Masa Berlaku SHP Habis, Tidak Langsung Jadi Milik Pemkot Banjarmasin
PENAFSIRAN berbeda terhadap status atau kedudukan surat tanah seperti Sertifikat Hak Pakai (SHP) pada objek tanah tertentu, kerap menimbulkan masalah hingga merugikan banyak warga masyarakat, bahkan berbuntut keranah hukum.
SALAH satu contoh konkrit yang terjadi berlarut-larut dan tidak terselesaikan hingga kini yaitu status lahan tanah Losmen Sinar Amandit di kawasan Pasar Ujung Murung Banjarmasin, yang diklaim sebagai milik Pemkot Banjarmasin karena masa berlaku SHP telah Habis.
Padahal pada lahan tanah seluas 1.394 meter persegi itu, berdiri bangunan dua lantai yang oleh pemilik ada SHP Nomor 2 terbitan Badan Pertanahan Tahun 1983 dan izinnya berakhir pada 1993.
Kepala Seksi (Kasi) Hak dan Penetapan Hak Badan Pertanahan Nasional Provinsi Kalsel, Isa Widiyatmoko menjelaskan, sesuai aturan pertanahan, baik SHP, HGB, maupun SHM, memiliki kekuatan hukum keperdataan yang sama.
Hanya saja, lanjut dia, yang membedakan SHP dengan SHM, yaitu jika SHM posisi kepemilikan seseorang secara langsung. Sedang SHP, terdapat waktu atau masa yang mengatur penggunaannya secara periode.
“Terkait masa berlaku SHP Losmen Sinar Amandit yang telah habis, tidak serta- merta tanah tersebut menjadi milik pemerintah. Apalagi, lahan itu tidak dalam sengketa di pengadilan, maka status yang diakui adalah si pemegang sertifikat,” tegasnya.
Kemudian, jika si pemegang sertifikat akan memperpanjang hak pakainya, maka pemerintah wajib memberikan prioritas bagi pemegangnya. “Kalau tidak dalam sengketa di pengadilan, pengakuan hukumnya masih pada pemegang sertifikat. Kecuali jika sudah bersengketa dipengadilan, maka pengadilan yang akan memutuskannya,” kata dia.
Dijelaskan Isa, sesuai UU Nomor 5 Tahun 1960, pemerintah di posisi memilik hak penguasaan atas semua tanah negara guna berfungsi untuk mengatur hubungan orang dengan tanah, orang dengan orang atas hak tanah. Sedang hak milik tanah hanya diperuntukkan bagi WNI, baik perorangan, badan hukum seperti bank, dan badan hukum keagamaan dan sosial.
Sedang posisi pemerintah terhadap lahan tanah hanya diberikan berupa hak pakai instansi. Sebelumnya, pemilik yang memegang SHP Nomor 2 atas lahan tanah Losmen Sinar Amandit, Syaipul Anwar, merasa gerah dengan adanya pernyataan pemerintah kota, yang menyatakan bahwa karena habis masa berlaku SHP itu, maka tanah menjadi milik pemerintah kota.
Dampak pernyataan tersebut, kata Syaiful, pihaknya justru sangat dirugikan. Karena beberapa orang penyewa toko yang berada dibawah losmen itu tak lagi mau membayar sewa kepadanya. “Bahkan terdapat beberapa orang penyewa yang memperjual-belikan bangunan toko tanpa pengetahuan dirinya selaku pemegang hak,” pungkasnya.(jejakrekam)