Kawal Perda Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

0

BUKAN hanya di darat, konflik sosial antara rakyat dengan pemerintah dan pengusaha, juga terjadi di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil.

KEMENTERIAN Koordinator Maritim mencatat konflik kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil, terjadi di seluruh provinsi yang ada di Indonesia. Saat ini, ada beberapa provinsi di Indonesia, seperti Kalsel, Bangka Belitung, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Utara, dan empat provinsi lainnya, yang dikawal dalam penyusunan Perda Rencana Zonasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) agar segera ditetapkan.

Pemerintah pusat menginginkan agar Perda RZWP3K diprioritaskan bagi masyarakat, kemudian habitat dan ekosistem, setelah itu baru untuk ekonomi. Perda RZWP3K ditujukan untuk bisa menetapkan pengembangan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, misalnya untuk koservasi, industri terpadu, pariwisata bahari, transportasi laut, atau untuk keamanan dan pertahanan.

Dalam UU Nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, dinyatakan bahwa pemanfaatan umum kawasan pesisir adalah untuk zona pariwisata, infrastruktur umum, industri, perikanan budidaya, pemanfaatan terbatas.

Untuk kawasan konservasi, zonanya adalah untuk konservasi perairan, konservasi pesisir dan pulau-pulau kecil, konservasi maritim dan atau sempadan pesisir, dan zona pemanfaatan terbatas. Untuk kawasan Strategis Nasional Tertentu, zonanya diperuntukkan bagi keamanan, situs warisan dunia, dan perbatasan.

Dan, untuk kawasan alur laut, zonanya diperuntukkan bagi pelayaran, alur sarana umum, alur migrasi ikan, dan pipa telekomunikasi bawah laut. Direktur Walhi Kalsel Kisworo Dwi Cahyono menyatakan, RZWP3K harus dikawal dalam penyusunannya. Sebab, bebernya, bukan hanya ruang darat, ruang pesisir dan laut juga rawan memicu konflik, khususnya di sektor keamanan dan lingkungan.

Ia mengatakan, kawasan Pulau Laut (Kotabaru), kawasan pesisir, dan pulau-pulau kecil di Kalsel harus dilindungi dari industri-industri ekstraktif, khususnya perusahaan tambang yang menjadikan kawasan pesisir sebagai pelabuhan khusus (pelsus) hasil tambang, misalnya batubara.

Kisworo mencontohkan, ada dua perusahaan yang mengeksploitasi Pulau Sebuku, yang telah sering memicu konflik sosial antara pemerintah dengan masyarakat dan perusahaan, serta konflik antara masyarakat dengan perusahaan. “Ada idiom di masyarakat Pulau Laut: Pulau Sebuku sudah hilang, masa Pulau Laut mau dihilangkan lagi,” katanya.

Untuk itu ia meminta agar Perda RZWP3K agar berpihak kepada masyarakat, bukan kepada kepentingan korporasi besar, yang hanya mencari keuntungan saja, tanpa memperdulikan dampaknya bagi masyarakat dan lingkungan.

Untuk darat, beber Kisworo, berdasarkan peta kawasan hutan dan konsesi sumber daya alam, maka sebagian wilayah Kalsel sudah dikuasai tambang mineral dan batubara, serta perkebunan kelapa sawit, khususnya kawasan yang dilintasi oleh Pegunungan Meratus, misalnya di daerah hulu sungai. “Ini menunjukan Kalsel sudah darurat ruang dan darurat bencana ekologis. Rakyat selalu menjadi korban konflik sosial dan agraria,” katanya.(jejakrekam)

Penulis : Andi Oktaviani

Editor   : Andi Oktaviani

Foto     : tambang.co.id

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.