Nakhoda Bank Kalsel Bukan Orang Titipan Pemilik Saham

0

INILAH para pemegang saham Bank Kalsel. Berdasar posisi setoran modal dalam akte rapat umum pemegang saham (RUPS) Bank Kalsel Nomor 9/2017, tertanggal 7 April 2017, posisi teratas penyetor modal bank yang dulu bernama Bank Pembangunan Daerah (BPD) Kalsel itu adalah Pemprov Kalsel.

SEBAGAI pemilik saham mayoritas atau pengendali, total modal yang ditanamkan Pemprov Kalsel di Bank Kalsel mencapai Rp 330.078.000.000 (28 persen). Kemudian disusul Pemkab Balangan Rp 108 miliar lebih (9,2 persen) sebagai penyetor terbesar kedua. Lalu, di rangking ketiga adalah Pemkab Kotabaru dengan modal Rp 88.187.000.000 (7,48 persen), Pemkot Banjarmasin Rp 85.800.000.000 (7,28 persen), Pemkab Tala Rp 85.374.000.000 (7,24 persen), disusul Pemkab HSU Rp 82.764.000.000 (7,02 persen), Pemkab Tabalong Rp 81.815.000.000 (6,94 persen) dan Pemkab Batola Rp 60 miliar (5,09 persen).

Di posisi berikutnya adalah Pemkab HST Rp 55,5 miliar (4,71 persen), Pemkot Banjarbaru setor Rp 55.383.000.000 (4,70 persen), Pemkab HSS Rp 55 miliar (4,67 persen), Pemkab Tapin Rp 41.942.000.000 (3,56 persen), Pemkab Banjar Rp 24.570.000.000 (2,08 persen) dan terakhir Pemkab Tanah Bumbu Rp 24 miliar atau 2,04 persen.

Mantan Direktur Utama BPD Kalsel, Hermani Abdurrahman mengatakan dari gambaran pemegang saham sangat tergambar bahwa Bank Kalsel adalah milik publik, bukan berbentuk perusahaan pribadi.

“Patut dicatat, lembaga perbankan itu adalah lembaga kepercayaan. Sebab, amanah masyarakat yang menyetorkan uangnya dalam berbagai bentuk baik tabungan atau deposito dan lainnya harus dijaga,” ucap Hermani Abdurrahman kepada jejakrekam.com, belum lama tadi.

Dia menganalogikan Bank Kalsel itu seperti kapal yang tentu memerlukan nakhoda dan awak kapal yang andal dan dapat dipercaya, baik di dewan pengawas (komisaris) maupun dewan direksi. “Dalam arti, mereka adalah orang-orang pilihan yang lulus tes uji kepatutan dan kelayakan. Nah, jika nakhoda itu benar-benar orang yang tepat dan dapat menjaga kepercayaan masyarakat, tentu bank akan bisa berkembang sesuai maksud dan tujuan berdirinya bank. Yakni, sebagai lembaga penghimpun dan penyalur dana masyarakat,” tutur Hermani.

Tak hanya itu, menurut dia, para nakhoda bank juga seperti konsultan yang memberikan sebuah dedikasi dan mendapat kepercayaan publik. Untuk itu, Hermani berharap  Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai lembaga independen dan berkompeten tentu harus profesional dalam menjaring para calon nakhoda, khususnya di Bank Kalsel.

“Mengapa saya katakan harus sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP), karena lembaga perbankan itu harus diisi oleh orang-orang profesional. Makanya, publik saat ini juga belum tahu apakah dewan pengawas Bank Kalsel sekarang sudah memenuhi syarat atau tidak dari kriteria yang ditentukan OJK,” kata Hermani.

Pria yang kini aktif dalam Masyarakat Ekonomi Syariah Kalsel ini berharap para calon direksi nantinya juga adalah orang yang cakap dan punya integritas dan kompetensi yang tinggi, bukan figur titipan dari para pemegang saham. “Makanya, mereka itu harus berkompetensi, apakah pernah belajar atau paham dengan aplikasi dengan asset and liability management (ALMA). Mengapa ini sangat berkait? Ya, kalau masalah ALMA sudah diketahui dengan baik, maka ketidaklulusan seseorang calon itu erat kaitannya dengan integritas yang bersangkutan,” imbuh Hermani.(jejakrekam)

Penulis  : Asyikin

Editor    : Didi G Sanusi

Foto      : Youtube

 

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.