Didukung Pengamat, Ditolak Pakar Hukum, Pro-Kontra Tiga Periode Masa Jabatan Presiden
ISU penambahan batas masa jabatan presiden menjadi tiga periode turut mencuat seiring bergulirnya wacana amandemen ke-5 UUD 1945. Ide ini sontak mendapat perhatian dari masyarakat, ada yang mendukung, namun tak sedikit yang menolak.
POLEMIK ini juga menyita atensi dari para pemerhati politik, hukum, dan konstitusi. Gelaran diskusi INTEGRITY Constitutional Discussion (ICD) III dihelat Kantor Hukum Indrayana Centre for Government, Constitution and Society (INTEGRITY) Law Firm, memperlihatkan beberapa pendapat para pakar mengenai pro-kontra tiga periode masa jabatan presiden.
M. Qodari, Direktur Eksekutif Indo Barometer yang juga merupakan penggagas komunitas Jokowi-Prabowo 2024 (Jok-Pro) menyatakan penambahan periode masa jabatan presiden merupakan keniscayaan. Dengan syarat Presiden Jokowi berpasangan dengan Prabowo dalam kontestasi Pilpres 2024 nanti.
“Jokowi dan Prabowo adalah sosok yang paling mewakili aspirasi masyarakat. Jika keduanya bergabung maka akan sangat kuat, tidak hanya di parlemen tapi juga di masyarakat. Juga menghapus polarisasi ekstrim yang selama ini terjadi”, ujar Qodari.
Berbanding terbalik dengan M. Qodari. Pakar hukum konstitusi Refly Harun, dengan tegas menolak ide penambahan masa jabatan presiden. Baginya, ide tersebut adalah keliru besar dan akan semakin memperburuk pelaksanaan demokrasi di Indonesia. Refly menyebut solusi perbaikan demokrasi di Indonesia saat ini bukan penambahan masa jabatan, melainkan penghapusan syarat ambang batas dalam mengusung calon presiden dan calon wakil presiden (presidential threshold).
BACA : Amandemen Konstitusi Kelima, DPD RI Sambangi Perguruan Tinggi Seluruh Indonesia
“Diduga kuat ide penambahan atau perpanjangan masa jabatan presiden adalah upaya untuk mengamankan proyek pemindahan ibukota yang nilainya mencapai Rp 500 triliun. Saya mencium bahwa para oligarki akan membeli mayoritas parpol dan melakukan rekayasa politik. Oleh sebab itu, saya dorong agar kita semua melanjutkan perjuangan mendobrak aturan ambang batas ini”, papar Refly yang kini menggeluti channel youtube Refly Harun.
Dari jauh, Prof Tim Lindsey dari Melbourne University turut memberi respon. Ia menegaskan amandemen UUD 1945 yang membatasi masa jabatan presiden adalah pernyataan yang terang-benderang atas transisi politik Indonesia dari rezim otoriter menjadi negara hukum yang demokratis. Lindsey berkata upaya itu untuk merusak pembatasan tersebut berkonsekuensi buruk bagi demokrasi Indonesia.
“Setiap usulan untuk menghapus pembatasan dua periode masa jabatan presiden harus mendapat perhatian besar. Usulan demikian mengancam salah satu hasil reformasi Indonesia yang pertama dan paling penting, dan akan tepat menyerang pada jantung dari sistem demokrasi yang dilahirkan dua dekade lalu,” beber Lindsey.
BACA JUGA : Gelar Aksi di DPRD, BEM se-Kalsel Sampaikan 9 Tuntutan ke Presiden
Selaras dengan Lindsey dan Refly, Dewan Pembina Perludem, Titi Anggraini memandang masa jabatan presiden tiga periode akan membawa kekacauan politik dan krisis demokrasi di Indonesia. “Ketimbang menghabiskan energi bangsa sia-sia untuk mempromosikan wacana presiden tiga periode, yaitu justru menimbulkan kontroversi, spekulasi, dan kontradiksi dengan situasi pandemi Covid-19 yang tengah kita hadapi,”
“Maka lebih baik semua pihak berkonsentrasi memastikan agar Pemilu 2024 bisa terlaksana sesuai jadwal dengan kualitas dan integritas yang makin baik, serta tidak mengulangi patologi elektoral yang terjadi pada Pemilu 2019 lalu,” kata Titi.
BACA JUGA : Ada 6 Bupati-Wabup di Kalsel Berakhir 2023, Pilkada Serentak Digelar 27 November 2024
Diskusi ini ditutup dengan closing statement dari guru besar hukum tata negara yang juga senior partner Integrity Law Firm, Denny Indrayana. Ia menyatakan meski amandemen UUD 1945 merupakan suatu hal yang wajar. Namun, kata Denny, harus didasari dengan alasan (constitutional moment) yang tepat.
“Saat ini, alasan tersebut belum ada. Jika dipaksakan, akan muncul dugaan adanya agenda elitis yang ingin menunggangi amandemen,” pungkasnya.(jejakrekam)