Rela Tinggalkan Anak dan Istri untuk Menjadi Relawan di Lombok

0

MEMASUKI bulan ketiga pasca bencana gempa di Lombok, peran relawan masih sangat dibutuhkan. Pasalnya, bencana alam tersebut telah menghancurkan lebih dari 149 ribu tempat tinggal warga. Tentu, tidak semua orang bisa dan terpanggil menjadi relawan karena banyak yang mesti dipersiapkan dan aktivitias yang harus ditinggal selama penanganan pasca gempa.

HABIBAH Nurhayati, salah satu relawan yang dilibatkan Aksi Cepat tanggap (ACT) dalam masa pemulihan pasca bencana di Lombok, Nusa Tenggara barat menuturkan,  menjadi relawan bukanlkah perkara mudah. Sebab, lanjut dia, harus siap berkorban dengan situasi kondisi apapun serta rela meninggalkan apapun yang ada.

“Sebagai relawan harus rela meninggalkan segala macam aktivitas, dan rela jadi pekerja disini tanpa mengharapkan pamrih,” kata alumnus FKIP ULM ini.

Untuk sementara waktu, kata Habibah dirinya meninggalkan aktivitas yang biasa dilakoni yakni menjadi tenaga pengajar di salah satu sekolah dan dua tempat bimbingan belajar.

“Suka atau tidak, memang berat menjadi relawan karena harus rela melakukan kegiatan apapun disini.  Banyak pekerjaan rumah agar Lombok membutuhkan pemulihan pasca bencana tersebut,” jelasnya.

Ia mengatakan, semua pihak harus maksimal dalam upaya pemulihan. Apalagi, masih banyak korban gempa yang tinggal di tenda-tenda pengungsian.

Hal senada disampaikan Fuad Al Amin. Pria asal Kabupaten Tanah Laut yang sehari-hari beraktivitas sebagai petani karet ini, rela meninggalkan satu anak dan istrinya selama menjadi relawan di Lombok.

“Alhamdulillah istri sangat mendukung penuh saya menjadi relawan. Tentu saya akan bekerja semaksimal mungkin selama disini untuk dapat membantu meringankan beban mereka yang terkena musibah,” imbuhnya.(jejakrekam)

Penulis Akhmad Husaini
Editor Fahriza

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.