Jadikan Wisata Religi Menggugah Kesadaran Umat Islam

Oleh : Masrah S.Pd

0

LIBURAN lebaran, banyak sekali berseleweran tempat-tempat wisata yang dikunjungi oleh kawan-kawan yang mereka memajang foto-fotonya di sosial media. Menjamurnya tempat wisata disetiap daerah, sehingga  tinggal menyesuaikan dengan keadaan keuangan dan waktu yang diluangkan.

KALAU mau hemat tinggal cari tempat yang di daerah kabupaten sendiri, kalau ada dana lebih dan waktu yang panjang mencari di luar daerah bahkan ke ibukota propinsi dan luar Kalimantan.

Fenomena menjamurnya tempat wisata dan berkembang juga jenis-jenis wisata. Sekarang ini ada istilah wisata Religi, yang mana tempat-tempat yang dikunjungi adalah yang berbau dengan agama. Seperti  masjid dan makam para ulama.

Ternyata fenomena ini juga merambah ke Kalimantan Selatan yang masyarakatnya memang terkenal agamis. Sehingga dengan dukungan pemerintah daerah baik propvnsi maupun kabupaten, yang akhirnya menjadikan mesjid dan kubur ulama dijadikan destinasi wisata religi.

Sebagaimana pernyataan Gubernur Kalsel Sahbirin Noor pada saat menghadiri acara haul ke-213 Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjary di Masjid Tuhfaturoghibin Desa Dalam Pagar Ulu, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, Senin (10/6/2019) lau. Menurut Sahbirin, saat ini Pemprov Kalsel sedang konsentrasi mengembangkan wisata religi, salah satunya adalah dengan memasukkan haul guru sekumpul maupun haul Datu Kelampayan di Martapura sebagai agenda wisata nasional.(Antarakalsel,Senin, 10 Juni 2019 ).

BACA : Festival Basirih untuk Perkenalkan Wisata Religi di Banjarmasin

Tidak hanya itu Masjid Sabilal Muhtadin juga akan dipersiapkan untuk menjadi salah satu destinasi wisata religi. Ide ini berawal dari rembuk pengurus masjid. Setelah melihat masjid-masjid terkenal di Indonesia. Bahwa tempat ibadah bisa “dijual” sebagai tempat wisata.(PROKAL. Selasa, 11 Juni 2019).

Sekarang ini destinasi wisata mulai digalakan di setiap daerah untuk menambah pendapatan daerah dari pariwisata. Sehingga perbaikan dan pembangunan sarana dan prasana yang mendukung semakin ditingkatkan. Termasuk dengan wisata religi, yang mulai digalakkan yang sangat pas dengan masyarakat Banjar yang agamis.

Apakah dengan adanya wisata religi ini akan membangkitkan umat yang saat ini mengalami keterpurukan? Dilihat dari sisi pembangunan fisik memang kita akan bersyukur karena pembangunan dan perbaikan sarana prasarana lebih di perhatian dan dipelihara.

BACA JUGA : Datu Kandang Haji, Pengasas Pendidikan Islam Tertua Tanah Banjar

Tapi di sisi lain dengan menjadikan makam-makam para ulama dan masjid-masjid menculkan khawatiran akan menghilangkan esensi yang sebenarnya dari kemulian ulama dengan ilmu-ilmu yang beliau ajarkan, dan fungsi masjid sebagaimana mestinya di zaman Rasul. Karena nantinya yang akan dikagumi adalah kemegahan masjid yang dibangun wah, yang bagus untuk selfei bahkan syarat dengan suasana kapitalisme beraroma materi semata minim sisi ruhiyahnya.

Seperti itu juga makam ulama yang dikunjungi hanya sekedar memuliakan beliau dari sisi itu tapi ilmu dan petuah-petuah mereka banyak sekali yang belum dilakukan. Yang menjadikan umat semakin terpuruk dalam kezumudan berpikir, karena rohani mereka serasa terpenuhi dengan mencukupkan berwisata religi, tanpa ada nilai ruhiyah yang akan menggugah kebangkitan hakiki. Setelah itu mereka akan disibukkan dengan rutinitas kehidupan kapitalistik sekuler.

Saatnya kita mengenal bagaimana perjuangan para ulama-ulama besar kita dalam mendakwahkan Islam sehingga sampai kepada kita saat ini. Sehingga untuk membalasnya  kita bertakzim untuk melanjutkan perjuangan mereka, mempelajari dan mengamalkan ilmu-ilmu dan nasehat yang telah mereka ajarkan.

BACA JUGA : Jejak Syekh Muhammad Arsyad di Tanah Betawi

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Sesungguhnya ulama adalah pewaris para nabi. Sungguh para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham. Sungguh mereka hanya mewariskan ilmu. Barang siapa mengambil warisan tersebut ia telah mengambil bagian yang banyak.” (HR. al-Imam at-Tirmidzi di dalam Sunan beliau no. 2681, Ahmad di dalam Musnad-nya (5/169), ad-Darimi di dalam Sunan-nya (1/98), Abu Dawud no. 3641, Ibnu Majah di dalam Muqaddimah-nya, serta dinyatakan sahih oleh al-Hakim dan Ibnu Hibban. Asy-Syaikh al-Albani rahimahullah mengatakan, “Haditsnya shahih.” Lihat kitab Shahih Sunan Abu Dawud no. 3096, Shahih Sunan at-Tirmidzi no. 2159, Shahih Sunan Ibnu Majah no. 182, dan Shahih at-Targhib, 1/33/68)

Masjid kita kembalikan sebagaimana pada masa Rasul SAW. tidak hanya tempat ibadah. Tetapi juga tempat  menuntut ilmu dan kajian-kajian keilmuan, juga sebagai tempat bagi beliau menjalankan pemerintahan. Sehingga tidak ada istilah mensterilkan masjid dengan politik, karena politik dalam Islam adalah mengurusi urusan umat seperti yang dicontohkan Rasul.

Allah Swt memuji masjid sebagaimana firman-Nya,”Bertasbih kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan petang.” (TQS An-Nur : 36).

Rasulullah pernah menyebut “rajulun qalbuhu mu‘allaqun fil masâjid” (orang yang hatinya terpaut dengan masjid) sebagai salah satu dari tujuh golongan yang mendapat naungan di hari kiamat. Hadits ini amatlah relevan dipahami dalam konteks dua fungsi masjid di atas yang bersinggungan dengan hablum minallah (hubungan vertikal dengan Allah) dan hablum minan nas (hubungan sosial).

BACA LAGI : Berawal dari Dalam Pagar, Lahir Pondok Pesantren di Tanah Banjar

Hati kaum mukmin yang terpaut dengan sifat-sifat masjid selain meningkatkan kedekatan dengan Tuhan juga mesti menumbuhkan cinta kemanusiaan antarsesama dan berorientasi pada kemaslahatan publik.

Mengembalikan peran ulama dan masjid sebagaimana mestinya dalam Islam, akan menggugah kesadaran umat terhadap Islam. Sehingga akan semakin tampak cahaya Islam yang selama ini redup dengan penerapan sistem kapitalis sekuler. Cahaya yang akan menerangi Alam sehingga menjadi Rahmatan lil’alamin. InsyaAllah. Wallahu a’lam.(jejakrekam)

Penulis adalah Seorang Pendidik

 

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.