Alsintan Tabalong dan Pembelajaran Sejarah Pertanian Islam

Oleh : Paulina

0

UNTUK mengembangkan dan mengevaluasi alat pertanian di kalimantan selatan, Komisi II DPRD Provinsi Kalsel,  memantau alat mesin pertanian (Alsintan) berupa perontok padi yang dikembangkan industri kecil menengah di Kabupaten Tabalong.

MENURUT Ketua Komisi II DPRD Provinsi Kalsel, Suwardi Sarlan, dengan harga Rp 7,9 juta hingga Rp 8,5 juta, alsintan perontok padi relatif dapat dengan mudah dimiliki para petani secara berkelompok, karena harganya yang masih terbilang ekonomis di kalangan petani.

Dengan adanya alsintan ini diharapkan, agar adannya penambahan industri kecil menengah dalam memproduksi alat mesin pertanian di Tabalong, dan mengupayakan lisensi SNI terhadap alsintan, agar dapat meningkatkan elektabilitas kepada masyarakat.(tvtabalong.com)

Dalam Islam, bidang pertanian mendapat perhatian yang besar. Bahkan  Islam memberikan dorongan ruhiah yang besar untuk bertani atau berladang atau lebih umum menanam bebijian atau pepohonan. Rasulullah saw.bersabda:

“Tidaklah seorang Muslim menanam sebatang pohon (berkebun) atau menanam sebutir biji (bertani), lalu sebagian hasilnyo dimakan oleh burung, manusia atau binatang, melainkan baginya ada pahala sedekah(HR al-Bukhari, Muslim, at-Tirmizi dan Ahmad).

BACA : Petani Karet Kurang Modal, Bank Kalsel Siap Kucurkan KUR Rp 300 Miliar  

Selain dorongan ruhiah, peran negara yang menjalankan politik ekonomi Islam juga amat penting dan berperan besar. Hasilnya, kaum Muslim berhasil meraih kegemilangan di sektor pertanian serta memberikan konstribusi besar bagi kemakmuran dan kesejahteraan umat manusia selama berabad-abad. Semua itu terekam baik dalam sejarah kaum Muslim dan diakui oleh sejarahwan Barat sekalipun.

Kemajuan besar di sektor pertanian itu menunjukkan besarnya peran kebijakan pertanian negara Islam ketika itu. Kebijakan itu dimaksudkan untuk meningkatkan produksi pertanian dan menjamin kelangsungannya.

Umat Islam pun telah mengembangkan teknik pemuliaan tanaman dan hewan yang maju sehingga bisa menghasilkan bibit unggul baik tanaman maupun hewan ternak. Kaum muslim dikenal memiliki kuda-kuda tangguh.

Kaum Muslim juga memiliki pengetahuan yang sangat baik tentang tanah, jenisnya, kandungannya dan karakteristiknya: kelembaban, termasuk cuaca dan iklim serta tanaman apa yang cocok. Mereka juga menguasai teknik pembuatan pupuk dan komposisi penggunaannya.

BACA JUGA : Peremajaan dan Kesehjateraan Petani Karet Harus Diperhatikan

Kemajuan pertanian tidak bisa diraih tanpa dukungan infrastruktur yang baik dan memadai. Ini disadari betul oleh para pemimpin Islam. Infrastruktur penting adalah irigasi. Khalifah Umayyah membangun jaringan irigasi yang canggih di seluruh wilayah dan yang terkenal di wilayah Irak.

Sistem jaringan irigasi ini lalu diintroduksi ke Spanyol pada masa pemerintahan Islam di sana. Pompa-pompa juga dikembangkan untuk mendukung irigasi itu. Awalnya digunakan pompa ungkit. Berikutnya dikembangkan pompa Saqiya yang digerakkan dengan tenaga hewan. Yang fenomenal adalah dikembangkan kincir air sejak abad ke-3H (9M) untuk mengangkat air sungai dan diintegrasikan dengan penggilingan.

Ada ratusan di sepanjang sungai Eufrat dan Tigris. Infrastruktur lainnya adalah jalan. Jalan terus dibangun dan ditingkatkan kualitasnya sejak masa Khalifah Umar bin al-Khaththab. Pembangunan sektor pertanian di dunia Islam berkembang sangat cepat. Ditopang kekuatan di sektor pertanian inilah, kekuasaan negara Islam pada masa itu berkembang semakin luas. Peradaban Islam pun menjadi adikuasa dunia, saat itu.

BACA LAGI : Pertahankan Swasembada Beras, Petani di Kabupaten Banjar Garap Lahan Tidur

Berkembangnya sektor pertanian di era keemasan Islam telah mendorong munculnya teknologi aneka peralatan untuk bercocok tanam. Para insinyur Muslim di masa itu berhasil menciptakan dan memperkenalkan alat-alat pertanian seperti; bajak, garpu dan garu, alat menggali tanah dan menaman benih, alat untuk menuai, alat untuk pengirikan serta alat untuk penampian.

Ibnu Wahsiyya menulis buku modul petunjuk bertani itu didorong oleh kecintaaannya terhadap pertanian. Ia sangat konsen untuk melestarikan tradisi agrikultur orang-orang Nabatiya di Mesopotamia. D Fairchild Ruggles dalam bukunya bertajuk Islamic Gardes and Landscapesmenjelaskan, Kitab Al- Filaha Al-Nabatiyyaberisi tentang petunjuk pertanian.

Di dalamnya dijelaskan secara rinci dan jelas mengenai tata cara bertani, irigasi teknik, tumbuhan, fertilisasi, kultivasi, dan lainnya tentang pertanian.

Tak hanya itu, buku ini juga merupakan acuan bagi masyarakat Muslim untuk bertani yang baik. Buku ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Arab oleh Abu Bakar Ahmad. Buku ini juga dialihbahasakan serta diterbitkan Fuat Sezgin, salah seorang ilmuwan dari Universitas di Jerman.

BACA LAGI : Bayar Rp 36 Ribu,  Petani di Barito Utara Sudah Dapat Asuransi Pertanian

Buku terkemuka lainnya tentang ilmu pertanian telah diterbitkan ilmuwan Muslim di Spanyol pada abad ke-11 M dan ke-12 M. Buku-buku tersebut di antaranya karya Ibnu al-Hassal dan Ibnu al-Awwam. Beberapa buku-buku iitu telah diterjemahkan ke dalam bahasa Spanyol dan bahasa Latin. Buah pemikiran sarjana Muslim itu telah menjadi inspirasi bagi para sarjana pertanian di Barat.

Mereka mengembangkan pertanian di Barat dengan panduan yang ditulis para sarjana Muslim. Selama abad ke-11 M para ahli agronomi Muslim di Spanyol melakukan sebagian riset dan eksperimen di Taman Botani di Seville dan Toledo. Kebun yang digunakan untuk eksperimen ini meruipakan kebun pertama dari kebun-kebun sejenis. Kemudian ditiru oleh Barat pada abad ke-16 di kota Italia Utara.

Masih banyak catatan gemilang di bidang pertanian pada Negara Islam dahulu. Semua itu bisa diulang kembali, bahkan bisa jauh melebihi, pada masa sekarang dan akan datang, yaitu dengan tegaknya kembali Islam Kaffah di tengah-tengah kita. Wallaahu a’lam bi ash-shawab.(jejakrekam)

Penulis adalah Pengajar di Tanjung, Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.