Dari Pilkada Tabalong hingga Duplikasi Dukungan DPD RI

0

SIDANG pembuktian dugaan pelanggaran kode etik yang diajukan pengadu dosen perguruan tinggi Swasta (PTS) Mohammad Noor terhadap teradu, komisioner Bawaslu Kalsel Aris Mardiono, akhirnya ditolak Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

ATAS hasil putusan tersebut, DKPP merehabilitasi nama baik teradu Aris Mardiono sebagai anggota Bawaslu Kalsel terhitung sejak dibacakan dalam sidang kode etik terbuka pada Rabu (24/10/2018).

Komisioner Bawaslu Kalsel Aris Mardiono mengucapkan syukur, terkait dalil-dalil yang diadukan oleh pengadu sudah dijelaskan dalam jawabannya. Ia memaparkan proses yang dilakukannya sudah profesional.

Aris menyatakan, aparat kepolisian dan kejaksaan turut terlibat dari awal dan memang sudah proses. Alhasil, terkait laporan si pengadu ke Bawaslu RI tidak terpenuhi dan tak berdasarkan bukti.

“Alhamdulillah, kita bersyukur bahwa putusannya itu sesuai dengan fakta yang memang sudah ditangani. Tentunya majelis dalam memutuskan itu berdasarkan fakta dan keterangan serta berlandaskan keadilan,” ujar Aris Mardiono kepada jejakrekam.com, Jumat (26/10/2018).

Mantan wartawan ini mengaku bersyukur namanya direhabilitas. Ini karena menurutnya, apabila seseorang itu diadukan melanggar etik, namun tidak terbukti, maka keputusannya dilakukan rehabilitasi. “Karena ketika kita sudah diadukan itu dengan tuduhan sipengadu, tentunya nama kita yang dipublikasi terbangun opini masyarakat bahwa saya melanggar etik,” ucapnya.

Aris menyatakan, tak menuntut balik si pengadu. Ini mengingat putusan dari DKPP menyatakan direhabilitasi saja sudah lebih dari cukup. Bagi dia, wajar saja jika penyelenggara dikodratkan untuk dietikkan ketika ada pihak yang merasa tak puas atau tidak pas.

“Menurut saya sudah cukup. Kita tak perlu baper (bawa perasaan) untuk menuntut balik. Tetapi, persidangan itulah yang menjawab, apa yang kita lakukan sudah sesuai dan kita tetap menjaga integritas dan semaksimal mungkin dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya sebagai pengawas pemilu,” pungkasnya.

Alasan Mohammad Noor mengadukan ke Bawaslu RI pada 7 Mei 2018, terkait adanya laporan tertulis dilengkapi dengan data dukung berupa softcopy fotokopi KTP masyarakat Tabalong yang memberikan dukungan kepada pasangan calon Norhasani – Eddyan Noor Idur (peserta pilkada Kabupaten Tabalong Tahun 2018.

Kemudian, pada 9 Mei 2018, pengadu melakukan pemberkasan laporan di Bawaslu Kalsel. Namun, saat itu belum bisa diberikan registrasi, karena pengadu belum menyampaikan tanggal dan hari kejadian, sehingga meminta waktu konfirmasi kepada saksi, dan disetujui paling lambat tanggal 15 Mei 2018.

Sekitar pukul 21:25 Wita, pengadu ditelpon oleh Masrian Noor, seorang aktivis LSM yang dalam kinerjanya bersama dengan terlapor. Masrian Noor merupakan “anak buah” dari terlapor. Dalam aktivitasnya, Masrian Noor merupakan pelaksana daripada LSM yang dibentuk oleh terlapor.

Inti daripada informasi yang diberikannya adalah bahwa laporan pengadu tidak ditindaklanjuti oleh Bawaslu Kalsel. Dia mendapatkan informasi dari internal Bawaslu Kalsel. Informasi lain yang pengadu terima adalah bahwasannya Ketua Bawaslu Kalsel merupakan keluarga dari Masrian Noor.

Pada 14 Mei 2018, pengadu memenuhi ketentuan persyaratan pelaporan. Selanjutnya Bawaslu Provinsi Kalimantan Selatan membuatkan registrasi laporan 001/LP/PL/Prov/22.00/V/2018;

Pada tanggal 15 Mei 2018, pengadu mendapat panggilan via telepon untuk dilakukan pemeriksaan awal pada tanggal 16 Mei 2018. Pukul 12.38 WITA, pengadu ditelepon oleh bakal calon anggota DPD RI atas nama Adhariani, di mana dalam pembicaraannya mempertanyakan laporan tersebut ke Bawaslu Kalsel.

Pukul 13.25 Wita, pengadu ditelepon oleh bakal calon anggota DPD RI atas nama Samsani, dimana dalam pembicaraannya mempertanyakan laporan pengadu ke Bawaslu Provinsi Kalimantan Selatan. Selanjutnya, saudara Samsani hendak menemui pengadu dan dijawab bahwa pada 16 Mei 2018 ada di Banjarmasin.

Pada 16 Mei 2018, sekitar pukul 08.00 Wita, pengadu ditemui oleh Adhariani di kantor Perwakilan DPD RI. Adhariani menunjukan bukti surat pernyataan dari Fahriansyah yang menyatakan tidak pernah memberikan fotokopi KTP.

Sekitar Pukul 11.00 WITA, pengadu mendatangi kantor Bawaslu Kalsel untuk dilakukan pemeriksaan pendahuluan. Sebelum dilakukan proses pemberkasan, Pengadu ditemui oleh anggota Bawaslu Kalsel atas nama Aris Mardiono.

Dalam pertemuan ini,  Aris Mardiono memberikan saran beberapa hal, yakni meminta agar pemeriksaan nanti tidak mengarah dan memberatkan pada bakal calon peserta pemilu, pemeriksaan diarahkan kepada terlapor (Fahriansyah) saja, dan Aris Mardiono akan memberi bantuan agar mencarikan pasal-pasal

pelanggaran kepada terlapor (Fahriansyah) dan dijerat pada pasal pelanggaran netralitas ASN. Ini karena yang bersangkutan merupakan aparatur sipil negara dan meminta agar dalam pelaporan tidak lagi menggunakan media massa terkait ekspose pemberitaan ke publik.

Pengadu menegaskan kepada teradu bahwa informasi awal yang disampaikan kepada Bawaslu Kalsel, karena sepengetahuan pengadu informasi awal dapat disampaikan oleh masyarakat secara tertulis sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 13 dan 14 Peraturan Bawaslu Nomor 7 Tahun 2018 tentang Penanganan Temuan dan Laporan Pelanggaran Pemilihan Umum.

Bahwa tindaklanjut dari adanya informasi awal adalah dilakukan investigasi oleh Bawaslu. Tetapi karena permintaan dari pimpinan Bawaslu Kalsel, maka pengadu diminta menjadi pelapor dalam dugaan pelanggaran pemilu.

Pada tanggal 16 Mei 2018, sekitar pukul 15.00 Wita,pengadu memenuhi permintaan telepon Adhariani untuk bertemu di Alka Café & Resto. Di sana telah menunggu Samsani bersama Adhariani. Selanjutnya hadir pula Abdussani, di mana ketiga orang tersebut adalah bakal calon peserta pemilu (DPD RI) yang mendaftarkan diri di KPU Provinsi Kalimantan Selatan.

Dalam pertemuan, pengadu mendapatkan informasi, bahwa ada permintaan dari mereka untuk menyelesaikan dengan cara damai, dan dikompromikan dengan Fahriansyah selaku terlapor.

Kemudian, Samsani menyatakan bahwa dia telah diinformasikan oleh Aris Mardiono bahwaa mereka (bakal calon anggota DPD) dikaitkan atas laporan pengadu, karena dilaporkan menggunakan duplikat fotokopi KTP pasangan calon perseorangan di pilkada di kabupaten Tabalong.

Selanjutnya, Samsani menyatakan kepada pengadu, bahwa “tidaklah masalah” dalam hal menggunakan duplikat fotokopi KTP yang diberikan oleh Fahriansyah tersebut jika masyarakat menyetujui atau mendukung.

Berikutnya, ada pengakuan bahwasanya Samsani menggunakan duplikat fotokopi KTP yang didapat dari Fahriansyah. Samsani menyatakan bahwa dia sanggup membatalkan semua bakal calon anggota DPD RI di Kalimantan Selatan.

Alasannya adalah karena menurutnya, seluruh bakal calon yang mendaftarkan diri ke KPU semuanya melakukan hal yang sama, yaitu dalam pengumpulan KTP dari pihak ketiga dan membuat daftar dukungan dengan cara dieksekusi sendiri (palsukan).

Kesimpulan dari pengadu adalah, bahwasanya Samsani benar menggunakan dan melakukan tandatangan dukungan dengan cara eksekusi sendiri.

Pada pertemuan itu juga, pengadu mendengar sendiri bahwasanya Samsani menawarkan dan akan memberi tambahan sejumlah KTP kepada Abdussani jika masih diperlukan. Berdasarkan hal tersebut, pengadu menduga bahwasanya sejumlah duplikat fotokopi KTP masyarakat Kabupaten Tabalong (dukungan pilkada) tersebut berada di tangan Samsani. Alasannya adalah bahwa sebelumnya pengadu telah mendapat informasi dari mantan staf Adhariani, bahwasanya sejumlah KTP tersebut berada ditangan Samsani.

Pada 20 Mei 2018, sekitar pukul 08.30 Wita, pengadu ditelepon Aris Mardiono, dimana dalam pembicaraannya dia meminta pengadu menyerahkan foto dokumentasi pertemuan antara Fahriansyah (terlapor) dengan Pasangan Calon Pilkada Kabupaten Tabalong.

Pengadu menyerahkan foto yang diminta oleh teradu (Aris Mardiono) untuk tambahan bukti yang diserahkan oleh pelapor (pengadu). Selanjutnya dibuatkan tanda terima penambahan alat bukti. Bahwa tujuan dari photo tersebut adalah untuk menguatkan indikasi keterlibatan ASN dalam menjadi tim Pilkada (sesuai dengan rencana yang ditawarkan Teradu kepada Pengadu).

Pada 23 Mei 2018, pengadu melaporkan ke Bawaslu RI sebagai penguatan informasi awal guna dilakukan investigasi terkait laporan pengadu. Surat juga Pengadu tembuskan ke DKPP melalui loket penerimaan surat.

Pada 5 Juni 2018, pengadu menerima pemberitahuan terkait status laporan pengadu, dimana dalam hasil penelitian dan pemeriksaan laporannya dinyatakan tidak memenuhi unsur tindak pidana pemilu, sebagaimana diatur dalam pasal 260 dan 520 Undang Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

Selanjutnya status laporan tersebut juga tercantum bahwa Bawaslu Kalsel meneruskan dugaan pelanggaran Netralitas ASN, di mana saudara Fahriansyah menjadi terlapor oleh temuan Bawaslu Kalsel. Dengan alasan keyakinan pengadu terhadap dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh beberapa Bakal Calon Anggota DPD RI Provinsi Kalimantan Selatan, selanjutnya pengadu berinisiatif melakukan investigasi dan klarifikasi secara mandiri, dimana hasil penelitian cepat yang dilakukannya, ternyata berbeda dengan hasil penelitian dan pemeriksaan yang dilakukan oleh Bawaslu Kalsel.

Dari hasil klarifikasi dengan para sampel responden, dimana responden yang ditemui dapat memberikan informasi dan berkesimpulan bahwa, benar terjadi adanya penggunaan duplikat fotokopi KTP masyarakat Kabupaten Tabalong yang memberikan dukungan kepada pasangan calon pilkada ternyata indentik atau sama dengan dukungan bakal calon anggota DPD RI.

Pernyataan dari masyarakat jelas bahwa mereka tidak pernah memberikan fotokopi KTP kepada bakal calon anggota DPD RI yang telah mengklaim mereka sebagai pendukung. Tetapi mereka semuanya menyatakan bahwasanya mereka hanya memberikan fotokopi KTP kepada pasangan calon peserta pilkada di Kabupaten Tabalong yaitu Norhasani-Eddyan Noor Idur.

Terjadi banyak kebingungan dari masyarakat pada saat berlangsungnya verifikasi faktual oleh KPU Kabupaten Tabalong, dimana mereka bertanya kepada petugas, darimana sumber fotokopi mereka tersebut didapatkan oleh calon anggota DPD RI tersebut. Pihak KPU sendiri menurut masyarakat tidak bisa menjawab pertanyaan tersebut.

Pengadu menyimpulkan bahwa benar adanya duplikat fotokopi KTP pasangan calon dalam pilkada kabupaten Tabalong melalui jalur perseorangan telah dipergunakan oleh sejumlah bakal calon anggota DPD RI yang mendaftarkan diri di KPU.

Bahwa berdasarkan uraian tersebut, teradu selaku anggota Bawaslu Kalsel diduga kuat melakukan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu. sikap Teradu dalam menangani laporan pengadu terindikasi. Perkara itu pun bergulir ke DKPP.(jejakrekam)

 

Penulis Arpawi
Editor Didi GS

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.