Pelayanan Publik Indonesia Masih Banyak Pungli

0

STANDAR sebuah negara maju adalah pelayanan publik yang baik, sesuai koridor dan bebas dari korupsi dan pungutan liar (pungli). Predikat itu hanya bisa dicapai negara-negara di wilayah Skandinavia seperti Norwegia, Swedia, Islandia, Denmark dan Finlandia.

BAGAIMANA dengan Indonesia? Bak jauh panggang dari api seperti yang dirasakan Ketua Ombudsman Republik Indonesia, Prof Amzulian Rifai, saat penandatanganan MoU dengan Pemprov Kalsel bertajuk peningkatan kualiatas pelayanan publik di Mahligai Pancasila, Jumat (27/10/2017).

“Memang, pungli itu tidak hanya terjadi di Indonesia, tapi banyak negara di dunia. Makanya, kita perlu berantasa. Sebab, pelayanan publik yang seharusnya bisa selesai sehari, jangan sampai seminggu apalagi sampai sebulan. Itu pertanda pelayanan kepada publik sangat buruk,” ujar Amzulian.

Ironisnya, menurut dia, pungli di Indonesia sudah masuk kategori kronis terutama di instansi pemerintah maupun badan usaha milik negara dan daerah. Sebagai data pendukung, Amzulian merujuk laporan yang masuk ke Ombudsman dari tahun ke tahun semakin meningkat. Pada 2015 lalu, ada 6.543 laporan yang masuk dan menaik pada 2016 sebanyak 9.030 laporan, hingga pada 2017 sudah menembus 10.000 laporan.

“Terbentuknya tim sapu bersih (saber) pungli juga menangani pelayanan publik yang tidak beres. Sebab, banyak terjadi korupsi dalam pelayanan publik,” cetusnya.

Apakah kuantitas laporan itu pertanda pelayanan publik di Indonesia sangat buruk? Profesor hukum tata negara Universitas Sriwijaya Palembang ini mengakui tingkat kesadaran masyarakat dalam melaporkan ketidakberesan pelayanan publik masih tinggi. “Ini semua akibat penundaan pelayanan yang berlarut-larut, dan penyalahgunaan wewenang yang terjadi di instansi pemerintah daerah, kepolisian, peradilan, Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan lainnya,” tutur Amzulian.

Sementara itu, Gubernur Kalsel H Sahbirin Noor mengakui dengan menggandeng Ombudsman, bisa menutup kekurangan dalam pelayanan publik di lingkungan Pemprov Kalsel agar menjadi lebih baik lagi.“Ini sejalan dengan misi Pemprov Kalsel untuk mewujudkan tata kelola pemerintah yang profesional dan berorentasi pada pelayanan publik. Apalagi, sudah ada aturan baku dalam UU Pelayanan Publik Nomor 25 Tahun 2009,” ujarnya.

Namun, Paman Birin-sapaan akrabnya ini mengaku justru Pemprov Kalsel mendapat predikat kepatuhan tinggi dalam standar pelayana dan komponen penyelenggaraan pelayanan publik. “Buktinya, Kalsel berada di urutan ke-7 dari 13 provinsi yang mendapat predikat kepatuhan tinggi dari aspek kelembagaan, sarana dan prasarana, sumber daya manusia serta tata laksana pelayanan publik,” imbuhnya.(jejakrekam)

Penulis : Asyikin

Editor   : Didi G Sanusi

Foto     : Istimewa

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.