Wartawan Senior Yang Tak Henti Belajar Jurnalistik

0

(Obituari Didi Gunawan, Pemred Jejakrekam.com)
Oleh: Nasrullah, Antropolog ULM

KATA ‘senior’ kadang menjadi tidak sejodoh jika dikaitkan dengan kata “belajar” secara praktik. Namun oleh Bang Didi Gunawan, dua kata tersebut adalah paralel terutama di dunia kewartawanan. Sayangnya, istilah wartawan senior tidak ditemukan dalam stratifikasi kompetensi wartawan versi Dewan Pers, kecuali wartawan utama sebagai puncak tertinggi kompetensi dan Bang Didi Gunawan termasuk dari 66 wartawan di Kalimantan Selatan menyandang status tersebut.

SEKALIPUN demikian, Bang Didi Gunawan seakan merasakan bahwa belajar jurnalistik tidak ada habisnya. Kata belajar ini tidak hanya didapat di bangku kuliah, melainkan dalam diskusi hingga membaca buku (otodidak) dengan mempelajari media on line.

Media On-Line

Suatu hari ketika kami duduk di warung, Bang Didi Gunawan memperlihatkan sebuah buku tentang jurnalistik media on-line. Saya mengamati isi buku itu sembari mematuhi petunjuk “don’t judge by the cover” menyampaikan peruntukan buku tersebut cocok untuk pemula saja. Bang Didi Gunawan pun mengiyakan, sehingga ia berfikir mencari literatur yang lebih relevan.

Perhatiannya untuk mempelajari media on line, sekalipun sudah bertahun-tahun menekuninya di Jejakrekam.com tidak membuatnya berpuas hati begitu saja. Ia menyatakan bahwa berpindahnya wartawan dari media cetak ke media on line tidak sekedar mempublikasi berita di laman media. “Awalnya saya menduga setelah pindah ke media on-line, lalu tinggal memposting berita saja. Ternyata masih jauh lagi yang mesti dilakukan” terang Bang Didi Gunawan.

Bang Didi Gunawan agaknya menyadari ada berbagai perubahan yang terjadi ketika menangani media on-line, antara lain judul menjadi lebih panjang. Namun ada hal-hal tertentu yang dihindari, sebab media on-line mesti melihat aspek clickbait agar mendapatkan posisi pencarian teratas apalagi jika dibanding media on-line kompetitor ketika menayangkan suatu berita dengan kasus atau tema yang sama. Namun media on-line harus bersiasat antara kualitas berita dengan perolehan clickbait.

Baginya pencarian berita Jejakrekam.com acapkali mampu berada pada urutan tertinggi. Hasilnya adalah beberapa kali berita Jejakrekam.com dibaca hingga ribuan kali dan juga menjadi referensi kedutaan besar asing sebagai acuan sumber pemberitaan yang mengangkat isu lokal. Hal ini diketahui oleh Bang Didi Gunawan setelah ia belajar dari salah satu ahli IT media on-line.
Dengan demikian, selama saya mengenal Bang Didi Gunawan bahkan keakraban kami terutama sejak berdirinya Jejakrekam.com, ia tidak hanya menjalankan kewajiban sebagai pemimpin redaksi dengan menerbitkan berita berkualitas. Ia juga berusaha mempertahankan eksistensi Jejakrekam.com tetapi dan meningkatkan kemampuan media di tengah begitu banyaknya media on line yang patah tumbuh dan hilang berganti di Kalimantan Selatan.

Media Cetak

Bang Didi Gunawan mengundang saya menjadi pemantik dalam diskusi bulanan Aliansi Jurnalistik Independen (AJI) Balikpapan biro Banjarmasin terkait media cetak di Eropa pada Sabtu (27/1/2024). Singkat cerita, saya memaparkan media cetak yang masih bertahan di Eropa dengan berbagai penyebab selain tradisi literasi lebih tinggi dari Indonesia.

Saya membawa fisik koran cetak yang terbit di kota Wina sebagai bukti masih eksisnya media cetak. Diskusi dengan wartawan terkait profesi mereka telah menimbulkan beberapa hal tak terduga. Misalnya, eksistensi media cetak di Eropa karena sejalan dengan masih berfungsinya transportasi publik seperti tram, kereta, bus yang terdapat banyak stasiun pemberhentian dari beberapa jalur. Di stasiun itulah lapak penjualan surat kabar, majalah, buku tetap eksis.

Rekan wartawan lain membayangkan jika penerbit mencetak koran sebagaimana jumlah halaman dan kualitas sebagaimana di Wina, maka dalam beberapa bulan ke depan media cetak tersebut akan menyatakan diri bangkrut.

Terlepas dari isi diskusi tersebut, diskusi itu sendiri sebgai agenda bulanan Aliansi Jurnalistik Independen (AJI) Balikpapan biro Banjarmasin agaknya menunjukkan kuatnya minat belajar Bang Didi Gunawan melalui institusi kewartawanan.

Berpulang dalam Terang

Kuatnya minat belajar Bang Didi Gunawan merupakan tradisi intelektual wartawan mumpuni yang mesti diwariskan. Saat terbaring di rumah sakit, Bang Didi Gunawan sempat meminta maaf terhadap karena belum menuliskan kata pengantar pada sebuah rencana penerbitan buku. Di lain waktu, dalam percakapan singkat melalui telepon kami sekitar 1 menit pada 18 Maret 2024 menunjukkan keinginan kuatnya untuk terus menulis. “Ini harus berlanjut, Nas” katanya dengan tekad kuat padahal dengan kondisi fisik yang masih lemah.

Sekitar tiga minggu kemudian, tepatnya 12 April 2024 beberapa hari setelah lebaran Idul Fitri , atas insiatif Iman Satria, wartawan dan fotografer Jejakrekam.com, saya berkesempatan menatap dan bercakap dengan Bang Didi Gunawan melalui video call. Dari masjid Al Muttaqin Kayu Tanam Kabupaten Padang Pariaman Sumatera Barat, saya mendoakan kesembuhan Bang Didi Gunawan. Mungkin dengan latar belakang bangunan masjid, saya mengenakan peci karena usai shalat magrib, ia tersenyum dan terpancar kebahagiaan di matanya. Saya merasa ada secercah harapan kesembuhan dari sorot matanya itu.

Namun takdir berkata lain, Bang Didi Gunawan orang yang saya kenal sangat baik, berpulang di hari yang baik pada Jumat 19 April 2024. Semoga setiap kata yang ditulisnya menjadi kalimat, setiap paragrap yang disusunnya menjadi berita yang hak bukan hoaks menjadi amal jariyah baginya.

Sepanjang hayat, dia mengabdikan diri sebagai jurnalis dan terus belajar untuk menerangi pembaca dengan cahaya kebenaran berita. Oleh karena itulah, Bang Didi Gunawan yang melalui sorot matanya seolah mengisyaratkan dia menempuh jalan pulang dengan menelusuri cahaya terang benderang.

Alfatihah untuk Didi Gunawan bin H Sanusi

Tepi Sungai Kuranji, Kota Padang, 23 April 2024

Penulis Nasrullah
Editor Ahmad Riyadi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.