Terjebak Simulacra

0

SEBUAH kementerian sebagai penjaga marwah moralitas kebangsaan, kini berduka. Musibah ‘tsunami’ etika menerjang lembaga ini. Hari Jumat tanggal, 15 Maret 2019, seorang tokoh petinggi partai politik, berselingkuh dengan pejabat kementerian itu, dalam perangkap jual beli jabatan. KPK pun akhirnya mengendus, dan menangkapnya dalam sebuah OTT di  Jawa Timur.

SONTAK seantero negeri geger. Semua tranding topic media menjadikan kasus ini menjadi sorotan utama. Peristiwa ini adalah kali kedua, setelah mantan petinggi kementerian itu, pada tahun 2015, ditahan KPK karena terlibat dalam pusaran korupsi dana haji.

Kemerosotan moral di negeri ini, disebabkan oleh ketidakhati-hatian dalam menahan godaan nafsu yang hobinya terpincut pada ‘dunia materi’. Suap dan korupsi adalah dua perbuatan yang kini lagi digandrungi oleh oknum baik pejabat, anggota legislatif, penegak hukum, pengusaha, organisasi, atau lembaga lainnya.

BACA : Heboh, Bupati HST Dikabarkan Terjerat OTT KPK

Padahal jelas, dalam surah Al Baqarah ayat 188, Allah SWT mengingatkan :

“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui”.

Rasulullah SAW, juga memberikan warning agar menjauhi perbuatan suap. Beliau bersabda :

عَنْ عُمَر عَبْدِ اللهِ بْنِ قاَلَ : لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ الرَاشِى، وُاْلمُرْتَشَىِ

“ Dari Ibnu Umar Radhiyallahu anhu , ia berkata : “Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam melaknat yang memberi suap dan yang menerima suap”. (HR At-Tirmidzi, 1/250; Ibnu Majah, 2313 dan Hakim, 4/102-103; dan Ahmad 2/164,190.)

Perbuatan suap atau korupsi, menurut KPK 60 % banyak dilakukan oleh pejabat atau legislative yang dipilih oleh rakyat.   Kebiasaan  meraih jabatan dengan cost yang tinggi, sering bermain di areal money politic, menyuap rakyat demi meraup suara, dan hilangnya sifat negawaran, maka akan menjadi habit dan membentuk karakter diri.  Akibatnya yang terpancar adalah ketidakjujuran dan melazimkan sifat koruptif.

BACA JUGA : Ketum PPP Romahurmuziy Diinfokan Ditangkap KPK Bisa Gerus Citra Partai

Sebuah kebiasaan yang berlangsung  terus menerus, kontinu, dan berulang-ulang akan menjadi darah daging, yang menutupi lapisan hati. Sehingga hati sebagai pengendali utama pribadi, tak lagi pandai menerima hidayah, kebenaran, aturan, dan cenderung lupa akan kematian.

Hati kemudian tertutup oleh anasir dosa karena perbuatan salah yang ditumpuk-tumpuk, bak cermin yang tertutup debu, tak bisa menerima cahaya kebenaran, bisikan kabaikan, dan bayangan kemuliaan. Yang ada hanyalah perbuatan salah yang kerap dibungkus dengan citra positif dalam panggung kuasa, yang penuh simulacra, dimana realitas imitatif hadir dalam serba berpura-pura, penuh sandiwara, dan rekayasa.

Istilah Simulacra ini dilontarkan oleh seorang tokoh besar cultural-studies bernama Jean Baudrillard. Simulacra adalah suatu kebohongan berupa tanda, atau image yang dibangun seseorang yang memiliki sifat pada kontennya yang jauh dari realitas asli orang tersebut.

BACA LAGI : Ketika Partai Politik dalam Pusaran Lingkaran Setan Korupsi

Ciri silucra ialah melampuai kenyataan dan berselimut dengan kebohongan. Karekter ini didorong oleh adanya  sikap mitis dan naïf, berorientasi pada bisnis dan logika kapitalisme, orientasi jangka pendek, cenderung bernuansa ‘pesta’ dan ‘epilepsi’, mementingkan populisme politik praktis sebagai strategi dan retorika belaka.

Jebakan simulacra yang memainkan peran dramatik seorang tokoh, lebih mengemas performa diri tampil suci, elegan, lebih ledershif. Baju lahir, sesungguhnya tak sepadan dan bertolak belakang dengan aslinya. Dia hidup dalam dunia simulasi, yang sangat kental dengan penampilan yang tidak realistis. Keagungan dengan dunia nyata dan popularitas, membawa manusia pada sikap melanggar pantangan.

Regulasi hukum dan aturan dilanggar dengan gaya ‘silent’. Dia menyangka tidak akan ketahuan, namun ternyata gerakan diamnya dapat dilacak melalui gesture tubuh, yang memancarkan sinyal keburukan. Sinyal itu disadap oleh KPK, untuk meluruskan manusia simulacra, yang sudah bermain dengan kebohongan dan melanggar etika hukum.

KPK akhirnya menyelamatkannya dari ambisi sesat, nafsu bejat, mabuk menipu rakyat, larut dengan permainan hasrat jahat, dan gemar melakukan suap-menilep uang rakyat.

Seberapa rapi menyimpan kebusukan, pasti akan tercium juga. Sehati-hati membungkus kejahatan dengan label yang kuat, pasti akan terkuak. Yang aman, bersikap apa adanya, tampil sederhana, jujur mempesona; itulah negawaran yang mengandalkan pikir dan zikir.

BACA LAGI : Bupati Kotim Resmi Jadi Tersangka Korupsi Pemberian Izin Tambang

Solusinya, siapapun identitas dan realitas diri kita sekarang, apapun status sosial kita, menjadi apapun kita saat ini, perlu diingatkan kembali, bahwa kehidupan ini hanyalah sesaat, temporal, penuh permainan, dan fatamorgana. Kita tidak akan membawa harta dan jabatan.

Saat kematian itu tiba,  yang abadi menjadi teman kita dialam kubur, hanyalah amal sholeh  yang kita investasikan di jalan Allah. Tebarkanlah kebaikan dimanapun, dan kapanpun. Mari bekali diri dengan 3i, yakni ingat mati, ingat ilahi, insya Allah masuk surga bersama Nabi SAW. Salam Keren.(jejakrekam)  

Penulis adalah Pemerhati Komunikasi, Keagamaan dan Kemasyarakatan

 

 

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.