Sesar Palu Koro yang Memicu Gempa Donggala

0

BELUM sepenuhnya pulih kondisi Lombok akibat gempa yang mengguncang sejak 29 Juli lalu. Magnitudo hingga 7,0 SR juga mengguncang Lombok pada 5 Agustus, tepat satu pekan setelah gempa pertama. Kini, masa pemulihan tengah berlaku di Lombok, tapi kabar duka kembali terdengar dari wilayah tengah Indonesia.

TEPATNYA di Sigi, Donggala, Palu, Sulawesi Tengah dan sekitarnya. Menurut data yang dirilis Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) di situs resminya hingga pukul 21.30 WIB telah terjadi 14 kali gempa dengan magnitudo di atas 5. Guncangan pertama gempa magnitudo 5,9 pada pukul 14.00, Jumat (28/9). Pusat gempa berada di kedalaman 10 kilometer. Selanjutnya kembali diguncang susulan gempa 28 menit berselang dengan kekuatan 5 skala richter.

Tak lama berselang, gempa lagi-lagi mengguncang. Getaran semakin besar, membuat masyarakat panik dan berhamburan menyelamatkan diri ke tempat yang lebih aman. Tepat pukul 17.02 WIB atau 18.02 WITA gempa dengan magnitudo terbesar terjadi di angka 7,7. Beriring dengan itu peringatan dini tsunami dikeluarkan BMKG bagi masyarakat yang berada di sekitar Palu dan Donggala. Parameter gempa yang tercatat oleh seismograf BMKG kemudian dimutakhirkan di angka 7,4 dan dinyatakan benar telah terjadi tsunami di pantai Pesisir Teluk Palu dan Pesisir Kabupaten Donggala dan sekitarnya.

Sesar Palu Koro, Bergeliat di Bawah Kota Palu

ANALISIS Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) memperkirakan, guncangan gempa di pulau serupa huruf ‘K’ ini akibat bergeraknya Sesar Palu Koro. Patahan ini tertanam dan memanjang dari Utara ke Selatan, membelah wilayah Palu. Sesar Palu Koro awalnya dimulai dari laut, akan tetapi lebih banyak yang membentang melewati daratan, benar-benar seperti membelah Kota Palu menjadi dua bagian. Ada juga sesar lain di bawah Tanah Celebes ini, sebut saja Sesar Matano yang menurut para ahli juga menyimpan potensi bencana gempa besar layaknya Palu Koro.

Dalam peta kegempaan, Sulawesi terbagi dalam beberapa sesar aktif. Bentuknya membentang dari utara ke selatan layaknya membelah pulau yang punya bentuk topografi unik ini. Selain Palu Koro, juga ada Sesar Makasar, Tolo, Batui dan Lawanopo di antara beberapa patahan yang menyimpan kekuatan gempa besar.

Mengulang lagi catatan ACTNews setahun silam, Mei 2017 lalu, Aksi Cepat Tanggap (ACT) bekerja sama dengan berbagai pihak melakukan pemetaan terkait aktivitas Sesar Palu Koro. Dalam rekam jejak kegempaan Palu, tahun 1828 terjadi gempa magnitudo 7,9 yang menelan ribuan orang meninggal dunia. Kemudian terjadi gempa-gempa selanjutnya beberapa tahun kemudian yang juga merenggut nyawa masyarakat.

Bahkan ada semacam dongeng turun-temurun yang diceritakan lintas generasi, tentang kejadian puluhan hingga ratusan tahun silam. Dongeng itu mengisahkan Palu, Donggala dan sekitarnya pernah mengalami kejadian “Air Laut Berdiri”. Cerita dongeng yang ditemukan Tim ACT dan Ekspedisi Palu Koro itu pun menjadi dasar bahwa, beberapa waktu silam pernah terjadi bencana tsunami serupa di Kota Palu, Donggala dan sekitarnya.

Jumat (28/9) kemarin gempa kembali mengguncang dengan magnitudo 7,4 setelah dimutakhirkan dari data sebelumnya 7,7. Gelombang tsunami atau masyarakat lokal menyebut dengan istilah Air Laut Berdiri menerjang bibir pantai Donggala, Palu dan Mamuju sekitarnya setinggi 1,5 meter bahkan lebih. Masyarakat berhamburan menyelamatkan diri, mencari tempat tinggi.

“Gempa ini akibat bergesernya Sesar Palu Koro,” ungkap Kepala Tim Ekspedisi Sesar Palu Koro ACT Tri Nirmala Ningrum, Jumat (28/9), dihubungi ACTNews.

Mengutip catatan Tim Peneliti Ekspedisi Palu Koro, gempa akibat patahan Palu Koro ini pernah terjadi pada 1907. Kemudian kembali berguncang pada 1927 dan 1968 hingga mengakibatkan tsunami besar menyapu wilayah tepi pantai. “Tapi Gempa akibat Sesar Palu Koro, juga gempa di manapun di dunia tidak bisa diramal kapan datangnya,” jelas Rini.

Rini juga menjelaskan, gempa di Sulawesi Tengah pada Jumat di pekan akhir bulan September ini berbeda sumber dengan gempa yang terjadi di Lombok beberapa bulan belakangan. Guncangan gempa di Lombok akibat patahan yang dikenal dengan Bali-Lombok, Flores back arc thrust yang terdorong lempengan Australia. Patahan yang melepaskan kekuatan gempa di Lombok tidak memiliki pengaruh pada Sesar Palu Koro.

“Setiap patahan memiliki sejarahnya masing-masing,” kata Pakar Kegempaan Institut Teknologi Bandung Irawan Meilano, Jumat (10/8) silam ketika dimintai analisisnya tentang gempa Lombok.

Hal ini pun diamini Rini. Ia mengatakan jika sumber gempa yang terjadi di Sulteng berbeda dengan gempa Lombok pada Agustus silam. Patahan yang menggeliat di dalam Tanah Celebes akan saling berkaitan dengan sesamanya di wilayah sekitar Pulau Sulawesi, seperti Sesar Matano.

XIAOYI

Namun, Rini juga menyampaikan kabar kurang baiknya dari aktivitas gempa Jumat (28/9) kemarin. Menurut Rini ada kemungkinan untuk bergeraknya sesar lain di sekitar Palu Koro. Pergerakan ini akibat pengaruh yang ditimbulkan dari satu sesar yang aktif. Selain itu, memang ada siklus atau ‘ulang tahun’ dari aktifnya Sesar Palu Koro, juga sesar lainnya di Indonesia.

“Ini memang waktu ulang tahunnya sesar, termasuk Palu Koro. Setelah lama tidak bergerak, ada siklus di mana Sesar Palu Koro akan melepas energinya yang tertanam besar selama sekian waktu,” tambah Rini.

Melihat catatan sejarah, Rini dan tim-nya dalam Ekspedisi Palu Koro telah sepakat jika tahun-tahun ini merupakan waktu bergeraknya sesar. Ada siklus 130-an tahun yang dijadwalkan dapat menimbulkan gempa besar. Walau begitu, besar harapan Rini bahwa pelepasan energi gempa tidak besar akan tetapi sering. Karena sesar yang sering melepas energinya dalam magnitudo kecil lebih baik dibandingkan dengan sesar yang sekian lama tidak melepas energi. Ada efek seperti ketapel yang ditarik panjang kemudian dilepaskan secara tiba-tiba.

“Tahun 1907 itu juga besar skalanya, dan tahun 2018 ini gempa besar terulang lagi. Kami semua mengucapkan duka dan belasungkawa untuk semua korban gempa di Palu, Donggala dan wilayah di sekitarnya,” tutup Rini.(jejakrekam)

Penulis Eko Ramdani
Editor Fahriza

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.