Melawan dalam Kata atas Kebijakan Pemerintah yang Tak Bijak

0

ISU penyelamatan hutan hujan tropis di Kalimantan jadi topik yang dipiih puluhan penulis baik dalam maupun luar Kalimantan Selatan untuk melakukan perlawanan terhadap ekspansi kapital yang ingin mengeksploitasi hutan demi kepentingan semu.

BUKU berjudul Hutan Hujan Tropis Antalogi Puisi Bersama ini pun merangkum syair-syair perlawanan dan telah melalui seleksi ketat, terutama diksi atau pesan yang disampikan dalam karya sastra itu. Buku ini pun diterbitkan LPM Sukma UIN Antasari dengan Kinday Sastra agar menjadi pelecut semangat untuk mempertahankan hutan hujan tropis Kalimantan.

“Sebenarnya naskah itu sudah lama terkumpulkan kurang lebih setahun lalu. Namun tidak tercetak karena kekurangan biaya. Nah, ketika isu tambang di Pegunungan Meratus diHST  mencuat, buku ini merupakan suara dari keresahan masyarakat sastra dan bentuk perlawanan melalui kata,” kata Pimpinan Umum LP Sukma UIN Antasari Banjarmasin, Muhammad Rahim kepada jejakrekam.com, Jumat (18/5/2018).

Sementara itu, dalam prolog buku Hujan Tropis Kalimantan, jurnalis yang juga aktivis lingkungan, Budi ‘Dayak’ Kurniawan menuliskan otokritik ketika membicarakan persoalan lingkungan beserta berbagai aspeknya yang seringkali tertinggal.

“Bahkan, sejak ditinggal adalah aspek tentang kemanusiaan ketika membicarakan hujan. Sebab, orang lebih sering menghitung jumlah tutupan pok hutan, terekam pohon luas pandangan sabana flora dan fauna di dalamnya. Kemudian, satuan hitungan oksigen kontra karbon yang dihasilkan hutan manusia yang sifatnya tidak bisa dipisahkan dengan lingkungan sekitarnya, justru tak masuk hitungan,” tulis Budi Kurniawan.

Bagi dia, alam sangat berjasa bagi kehidupan manusia yang kemudian membentuk kebiasaan. “Kebiasaan itu merupakan gambaran adaptasi terhadap lingkungan yang melingkupinya. Lalu, lahir kebudayaan yang sepenuhnya merupakan cermin bening di mana manusia hidup dan bagaimana manusia memerlukan lingkungan sekitarnya,” kata Budi.

Penulis buku ini menilai hal yang berulang kali terjadi adalah ketika pemerintah menunjukkan kedigjayaannya melalui kewenangan yang dimiliki dengan mengeluarkan kebijakan yang faktanya tak bijak.

“Kebijakan yang tak memperhatikan aspek manusia, izin perkebunan sawit dan pertambangan batubara dan mineral lainnya dikeluarkan secara membabi buta sebagai kajian yang wajib dilakukan. Ya, sebelum perizinan itu dikeluarkan atau lebih sering jadi sekadar aksesoris dan pelengkap,” pungkas Budi.(jejakrekam)

Penulis Ahmad Husaini
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.