PENGADILAN Negeri Tipikor Banjarmasin kembali gelar sidang
dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan RSUD Ulin dengan terdakwa Misrani, yang
didampingi kuasa hukumnya Frendy Silaban SH dan rekan dari Kantor Advokat
Taufik Pasaribu SH MH, Kamis (16/1/2020).
AGENDA sidang mendengarkan keterangan saksi, dimana Jaksa
Penuntut Umum (JPU) menghadirkan empat orang saksi dari 40 orang saksi, diantaranya
empat dokter ahli.
JPU menduga terdakwa Misrani telah melakukan perbuatan korupsi
pada proyek pengadaan alat kesehatan tahun anggaran 2015. Korupsi yang
dilakukan terdakwa tersebut, dimana terdapat diskon dari pemenang lelang yang
tidak dikembalikan kepada negara.
JPU beranggapan dalam penetapan harga barang alat kesehatan yang ditetapkan tidak wajar sehingga berdasarkan penghitungan dari BPKP Kalsel ada kerugian mencapai Rp 3,1 miliar lebih, dari anggaran Rp 12,8 miliar.
Terdakwa oleh JPU didakwa melanggar pasal 2 jo serta pasal 18 UU
RI Nomor 31 tahun 1999, sebagaimana diubah dan ditambah pada UU Nomor 20 tahun
2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP, untuk dakwaan
primernya.
Sedangkan dakwaan subsidair pasal 3 jo serta pasal 18 UU RI
Nomor 31 tahun 1999, sebagaimana diubah dan ditambah pada UU Nomor 20 tahun
2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
JPU Arief Ronaldi usai sidang menjelaskan adanya pasal 55 KHUP,
yakni adanya tersangka lain yang akan diajukan sebagai saksi. “Secepatnya akan
dihadirkan di persidangan,” katanya.
Tersangka yang turut serta dalam pengadaan alat ini, menurut
keterangan yang diperoleh, berasal dari unsur perusahaan pemenang lelang. Tetapi
Arief mengakui kalau pihaknya belum menerima surat pemberitahuan dimulainya
penyidikan (SPDP).
Empat dokter spesialis yang bertugas di RSUD Ulin yang menjadi
saksi dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Banjarmasin,
dengan terdakwa Misrani selaku PPTK pengadaan alat kesehatan di RSUD Ulin
Banjarmasin.
Empat dokter yang dihadirkan sebagai saksi, yakni dr Andreas
Siagian, dr Ardik, dr Agung, dan dr Hendra Sutapa. Dalam keterangannya, mereka menyatakan
dalam hal penyediaan alat kesehatan selalu diawali dengan pengusulan, dan
umumnya para saksi tidak mengetahui secara pasti harga dari alat yang dibeli.
Sedangkan petugas distributor yang datang hanya memberikan
pelajaran bagaimana menggunakan alat alat tersebut kepada petugas rumah sakit. “Tidak
ada pembicaraan masalah harga atau sejenisnya, kecuali masalah teknis
penggunaan alat dimaksud,” kata salah seorang saksi.
Sidang dengan majelis hakim yang diketuai Purjana SH MH ini akan dilanjutkan minggu depan.(jejakrekam)