ORANG YANG SIBUK

0

Catatan: Hajriansyah

SEORANG Abid (hamba yang beribadah), selalu dalam gerak ibadahnya yang sungguh-sungguh. Sedangkan Zahid (yang zuhud), tidak ada pengharapan lain tentang akhiratnya kecuali kepada Allah.

ADAPUN hamba yang Shidiq (yang tulus) tidak ada kecondongan dalam bentuk apapun, lahir maupun batin, kepada yang selain Allah. Dengan ketulusan itulah, ia taat dan mengerjakan amal ibadahnya semata-mata karena-Nya.

Orang yang Arif tidak ada baginya daya, kekuatan, ikhtiar, kehendak, gerak dan diam, kecuali semuanya itu dengan-Nya. Sepenuhnya daya, kekuatan, kehendak dan gerak-Nya Yang Mahakuasa.

Dan yang maujud sedemikian ini, tidak merasakan lagi wujud dirinya karena fana dan tenggelam pada-Nya. Ketika engkau sangat dekat dalam keintiman dengan-Nya, kau saksikan Dia Mahameliputi segala sesuatu, dalam hal penciptaan maupun pengetahuan-Nya; maka telah kau sucikan dirimu dengan sendirinya dari syirik khafi. Engkau telah lepas dari yang selain-Nya, termasuk dari dirimu sendiri dan dari pandanganmu bahwa kau yang melakukannya.

Tentu yang demikian tidak mudah. Karenanya, seorang hamba harus segera memulai “perjalanan”nya dan menapaki setiap stasiun rohani yang pasti akan ditemuinya dalam rangka menuju Allah. Ia harus sabar dan tekun dalam kesusahan, serta kepayahan ibadah. Setiap pengenalan Tuhannya membawanya kepada keluasan ilmu dan derajat tingkatan yang makin dekat di sisi-Nya. Tanpa mau memulai, seorang yang baru saja terbuka kesadaran Ketuhanannya, takkan pernah mengerti hakikat sesungguhnya ‘pengetahuan’ ini dan ia akan kembali pada kelalaiannya.

Orang yang sibuk beribadah, hakikatnya untuk dirinya, ia akan dibutakan seterusnya dari pengetahuan ilahiah (makrifah), karena ia merasa cukup dengan “ilmu”nya sendiri yang terbatas itu. Orang yang menyibukkan dirinya dengan Tuhannya, ia memandang dengan penglihatan-Nya segala yang tertutup oleh dinding kainat. Ia sampai kepada makna-makna sebagaimana dikehendaki-Nya.

Apabila telah lenyap nafsu keduniaanmu, hai salik, terbukalah pintu hakikat Ketuhanan (Rabbani) bagimu di dalam hatimu. Pandangan batinmu jadi terang seiring lenyapnya kehendak nafsu, maka tercerahkan engkau tentang Keesaan-Nya, yang semua wujud pada hakikatnya ada karena-Nya. Karena cahaya yang disinarkan pada hatimu, yang memandang eksistensi segala yang maujud. Maka jadi teranglah hakikat (Realitas) segala yang selain-Nya, merupakan wujud Perbuatan (ciptaan)-Nya. Pandangan ini bukan atas kemampuanmu engkau dapatkan, tapi dari anugerah-Nya yang menyelamatkanmu dari kejahilan dan dosa-dosamu.

(Disarikan dari Risalah Fathur Rahman Bisyarhi Risalatil Waliyyir Ruslan, karya Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari)

Hajriansyah,

Ketua Dewan Kesenian Kota Banjarmasin

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.