Lobi Kalteng Demi Pencabutan Larangan Ekspor Rotan

0

 

PERKUMPULAN Petani, Pedagang dan Pengusaha Industri Rotan Kalimantan (Pepprika) disarankan agar melobi Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalimantan Tengah. Sebab, provinsi terbesar kedua di Indonesia, setelah Papua itu, merupakan penyuplai bahan baku rotan terbesar.

ANGGOTA Komisi II DPRD Kalimantan Selatan, DR H Karlie Hanafi Kalianda mengatakan para petani, pedagang dan pengusaha rotan yang tergabung Pepprika, sudah sepatutnya melobi Pemprov dan DPRD Kalimantan Tengah untuk duduk satu membahas soal pencabutan larangan ekspor rotan.

“Sebaiknya, mereka duduk satu meja dengan Pemprov Kalteng dan DPRD setempat membicarakan cara berjuang agar pemerintah pusat mencabut larangan ekspor rotan mentah,” ujar Karlie Hanafi Kalianda di Banjarmasin, Senin (30/1/2017).

Sebab, lanjut Karlie, yang pernah meneliti rotan itu justru Kalimantan Selatan bukan  daerah penghasil rotan utama, melainkan terbanyak adalah Provinsi Kalteng. Ia menjelaskan Kalteng yang luasnya sekitar 154.000 kilometer per segi atau satu setengah kali luas Pulau Jawa, merupakan daerah yang masih banyak tanaman rotan. Kalteng juga merupakan daerah hasil hutan ikutan, seperti daerah aliran sungai (DAS) Sungai Barito, Sungai Kahayan, Sungai Katingan dan Sungai Mentaya, juga terdapat budidaya tanaman rotan seperti daerah Dadahup, Sungai Jaya, Mangkatip dan Muara  Pulau.

Karena itu, beber Karlie, sangat wajar jika Peppirka meminta Pemprov dan DPRD Kalteng untuk turut memperjuangkan pencabutan Peraturan Mengeri Perdagangan (Permendag) Nomor 35 tahun 2011 yang berisikan larang ekspor rotan dan tak hanya menyampaikan aspirasi ke DPRD Kalsel.

“Jadi betul pendapat Ketua Komisi II DPRD Kalsel Suwardi Sarlan bahwa perjuangan pencabutan Permendag Nomor 35/2011 harus bersama-sama dengan provinsi lain sebagai penghasil rotan, antara lain Kalteng. Sebab bisa dibilang lucu, Kalsel ‘teriak’ meminta pencabutan larangan ekspor rotan, sementara Provinsi Kalsel bukan penghasilan rotan utama di Kalimantan,”  tutur politisi Golkar ini.

Sebelumnya, dalam pertemuan dengan Komisi II DPRD Kalsel, Sekretaris Jenderal Peppirka Irwan Riyadi menerangkan, seiring Permendag 35/2011, pendapatan petani dan pengusaha industri rotan di Kalimantan mengalami penurunan.

Sebagai contoh rotan jenis 811 sebelumnya mencapai Rp 6.000 per kilogram (kg) kini sekitar Rp 1.500/kg, itupun dibagi dua antara petani dan buruh. “Keadaan tersebut jika dihitung estimasi penghasilan per hari tidak sampai Rp 50 ribu. Sedangkan biaya hidup dan operasional di atas Rp100 ribu,” ujar Irwan. (jejakrekam)

Penulis  : Igam

Editor    : Didi GS

Foto       : Kidnesia

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.