DPRD Kalsel Janji Sampaikan Penolakan FDS ke Pusat

0

GANTI menteri, ganti pula kebijakan. Tak hanya kurikulum, kini penerapan kebijakan full day school (FDS) atau sekolah sehari penuh yang berdasar Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) RI Nomor 23 Tahun 2017 tentang Hari Sekolah itu, terus ditentang publik.

KEBIJAKAN Mendikbud RI Muhadjir Effendi yang diakuri pemerintah pusat itu dianggap keliru. Hal ini dikarenakan anak-anak tak bisa lagi mempelajari baca tulis Quran di tempat pendidikan Alqur’an (TPA) dan madrasah diniyah, karena pendidikan berlangsung selama 8 jam dari pukul 07.00 pagi hingga 16.00 sore. Bukan itu saja, kesempatan bermain anak-anak pun hilang. Sebab, lima  hari dalam seminggu, mereka terpaksa selalu pulang sore.

Atas dasar itu, para tokoh agama, pendidik, aktivis, mahasiswa dan pelajar yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Peduli Pendidikan (AMPP) langsung menggelar aksi unjuk rasa ke DPRD Kalimantan Selatan. Mereka  menyuarakan penolakan terhadap kebijakan yang kontroversial tersebut.

Sebelumnya, massa mengikuti shalat Jumat di Masjid Raya Sabilal Mukhtadin. Usai berkumpul dan konsolidasi di masjid terbesar di Kota Banjarmasin, massa bergerak menuju gedung parlemen Kalsel di Jalan Lambung Mangkurat, Jumat (21/7/2017). Sebelumnya, massa juga berorasi berisi penolakan di depan gedung DPRD Kalsel, hingga ditemui para wakil rakyat tersebut. Dalam aspirasinya, AMPP melihat jika pola pendidikan ini terus dilanjutkan, maka anak-anak tak akan bisa bersosialisasi dengan masyarakat. Bahkan, mereka bisa cenderung bersikap radikal. AMPP mengganggap FDS tak bisa diterapkan di negeri ini.

Ketua PWNU Kalsel, HM Syarbani Haira bersama tokoh-tokoh pemuda dari Gerakan Pemuda Ansor Kalsel hadir dalam dialog dengan Ketua DPRD Kalsel Burhanuddin, anggota Fraksi Demokrat yang baru dilantik, Yadi Ilhami dan lainnya. “Permendikbud Nomor 23 Tahun 2017 tentang Hari Sekolah itu kelahirannya jelas tak memperhatikan aspek sosial budaya dan ekonomi masyarakat. Selain menghilangkan pendidikan agama, kalau sekolah terus kapan anak bisa membantu orangtua,” kata HM Syarbani Haira.

Menurutnya, anak-anak khususnya di Kalimantan Selatan dan umumnya di Indonesia biasa membantu orangtuanya bekerja. Jadi, kata dia, penerapan FDS dinilai banyak merugikan anak-anak. Atas dasar itu, AMPP ingin meminta DPRD Kalsel mendukung pembatalan FDS di Kalsel.

Ketua DPRD Kalsel Burhanuddin memastikan akan segera mengagendakan membicarakan hal ini dengan Komisi IVyang membidangi pendidikan. Bahkan, politisi Partai Golkar ini mengaku siap ikut menyampaikan aspirasi ini ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di Jakarta. “Kalau bisa, dalam kunjungan ke Kemendibud RI, ada perwakilan dari AMPP. Tujuannya agar bisa langsung mendengarkan jawaban pihak Kemendikbud,” ujarnya. Berdasarkan informasi yang dihimpun, hanya beberapa sekolah di Banjarmasin yang menerapkan FDS, di antaranya SMPN 6 Banjarmasin dan SMAN 1 Banjarmasin.(jejakrekam)

Penulis : Syarif

Editor   : Didi G Sanusi

Foto     : Iman Satria

 

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.