket KPK di DPR RI yang menyatakan bahwa KPK berada dalam ranah eksekutif oleh karenanya hak angket KPK tidak salah sasaran.

Namun, saya beranggapan hal itu ada ketidakcermatan dalam membaca pasal yang mengatur tentang Hak Angket DPR. Sebab, dalam Pasal 79 ayat (3) UU MD3 menyatakan bahwa “Hak angket sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan”.

Nah, jika kita hanya membaca ketentuan dalam Pasal 79 ayat  (3) itu memang akan menimbulkan penafsiran yang berbeda, beda khususnya terhadap frasa “pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan pemerintah” oleh karenanya pada bagian penjelasan dijelaskan bahwa :”Pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan pemerintah dapat berupa kebijakan yang dilaksanakan sendiri oleh Presiden, Wakil Presiden, menteri negara, Panglima TNI, Kapolri, Jaksa Agung, atau pimpinan lembaga pemerintaham non kementerian”

Dalam penjelasan tersebut ada beberapa hal yang harus dicermati, yakni:

1. Penjelasan tersebut bersifat limitatif, artinya tidak bisa ditambahkan tanpa merubah penjelasan dari Pasal 79 ayat (3) tersebut, dan kita dapat melihat bahwa KPK tidak disebutkan dalam penjelasan tersebut. Artinya KPK bukan subjek dari hak angket yang dimiliki oleh DPR.
2. Subjek dari pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan pemerintah adalah terhadap individu bukan lembaga, artinya pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan yang dikeluarkan oleh Presiden, Wapres sebagai pimpinan lembaga eksekutif, Menteri negara sebagai pimpinan tertinggi kementerian, Panglima TNI sebagai pimpinan tertinggi lembaga TNI, Kapolri sebagai pimpinan tertinggi Polri, Jaksa Agung sebagai pimpinan tertinggi kejaksaan, atau pimpinan lembaga pemerintah non kementerian.
3. Subjek dari pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan pemerintah diberikan pilihan limitatif yaitu selain Presiden, Wakil Presiden, menteri negara, Panglima TNI, Kapolri, Jaksa Agung adalah: “Pimpinan lembaga pemerintah non kementerian”, dan dan KPK bukanlah lembaga pemerintah non kementerian, bisa dicek diwebsite kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemen PAN&RB).

Sehingga, apabila DPR tetap memaksakan menggunakan hak angket untuk KPK maka sebenarnya DPR telah melakukan pelanggaran terhadap suatu undang-undang yakni Pasal 79 ayat (3) UU MD3. Karena telah menambahkan KPK sebagai subjek dari hak angket tanpa melakukan perubahan UU MD3.(jejakrekam)

Penulis : Victor Santoso Tandiasa, S.H., M.H

Praktisi Hukum dan Konstitusi
Kuasa Pemohon JR Pasal 79 ayat (3) UU MD3

Foto     : Radarbangsa.com

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.