‘DIG’, Tokoh Jurnalis Yang Selalu Buat Dag-Dig-Dug Penguasa

0

IN Memorial Alm Bang Didi Gunawan Sanusi, Pimred Media jejakrekam.com

Oleh : Dr H Subhan Syarief

KEMARIN, Jumat, 26 April 2024 sudah 7 hari alm bang Didi Gunawan meninggalkan kami. Ya, setelah kurang lebih 2 bulan keluar masuk rumah sakit untuk dirawat. Jumat, tanggal 19 April 2024 jurnalis idealis ini akhirnya tak bisa bertahan.

SAAT ini begitu banyak hal yang kami berbincang kan tentang bang Didi, tentang perjuangan beliau. Perjuangan membela kepentingan publik melawan kekuasaan ; perjuangan mempertahankan idealisme dan independensi jurnalistik ditengah era duit menjadi “kekuatan utama” sehingga dapat mengatur segalanya.

BACA JUGA: Wartawan Senior Yang Tak Henti Belajar Jurnalistik

Ya, bahkan diujung akhir hidupnya pun bang Didi atau DIG ini pun sempat berpesan kepadaku agar rekrutkan pendampingnya yang direkomendasikannya untuk memperkuat media JR adalah dari orang yang masih punya idealisme dan integritas. Itulah bang Didi, sampai akhir hayat pun yang dia pikirkan adalah hanya hal idealisme dalam kerja jurnalistik.

Aku kenal bang DIG (inisial yang dituliskannya setiap akhir tulisan) alias Didi Gunawan Sanusi, sekitar kisaran 2000 atau 2002, sudah lama, lebih dari 20 tahun, ketika itu usia bang Didi relatif masih muda, sangat semangat, energik dengan idealisme yang kuat, usia kisaran 24-25 tahun.

Waktu itu dia aktif menjadi wartawan muda di media Radar Banjar, Koran terkenal milik Group Jawa Pos. Saat itu berbagai topik dia minta aku jadi narasumber, mulai dari hal calap (banjir), kumuh, macet, penjagalan sungai,  hal tata kota, dan yang paling heboh adalah ketika kami ungkap polemik kasus pasar Sentra Antasari, yang waktu itu ku-analisiskan sebagai “investasi akal-akalan”, kemudian proyek B-Park yang mengurug sungai, kujajing mall yang akan di bangun di tengah jalan, lanjut hal pelepasan aset dan dana siluman.

BACA JUGA: Didi Gunawan ‘Wartawan Sepenuh Hati’

Ya, dari sinilah kemudian kami semakin erat, intens ber komunikasi, saling tukar pikiran yg ujungnya tercipta kesamaan sudut pandang, dan bahkan puncaknya kami bersama beberapa jurnalis muda lainnya, bang Afdi (Barito Post), Bang Rasidi (Smart FM/sekarang di TVRI Kalsel) dan dengan didukung beberapa mahasiswa dari Fisip Unlam, adik kelasnya bang Didi Gunawan ketika kuliah; kemudian membuat organisasi namanya For-Kota (Forum Rembuk Kota).

Dari For-Kota inilah kemudian kami agendakan berbagai kegiatan mengkritisi kebijakan pembangunan di kota Banjarmasin dan Kalimantan Selatan. Kegiatan menelusuri berbagai sungai di Kota Banjarmasin, masuk ke-sungai Pekapuran sampai tembus ke sungai Kelayan yang ketika itu masih bisa di masuki klotok besar. Membuat dialog dan diskusi rutin, bahkan kamipun buat pilot project majalah KOTA-KOTA yang sampai di terbitkan di Kalteng, Kota Sampit. Ya, majalah KOTA-KOTA ini sempat diterbitkan sebanyak 4 kali, dan dari sinilah akhirnya menjadi cikal bakal ‘ilham’ yang memperkuat terlahirnya Media Online Jejak Rekam.

Bang Didi jugalah yang kemudian meminta aku untuk lebih aktif menulis di media, dia anggap berbagai pikiranku akan lebih bisa lengkap bila di utarakan melalui tulisan. Diajari aku cara menulis yang baik, dengan penempatan titik, koma, dan tata bahasa, dari sini akhirnya akupun menjadi terdorong dan bersemangat.

BACA JUGA: Resmi Disahkan, Koordinator AJI Balikpapan Biro Banjarmasin Dipegang Didi Gunawan

Ya, tulisan ku dulu yang tak banyak mengikuti aturan tata tulis yang setiap kukirimkan ke medianya bang Didi selalu di benahi nya, akhirnya semakin membaik. Aku masih ingat ajaran penting nya dalam mekanisme dasar menulis. Dia katakan : “Bang…, menulis itu dasarnya sama dengan pian bicara menjelaskan tentang satu masalah, bila pian mengambil nafas karena yang pian jelaskan belum tuntas  maka dalam menulis haruslah pian beri tanda koma, kemudian pian lanjutan sampai habis masalah yang pian akan jelaskan dan di tutup dengan titik…..”.

Ini pelajaran sederhana yang jujur ujungnya cukup bermanfaat bagiku.

Screenshot Aksi Unjuk Rasa di Instagram
Screenshot Aksi Unjuk Rasa di Instagram

Tulisanku yang dulu tak mengenal penempatan titik ataupun koma akhirnya begitu kuterapkan, menurut bang  Didi menjadi lebih tertata dan mudah di pahami pembaca.

Selanjutnya didorongnya aku membuat buku tentang kota Banjarmasin, berbagai tulisan lamaku yang telah diterbitkan di berbagai media cetak di Kalsel di minta bang Didi untuk dikumpulkan dan dijadikan buku, dan bang Didi lah yang menjadi editornya, akhirnya di tahun 2015 dirilislah buku yang berjudul “Jika Aku Jadi Wali(nya) Kota,  Gagasan Sederhana Menata Kota Banjarmasin”.

BACA JUGA: Kabar Duka, Pemimpin Redaksi Jejakrekam.com Wafat

Perjalanan bang Didi dalam bidang jurnalistik memang penuh tantangan, mulai di Radar Banjar, Sinar Kalimantan, Media Kalimantan. Tak jarang dia berani bersikap untuk resign karena tak sejalan dengan manajemen, ini karena tak mau menutup kasus yang dianggapnya merugikan kepentingan publik.

Model olahan berita bergaya investigasi adalah skillnya bang Didi. Dia memiliki kepiawaian mengolah, mengulas dan membuat berita yang runtut, dalam dan tajam, dengan selalu dilengkapi data yang valid yang sulit untuk dibantah oleh pihak yang diberitakan.

Setiap ada kasus atau topik yang mau diangkatnya, langkah awal yang khas dilakukannya adalah mulai dari menyusun fakta, mengumpulkan data yang diperlukan terkait kasus tersebut. Setelah itu dia akan memetakan dan memilih narasumber-narasumber yang punya latar keilmuan terkait kasus. Pilihan narsum yang punya karakter dengan idealisme kuat, bahkan yang berani, keras dan tegas dalam memberikan pandangan pilihan utama bang Didi untuk di tampilkan dalam berita.

Bang Didi juga sangat piawai dalam memainkan ritme berita. Dia tak mau berita dikasus yang diangkatnya tersebut hanya berhenti tak ada kesimpulan. Bagi bang Didi setiap masalah atau kasus  harus ada titik klimaks yang ujungnya wajib membuat publik pembaca paham bahwa ada yang tak beres atau bermasalah ketika sebuah kasus tersebut diangkatnya.

Hal yang juga luar biasa adalah dalam membuat judul. Judul yang dibuat bang Didi selalu akan menimbulkan daya tarik. Bahkan membuat pembaca menjadi heboh, dan tak jarang narasumber pun ikut ‘merinding’. Pernah satu pengalaman ketika aku membuat analis untuk mementahkan alibi dari salah satu pejabat ketika melakukan ‘pembelaan’ terhadap kebijakannya mengurug bantaran sungai sampai masuk kedalam badan sungai. Dari hasil analis tersebut kemudian bang Didi membuat judul yang sangat bombastis, judulnya “Ketua………., tak gunakan logika”,  ketika itu judul berita di cetak dalam huruf yang cukup besar, dan menjadi headline.

BACA JUGA: Didi Gunawan ‘Wartawan Sepenuh Hati’

Jujur, aku pun awalnya merasa ketar-ketir, tapi bang Didi kemudian jelaskan mekanisme jurnalistik yang akhirnya membuat aku paham dan merasa tak masalah. Ya, akhirnya setiap bang Didi minta aku jadi narasumber maka cukup kubuatkan point-point pentingnya saja yang kemudian dikembangkan dengan data yang dimilikinya sehingga jadilah berita yg runtut dan jelas, berikut judul yang ‘bombastis’. Bahkan tak jarang hasil pandanganku dalam diskusi di group WA yang bang Didi juga jadi anggotanya akan dia kutip dan dijadikan berita di medianya.

Bicara idealisme, maka bang Didi lah jurnalis Kalsel yang sangat kuat mempertahankan hal tersebut. Bagi dia pemberitaan adalah alat perjuangan untuk kebaikan, untuk memperjuangkan kepentingan masyarakat, dan tentu untuk bagian dari ibadah. Keyakinan dia inilah yang akhirnya membuatnya dianggap terlalu ngotot, terlalu keras, tak bisa kompromi. Banyak “musuh”, terkhusus para pejabat dan pengusaha yang diduga “bermain-main” dengan anggaran APBN/APBD yang diberitakannya. Dari hal tersebut tak jarang bang Didi dipanggil pimpinannya untuk di “arah”kan bahkan di “tekan”, dan ujungnya diapun terpaksa “resign” dari media terkenal di Kalsel dan di Indonesia akibat dia tak mau memenuhi keinginan menutup kasus yang sedang diangkatnya. Setiap pemberitaan bang Didi atau DIG ini hampir dipastikan akan membuat heboh Kalimantan Selatan. Salah satunya dialah dulu yang mengangkat berita kasus pengurugan sungai Martapura akibat pembangunan proyek B-Park, sehingga ujungnya proyek tersebut ditolak dan tak diijinkan oleh Menteri Lingkungan Hidup untuk dilanjutkan. Ya, banyak kasus yang diangkat kepermukaan oleh bang Didi yang kemudian menjadi viral dan diikuti oleh media lain. Bang Didi adalah rujukan berita besar di era itu.

Ya…, ujungnya di setiap bang Didi mulai mengulas sebuah kasus dipastikan akan membuat “dag-dig-dug” jantung pejabat, anggota DPR, pengusaha, aparat, ataupun pihak yang terkait dengan kasus tersebut. Yang “bermain kotor” pastilah akan merasa resah gelisah. Karena bila bang Didi mulai memuat di pemberitaan bisa diartikan data dan fakta penunjangnya sudah lengkap dan terukur. Mereka yang terkait akan kuatir dan was-was bahwa berita yang di ungkapkan bang Didi akan berujung masalah. Masalah yang tentu untuk menutupnya perlu dukungan dana serta dukungan atau kerjasama dengan pihak kuat di institusi lembaga hukum.

BACA JUGA: Didi Gunawan ‘Wartawan Sepenuh Hati’

Akan tetapi itu cerita lama, sekarang semua sudah serba di kondisikan. Dan jurnalis model seperti bang Didi ini sudah tak banyak lagi, bahkan mungkin untuk tingkat lokal sudah tak ada lagi ditemukan. Memang “mutiara” yang terbaik itu tak banyak dan perlu waktu serta perjuangan panjang untuk muncul kepermukaan.

Bang Didi kalau mau jadi jurnalis mapan alias kaya pasti akan bisa. Cukup dengan kompromi atau dia tak muat beritanya saja maka dipastikan kucuran donasi dana dan berbagai fasilitas akan dia dapatkan. Bahkan dulu waktu usianya masih relatif muda, ketika awal dia jadi jurnalis. Ketika dia mengungkapkan hal kisruh Pasar Tradisional Modern Sentra Antasari,  kasus dana siluman ataupun kasus pelepasan aset di kurun tahun 2002 – 2004 an, sejatinya begitu banyak tawaran yang menggiurkan untuk dia. Bahkan bang Didi pernah ditawarkan untuk diberikan toko di kawasan yang lagi di bangun oleh investor yang pembangunannya bermasalah tersebut. Kuncinya hanya diminta bang Didi tidak lagi mengangkat kasus tersebut. Tapi itulah bang Didi, dia tetap konsisten bahkan dengan diancam dihabisi pun, bang Didi tetap Istiqomah dengan keyakinannya untuk berjuang.

Ya, sepertinya kesedihan atau mungkin “kekalahan” yang kadang diungkapkan bang Didi adalah hanya ketika dia diduga “khianati” oleh  rekan-rekan jurnalis lainnya yang kebetulan sudah hilang idealisme atau keberpihakannya kepada kebenaran dan kepentingan masyarakat. Ya, rekan-rekannya yang karena kebutuhan finansial jadi perpanjangan tangan penguasa ataupun pengusaha untuk mengamankan kepentingannya dan ujungnya cenderung menjauhi dan bahkan tak jarang “memusuhi” bang Didi.

Bang Didi atau DIG tokoh jurnalis idealis ini ujungnya tertiinggal sendirian ketika banyak rekan-rekan jurnalis lainnya menjadi hidup nyaman dan bahkan “mapan” dengan berkompromi ke para penguasa dan pengusaha sehingga menjadi benteng pelindung dan jubir daripada kepentingan mereka para penguasa ataupun pengusaha.

BACA JUGA: Didi Gunawan ‘Wartawan Sepenuh Hati’

Ya, banyak sejatinya banyak yang bisa diceritakan atau di ambil hikmah dari perjalanan alm bang Didi atau DIG ini, tak cukup hanya 1 atau 2 halaman, minimal bila dituliskan bisa menjadi 1 buku. bahkan beberapa rekan aktivis dan akademisi yang hadir di pemakaman mengungkapkan bahwa sulit untuk mencari jurnalis seperti bang Didi, bahkan ada yang menyatakan mungkin perlu waktu 20 tahun lagi baru kita temukan jurnalis seperti alm bang Didi atau DIG ini.

Akhirnya, selamat jalan bang Didi, selamat bertemu dengan sang Maha Pencipta, kami bersaksi bahwa engkau orang baik, engkau termasuk dalam hamba2-Nya yang telah menjalankan tugas untuk menyampaikan kebenaran di muka bumi ini. InsyaAllah kami akan lanjutkan perjuanganmu, perjuangan untuk menjaga dan meneruskan karya terakhirmu, mengembangkan media online jejakrekam.com sebagai alat perjuangan seperti yang dulu kita cita-citakan bersama. (jejakrekam)

Sahabat  dan Komisaris Utama PT Jejak Rekam Bhanuwa, Bjm, 26 April 2024. Suatu ‘Masa’ bersama alm bang DIG (Didi Gunawan Sanusi)

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.