Ditarik Retribusi, Batubara Karungan Diincar Ambapers

0

AKTIVITAS batubara karungan di Dermaga Martapura, kawasan Pelabuhan Trisakti Banjarmasin, cukup padat. Bisnis yang dijalani masyarakat dalam aktivitas bongkar muat hingga pengiriman batubara karungan ini pun dibidik sebagai sumber pemasukan, karena selama ini tak sepeser pun masuk retribusi daerah.

PT AMBANG Barito Nusapersada (Ambapers) selaku pengelola Alur Barito pun mengincar batubara karungan sebagai objek baru. Selama ini, pengiriman batubara karungan lepas dari peraturan daerah (perda) tentang chanel fee alur Barito.

Sebab, pengiriman batubara karungan tersebut melalui konteiner. Sedangkan perda chanel fee hanya menarik objek yang melintas dengan tongkat. Rencananya, dalam revisi perda tersebut, angkutan konteiner juga akan ditarik biaya.

“Angkutan batubara karungan selama ini lepas dari chanel fee. Sebab, disinyalir mereka memasukan ke kontainer, sehingga mereka tidak bayar apa-apa. Nah, rencananya konteinter juga ditarik biaya, maka batubara karungan bisa dikenakan retribusi juga,’’ beber Direktur Utama PT Ambapers, Syaiful Adhar, belum lama tadi.

Pria yang akrap disapa Iful ini menambahkan, angkutan konteiner adalah salah satu usulan revisi objek chanel fee di Alur Barito. Selain konteiner, sambungnya, juga diusulkan menarik chaneel fee angkutan hasil bumi, perkebunan, dan kendaraan bermotor.

“Selama ini yang ditarik hanya batubara, kita juga pengennya selain batubara seperti semen maupun tanah masuk objek retribusi. Begitu pula dengan hasil perkebunan seperti sawit hingga kendaraan bermotor. Tapi kita tekankan, untuk komoditas atau sembako tidak akan ditarik biaya. Karena, itu kaitan dengan kebutuhan pokok masyarakat,’’ bebernya.

Ia menjelaskan, selain mengusulkan memperluas objek penarikan retribusi, dalam perda baru juga akan dirubah nominal biaya. Selama ini, angkutan barubara dikenakan biaya sebesar Rp30 sen per ton setiap melintas.

Maka dari itu, Ambapers mengusulkan kenaikan Rp 5 sen per ton, sehingga menjadi Rp 35 sen per ton. Biaya retribusi itu, ujar Iful, sejak tahun 2009 lalu tidak pernah ada kenaikan. Makanya, pada tahun depan diusulkan untuk ditingkatkan.

“Dengan perda lama, kami bisa menyetorkan ke kas Pemprov Kalsel sebesar Rp 24 miliar per tahun. Dengan perda baru, kami yakin bisa menyumbang pendapatan asli daerah (PAD) Rp 32 miliar. Hitung-hitungannya, Pemprov Kalsel mendapat 6 persen dari total laba rugi yang didapatkan oleh pihak ketiga dalam hal hal ini PT Sarana Daya Mandiri (SDM),” ujarnya.

“Setelah dipotong oleh Pemprov Kalsel 6 persen, maka menjadi 100 persen kembali. Dari 100 persen ini dibagi antara PT SDM dengan PT Ambapers. PT SDM mendapatkan 88 persen dan Ambapers 12 persen. Dari 12 persen ini jadi 100 lagi di Ampers. Nah, 100 persen yang baru ini 60 persennya deviden ke PT Bangun Banua, dan 40 persen ke Pelindo,’’ sambung Iful.

Menurut Iful, chanel fee tersebut sah-sah saja ditarik oleh PT Ambapers dan pihak terkait. Sebab, dalam merawat alur memerlukan biaya yang cukup besar. Selain itu, pengguna alur juga dengan adanya perawatan bisa mengurangi biaya operasional.

Sebelum ada perawatan alur, kapal besar masuk ke pelabuhan menggunakan dua kapal tarik di depan dan belakang. Sekarang ini, hanya menggunakan satu kapal tunda. Artinya, kata Iful, pengguna alur sudah diuntungkan.

“Makanya, untuk merawat alur kami minta biaya retribusi tadi. Untuk merawat alur inni, kapal keruk bekerja 24 jam setiap harinya. Sekali keruk hingga 200 metrik ton sehari. Kalau tidak dikeruk akan dangkal. Untuk pengerukan memerlukan biaya di kisaran Rp100 miliar per tahun,’’ tandasnya.(jejakrekam)

Penulis : Sayyidil Ahmada

Editor   : Fahriza

Foto      : Mediapublikonline

 

 

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.