Kondisi Tenaga Kerja Migran Harus Diperbaiki

0

DIBERLAKUKANNYA Masyarakat Ekonomi Asia (MEA), yang memperbolehkan masuknya tenaga kerja asing ke suatu negara di Asia, menjadi tantangan berat bagi tenaga kerja Indonesia.

DATA BPS Kalsel, pada 2016 lalu, tercatat jumlah angkatan kerja di Kalsel mencapai 2.520.231 orang. Jumlah tersebut seperdua dari jumlah penduduk Kalsel yang mencapai 4 juta jiwa. Untuk itu, harus diimbangi dengan lapangan kerja yang memadai.

Dalam indek pembangunan tenagakerjaan tahun 2016, yang dirilis Kementerian Tenaga Kerja, Kalsel berada di peringkat 11 dari 34 provinsi dengan indeks pembangunan sebesar 59,56 persen berstatus menengah ke bawah.

“Artinya, hal ini menjadi tantangan bagi kita agar terus meningkatkan indek pembangunan ketenagakerjaan di Kalsel,” kata Asisten Bidang Pemerintahan Setdaprov Kalsel Siswansyah pada Rapat Koordinasi Penguatan Sinergitas Pemerintah Pusat dan Daerah dalam Pelaksanaan UU Nomor 18 tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia di Hotel Mercure, Senin (26/02/2018) malam.

Dalam perlindungan tenaga kerja, bebernya, Pemprov Kalsel sudah membentuk Satgas Pencegahan Penempatan TKI secara prosedural guna mencegah masukan tenaga kerja ilegal.

Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia ( BNP2TKI) Yusron Wahid mempertanyakan kayanya Indonesia dengan sumber daya alamnya, tapi masih banyak WNI yang mencari pekerjaan ke negara lain. “Itu faktanya. Hal ini disebabkan pertumbuhan ekonomi di suatu negara tidak seimbang dengan angkatan kerjanya,” katanya.

Indonesia, bebernya, pertumbuhan angkatan kerja setiap tahunnya mencapai 2,8 hingga 3 juta orang. Dari jumlah itu, sebagian sudh bekerja dan yang sebagian lainnya masih mengganggur.

Ia mengungkapkan, Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2017 sebesar 5,1 persen secara nasional. Sementara, data BPS menyatakan bahwa setiap 1 persen pertumbuhan ekonomi, maksimal hanya mampu menyerap tenaga kerja baru 250.000 orang. “Artinya pertumbuhan ekonomi yang hanya 5,1 persen itu, hanya mampu menyerap tenaga kerja 1,3 juta orang. Sementara angkatan kerja di Indonesia tumbuh 2,8 juta jiwa, berarti ada selisih sekitar 1,5 juta jiwa,” katanya.

Tingginya selisih itu, tegas Yusron, memunculkan berbagai permasalahan selain tingginya angka pengangguran, misalnya tenaga kerja ilegal asal Indonesia di negara lainnya.

Namun, ia juga menyadari, TKI yang jumlahnya sekitar 6,2 juta jiwa, menyumbang devisa bagi negara sekitar 10,8 miliar dolar AS atau sekitar Rp 148 triliun per tahun.

“TKI jangan hanya gandrung pada menjadi pembantu rumah tangga saja, tapi hendaknya sektor lainnya, misalnya perawat, pelayan restoran, pekerja manufaktur, atau pekerja di kapal pesiar. Tapi, masih banyak TKI kita yang terkendala bahasa. Nantinya, negara akan membiayai pelatihan bahasa asing bagi TKI,” pungkasnya.(jejakrekam)

Penulis : Asyikin

Editor : Andi Oktaviani

Foto : Asyikin

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.