Radikalisme dari Sudut Sosiantro Akibat Terabaikan Aspek Sosial, Ekonomi dan Budaya

0

GURU besar antropologi Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, Prof DR Pawennari Hijjang menegaskan segala aktivitas manusia, termasuk menjelaskan fenomena radikalisme yang kini melanda Indonesia bisa dikaji melalui pendekatan sosiologi dan antropologi (sosiantro).

“ANTROPOLOG memandang fenomena radikalisme ada hubungan antara kelompok satu dan kelompok yang lain. Ini karena mungkin merasa terabaikan dari sisi sosial,ekonomi dan budaya selalu menganggap apa yang diperjuangkan adalah satu-satunya kebenaran dengan cara yang ekstrem,” ujar Pawennari Hijjang dalam Seminar Nasional Deradikalisasi dalam Menguatkan Integritas Bangsa di aula Rektorat Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin, Rabu (11/4/2018).

Dia menekankan pentingnya bagi antropolog bersinergi dengan pemerintah dalam mendeteksi dini dan membendung paham radikalisme, meskipun sudah ada intelejen. Namun, kata Pawennari, harus tetap ada kehadiran akademisi dengan pendekatan-pendekatan ilmiah menghindari peristiwa yang tidak diinginkan itu terjadi.

Ahli antropologi ekologi mengakui kampus tidak bisa bebas paham radikal karena generasi muda yang pikiran bisa dicecoki apa saja. Terutama, segelintir orang yang memberikan pemahaman yang tidak sesuai dengan Pancasila.

Sementara itu, dalam acara yang dihelat Himpunan Mahasiswa Pendidikan Sosiologi dan Antroplogi FKIP ULM juga menghadirkan Danrem 101/Antasari Kolonel Inf Yudianto Putrajaya sebagai pemateri.

Ketua Prodi Pendidikan Sosiologi dan Antropologi FKIP ULM, Syahlan Mattiro menuturkan seminar nasional merupakan rangkaian dari aruh sosiologi antropologi dengan tema deradikalisasi. “Saat ini, Indonesia memasuki tahun politik dengan berbagai macam cara untuk saling bertikai dan memecah belah kesatuan bangsa,” ucap Syahlan.

Dia menuturkan belum lagi  tsunami informasi di sosial media. Untuk itu, kata Syahlan, sebagai langkah dini, program studi pendidikan sosiantro dalam mendidik para mahasiswa untuk menetralisir dan menghadapi kondisi serta isu yang terjadi.

“Di kurikulum sosiantro diajarkan tema-tema lokal budaya dan menjadi dasar prodi sosiantro. Hal ini dalam memahamkan nilai-nilai budaya berdasarkan kebhinnekaan yang ada dalam Pancasila,” kata lulusan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.(jejakrekam)

 

Penulis Ahmad Husaini
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.