Negara dan Pemuda Islam yang Berlabel Agen of Change

Oleh : Moh Mahfud

0

GENERASI Islam (sebut saja pemuda) adalah generator dalam mendongkrak kejumudan  tentang tatanan nilai-nilai masyarakat yang cukup tabu seperti sekarang. Generasi pemuda juga menjadi ispirator utama dalam gagasan perubahan suatu bangsa kemasa selanjutnya.

JIKA kita kembali kesejarah, maka di tangan generasi pemudalah perubahan terjadi sangat segnifikan. Ambil contoh misal, rezim diktator ditumbangkan oleh kaum pemuda, revolusi Indonesia dari Orde Lama ke Orde Baru juga ditunggangi kaum pemuda, pun Orde Baru yang roboh ke Era Reformasi juga digagas kaum pemuda – terlepas dari ideologi kaum pemuda – kita tentu mengakui bahwa sesungguhnya di tangan pemudalah  agent of change itu terlaksana.

Sejarah pergolakan dakwah Islam di dunia juga mencatat bahwa pemuda memegang peranan penting. Dalam Al-Quran sangat banyak histori heroik tentang pemuda. Pada masa Nabi Muhammad SAW misalnya, terdapat sahabat Ali Bin Abi Thalib yang umurnya masih 8 tahun waktu itu, beliau mempunyai kecerdasan dan kepiawaian dalam menyusun strategi perang serta menjadi khilafah pada usia muda, Saad Bin Abi Waqqash menjadi panglima perang menundukan Persia saat berusia 17 tahun, Abu Ubaidah Ibnul Jarah (27 tahun), Mush’ab bin Umair (24 tahun), Zaid bin Haritsah (20 tahun), Ustman bin Affan (20 tahun), Umar bin Khattab (26 tahun) dan Muhammad Al-Fatih (24 tahun) adalah sosok masa setelah sahabat yang mampu menaklukkan Konstantinopel.

Mereka semua adalah pemuda masa lalu yang belum kita dapati saat ini. Sekarang, pemuda idealis dirongrong sistem kapital. Pemuda –mahasiswa – sekarang sudah sejak lama pada kenyataannya ditidurlelapkan oleh sistem. Sampai sekarang, pemuda yang dihadapkan dengan tantangan globalisasi melahirkan generasi pemuda yang apatis, pragmatis dan alergis. Apatis pada permasalahan masyarakat yang merupakan akibat dari sistem sekuler yang menawarkan semangat nasionalisme, Pragmatis adalah lamban dalam mengambil keputusan hingga melahirkan penerus-penerus labil, dan alergi adalah kekurangperhatian pemuda terhadap aturan-aturan syariat hingga menghasilkan pemuda yang pikiran dan etikanya rusak. Dewasa ini, pemuda Islam Indonesia telah mengalami problematika struktural, sehingga berdampak kepada regenerasi berikutnya.

Fun, Food, Film and Fashion

Fun, food, film dan fashion telah menggerogoti otak generasi muslim saat sekarang hingga kaum muslim kehilangan identitas ‘khairul ummah’.Fun adalah pola berpikir yang selalu mengedepankan rasa bahagia tanpa kritis, akibatnya kaum muslim berpikir pragmatis, berpikir tidak visioner dan bersikap individualis. Food adalah menjamurnya kaum caffe ditengah-tengah kota, mereka sibuk menyusun agenda tempat tongkrongan paling terupdate sehingga lupa menyukuri nikmat Allah. Film adalah pembiusan pikiran dan perasaan  kaum muslim sekarang, leberalisasi film di Indonesia telah memuat candu bagi sex bebas dan pergaulan yang ikhtilat. Dan yang terakhir Fashion adalah mode yang terus menurus diperbaharui oleh tantangan pasar, berkiblat kebarat, celana ketat, rok mini adalah anggapan bahwa itu stylist, akibatnya,  wanita sekarang menjadi sasaran empuk dalam melakukan kejahatan seksual. Disamping itu, kemolekan tubuh wanita seringkali dijadikan perusahaan sebagai mesin pencetak rupiah.

Pendidikan

Pendidikan yang semestinya menjadi jalan dalam merubah bangsa, kini menjadi arena tarung kaum intelektual untuk dijadikan komoditas birokrasi kapital. Kurikulum yang ditenggarai menjadi alat pokok dalam sistem pendidikan kita justeru menjadikan kaum generasi individu sekuler, apatis terhadap agama dan politik.

Adanya sektoral antara tsaqafah dengan ilmu pengetahuan menjadikan dinding pemisah respon intelektual terhadap kebutuhan rakyat dengan pembiaran terhadap persoalan-persoalan negara, agama dan budaya. Akibat dari sistem pendidikan yang kapitalis ini juga terasa pada generasi hamiluddakwah. Para hamiluddakwah  yang sudah tahu terhadap islam aulawiyat ternyata ketika dihadapkan pada pilihan-pilihan pun, seringkali membuat prioritas pribadi yang hanya bertolak ukur pada “manfaat” dan “kepentingan” semata.

Seiring perjalanan waktu, meski banyak pemuda tereduksi sistem kapitalis, kita tentu masih percaya bahwa generasi kaum muda masih ada yang idealis, berada dibaris terdepan untuk persoalan agama dan mendedikasikan hidupnya untuk kejayaan Islam semata. Pemuda secama inilah yang siap menaklukan kesengitan global, sanggup menjalankan dakwah ditengah-tengah himpitan moral anak-anak bangsa.

Pemuda Islam

Semestinya pemuda Islam menjadikan Islam sebagai satu-satunya ideologi, aqidah yang mantap dan problem solving masyarakat secara universal. Maka, kaum pemuda Islam dapat menyandang gelar terbaiknya yaitu khairul ummah. Tentunya hal ini sangat mungkin terjadi manakala syariat Islam diterapkan secara kaffah dalam bingkai Pancasila.

Masa kegemilangan Islam terdahulu melahirkan para cendikiawan muslim maupun non-muslim dengan frase “kaum intelektual muda”. Frase yang demikian bukanlah bahasa semu yang harus dicarikan pengertian yang sebenarnya.

Para pemuda Islam terdahulu unggul karena ia memeluk Islam secara kaffah, aqidah yang lurus dan taat kepada syariat Islam. Dalam upaya membangkitkan kaum Islam, diperlukan pemuda-pemuda yang mau bergerak secara ikhlas dengan mengenali diri kembali kepada fitrahnya. Yakinkan pada diri kita bahwa kita mampu menjadi pribadi muslim yang siap dilapangan dan berpengaruh seperti Ali bin Abi Thalib, Imam Syafii dan lain-lain. Allah tidak akan mengecewakan kaumnya juga kita berusaha dengan sungguh-sungguh dengan niat semata-mata karena mengharap ridha-Nya. Amin.(jejakrekam)

Penulis adalah  Mahasiswa Jurusan Perbandingan Mazhab, UIN Antasari Banjarmasin

 

 

 

 

 

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.