Takut Dicap Pungli, Kehilangan Retribusi di Terminal Km 6 Sudah Capai Rp 90 Juta

0

BANGUNAN megah di atas lahan seluas 3 hektare itu baru selesai dibangun per Desember 2015 lalu. Terhitung hanya setahun Pemkot Banjarmasin mengelola Terminal Km 6 yang statusnya bertipe B dengan biaya mencapai Rp 29,5 miliar lebih itu. Nah, begitu terbit aturan pengalihan wewenang pengelolaan terminal tipe B dari Pemkot Banjarmasin ke Pemprov Kalsel, justru seperti tak ‘bertuan’.

MENGAPA? Berdasar amanat UU Pemerintah Daerah (Pemda) Nomor 23 Tahun 2014, segala kewenangan yang bersifat regional dari pemerintah kota dan kabupaten harus diserahkan ke pemerintah provinsi. Terhitung sejak Januari 2017 lalu, Terminal Km 6 itu langsung dikelola Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Provini Kalimantan Selatan, sejak diserahkan Pemkot Banjarmasin.

Sayangnya, kondisi terminal yang terlihat megah dengan bangunan yang masih tampak cat baru, serta barisan toko itu seakan sepi penghuni. Padahal, pembangunan kembali Terminal Km 6 Banjarmasin di era Walikota Muhidin itu untuk menyabet predikat tipe A, menyaingi Terminal Induk Km 17 yang dibangun di masa Bupati Banjar Pangeran Khairul Saleh. Sementara, di tengah makin sepinya penggunaan moda transportasi massal itu karena banyak penumpang atau pengguna yang beralih ke mobil pribadi atau mobil rental yang menjamur di Kota Banjarmasin, justru permasalahan baru muncul lagi.

Ada apa? Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Terminal Km 6 Banjarmasin, Muhammad Yusuf Riduan mengakui usai penyerahan segala yang terkait terminal di Jalan Achmad Yani Km 6 tembus Jalan Pramuka itu dari Pemkot Banjarmasin ke Pemprov Kalsel, baik sarana, prasarana hingga personil menjadi aset provinsi.

“Untuk sementara, kami tak bisa lagi memungut restribusi dari para pengguna Terminal Km 6 Banjarmasin. Ya, karena belum ada payung hukum berupa peraturan daerah soal penetapan tarif bagi taksi mobil colt, bus mini dan bus besar yang menggunakan fasilitas Terminal Km 6,” ujar Yusuf di Banjarmasin, Selasa (7/3/2017).

Ia mengakui tiap bulan total retribusi yang dipungut di Terminal Km 6 Banjarmasin mencapai Rp 30 juta. Berarti, menurut Yusuf, sejak penyerahan pengelolaan dan kewenangan dari Pemkot Banjarmasin ke Pemprov Kalsel terhitung Januari hingga Maret 2017, telah kehilangan potensi retribusi mencapai Rp 90 juta. “Makanya, kami berharap agar payung hukum itu ada, sehingga petugas kami bisa melakukan pungutan retribusi kepada pengguna Terminal Km 6 Banjarmasin. Jika kami nekad tanpa ada payung hukum, nanti akan dikategori pungutan liar (pungli),” ucap Yusuf.

Selama ini dasar pungutan yang dikenakan di Terminal Km 6 Banjarmasin menggunakan Perda Nomor 6 Tahun 2008 tentang Retribusi Terminal, yang berlaku sejak 1 Januari 2009. Tarif untuk taksi colt (Martapura,  jurusan Banua Anam dan Pelaihari) atau angkutan antar kota dalam provinsi sebesar Rp 1.000, kemudian bus mini (penumpang 25 hingga 35 orang) dikenakan retribusi Rp 2.000 hingga Rp 3.000, dan bus besar untuk angkutan antar provinsi (AKAP) dikenakan pungutan legal Rp 4.000. Di tengah masa transisi ini, ternyata 20 petugas yang bergantian di Terminal Km 6 ini hanya berjaga-jaga. Sebab, pos loket yang berada di mulut Terminal Km 6 dibiarkan tak berpenghuni hampir 2 bulan lebih, karena takut jika memungut akan masuk kategori pungli. “Sekarang ini, kami berhati-hati karena kalau memaksa memungut retribusi nanti malah dikatakan pungli. Wah, bisa nanti kami akan ditangkap petugas,” ujar seorang petugas UPTD Terminal Km 6 Banjarmasin.(jejakrekam)

Penulis   : Didi GS

Foto       : Didi GS

 

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.