Kepala Disdik Batola Bantah Ada Monopoli Penerbit Buku Sekolah

0

BEREDARNYA informasi yang berkembang di masyarakat soal pengadaan buku perpustakaan dan buku teks pelajaran dimonopoli salah satu penerbit dibantah Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Barito Kuala (Batola) Sumarji.

PENGGUNAAN dana bantuan operasional sekolah (BOS) yang berasal dari APBN, dikelola Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), dipastikan Sumarji telah sesuai dengan petunjuk teknis seperti tertuang dalam Permendikbud Nomor 1 Tahun 2018 serta Permendikbud Nomor 8 Tahun 2017 sebelumnya.

“Kami harus taat kepada petunjuk teknis dari Kemendikbud. Kalau untuk buku kurikulum itu jelas juknisnya, tetapi untuk buku pengayaan di sekolah tidak ada juknisnya,” ucap Sumarji saat dikontak jejakrekam.com, Rabu (16/1/2019).

BACA :  Jangkau Kelurahan Semangat Dalam, Tiga SMA dan SMK Dibangun Tahun 2019

Ia menegaskan penggunaan dana BOS merupakan kewenangan pihak sekolah, karena sebagai penyelenggara pendidikan, pihak sekolah yang menentukan pilihan sendiri dalam memilih buku dan penerbit.

“Jadi, tidak benar kalau ada monopoli penerbit dalam pengadaan buku di sekolah, baik SD maupun SMP yang ada di Kabupaten Batola,” tegas Sumarji.

Menurut dia, setiap kecamatan yang ada di Batola, justru berbeda buku referensi bagi siswa sekolah, terutama dari penerbitnya. “Kalau ada yang mengatakan bahwa dimonopoli penerbit buku Erlangga, saya kira tidak juga,” cetusnya.

Terpisah, Kepala SMPN 5 Tamban Rahmad Jayadi juga menepis anggapan adanya monopoli satu penerbit untuk buku pelajaran dan perpustakaan di sekolah.

“Kalau di sekolah kami menggunakan buku terbitan dari Tiga Serangkai,” kata Rahmad Jayadi.

Menurut dia, berdasar Permendikbud Nomor 1 Tahun 2018, penyaluran dana BOS dibagi dalam empat triwulan yakni triwulan I sebesar 20 persen, triwulan II sebesar 40 persen, dan triwulan III dan IV masing-masing 20 persen. Bisa juga dicairkan dalam lima triwulan dengan masing-masing dijatah 20 persen.

“Untuk di sekolah kami, yang menerima dana BOS itu ada 50 siswa. Masing-masing siswa mendapat dana BOS Rp 1 juta, berarti dalam setahun dicairkan dana Rp 50 juta. Nah, 20 persen itu dananya diperuntukkan untuk pembelian buku pegangan siswa untuk kurikulum 2013 (K-13) dan perpustakaan,” kata jebolan FKIP Universitas Lambung Mangkurat ini.

BACA JUGA :  SMKN 4 Marabahan Dinomorduakan, DPRD Batola Protes Disdikbud Kalsel

Dengan demikian, menurut dia, jika berdasar persentase sesuai petunjuk teknis BOS, maka 20 persen diperuntukkan untuk pembelian buku pegangan atau referensi siswa.

“Ya, hitungan penggunaan dana BOS Rp 200 ribu untuk alokasi pembelian buku pegangan bagi siswa. Tidak ada monopoli untuk penerbit tertentu. Yang saya tahu, masing-masing sekolah dipersilakan memilih buku sesuai K-13 dari penerbit manapun, asalkan memenuhi syarat yang diatur dalam juknis,” cetusnya.

Jayadi menegaskan penggunaan dana BOS harus sesuai aturan, karena semua harus dipertanggungjawabkan secara transparan dan sejalan dengan rencana kerja anggaran sekolah (RKAS).

“Jadi, kami dalam mengelola dana BOS harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Mana berani kami menyimpang dari aturan, khususnya petunjuk teknis. Termasuk dalam penggunaan dana BOS tahun 2019 ini,” pungkasnya. (jejakrekam)

 

Penulis Syahminan
Editor Didi GS

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.