Terabas Hutan Lindung, Walhi Kalsel Pertanyakan Proyek Jalan Tol

0

PROYEK pembangunan jalan tol sepanjang 164,5 kilometer yang menghubungkan Batulicin (Kabupaten Tanah Bumbu) dengan Banjarbaru, ditengarai Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalsel telah menerabas kawasan hutan lindung.

DIREKTUR Eksekutif Walhi Kalsel, Kisworo Dwi Cahyono mengungkapkan berdasar analisis peta hasil studi kelayakan (feasibility study) atau FS, dari total panjang 164,5 kilometer, ternyata di 25 kilometer termasuk kawasan hutan hidung, kemudian 47 kilometer kategori kawasan hutan produksi, 20 kilometer berada di hutan produksi yang dapat dikoversi, dan sisanya 5 kilometer berstatus hutan produksi terbatas.

“Atas FS ini, kami menolak rencana pembangunan jalan tol itu. Apalagi, rencananya pada 2017 ini, berlanjut dengan penyusunan detail engineering design (DED). Ini berarti, sepanjang 25 kilometer dikali lebar jalan, berapa puluh hektare kawasan hutan lindung akan dibuka sebagai dampak pembangunan jalan tol,” ucap Kisworo Dwi Cahyono di Banjarbaru, Selasa (28/2/2017).

Ia mendesak agar Pemprov Kalsel segera mengkaji ulang pembangunan jalan tol, karena dampak yang ditimbulkan terutama potensi kerusakan yang terjadi di kawasan hutan lindung. “Bukan hanya berdampak pada lingkungan hidup, tapi juga sosial budaya masyarakat yang ada,” ujar Kisworo.

Jebolan Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat (ULM) ini mengatakan keberadaan jalan bebas hambatan yang memangkas jarak tempuh lebih pendek dari Banjarbaru ke Batulicin itu, juga berdampak dengan beralihnya pengguna jalan dari jalur lama ke jalan tol. “Akhirnya, jalur lama menuju Batulicin akan ditinggalkan. Ya, akan selalu seperti itu. Padahal, dampaknya jelas bagi perekonomian warga sepanjang akses jalan lama Banjarbaru-Batulicin yang kehiangan mata pencaharian, seperti warung, bengkel dan lainnya,” ujar Cak Kis-sapaan akrab aktivis lingkungan ini.

Dampak lainnya yang diestimasi Walhi Kalsel adalah potensi illegal logging (pembalakan liar) di kawasan hutan lindung, hingga akhirnya membuat hutan yang menjadi penyangga udara dan alam akan makin memprihatinkan. “Apalagi, nantinya jalan tol itu akan menjadi ruas angkutan pengangkut batubara. Jelas, sangat tampak ada unsur kepentingan segelintir orang di balik rencana pembangunan jalan tol itu. Sebab, akses jalan itu justru lebih banyak digunakan angkutan tambang,” kata Kisworo.

Ia menyarankan agar rencana pembangunan jalan tol yang membutuhkan dana sangat besar itu, sehingga alokasi dana yang ada lebih baik dialihkan ke pos yang lebih diperlukan publik seperti peningkatan fasilitas pendidikan dan kesehatan.

Masih menurut dia, rencana pembangunan jalan tol dengan cara membabat hutan lindung akan memperparah kondisi darurat ruang dan ekologis Kalsel, yang selama ini terdampak dari aktivitas pertambangan dan perkebunan sawit. “Bayangkan saja, saat ini dengan total wilayah Kalsel yang ada seluas 3,75 juta hektare, 33 persen sudah dikuasai izin pertambangan dan 17 persen digunakan perkebunan sawit,” ungkapnya.

Hal ini artinya, beber Kisworo, dari total wilayah Kalimantan Selatan sudah 50 persen dibebani perizinan tambang dan perkebunan. “Ibarat rumah, Kalsel ini sudah tersisa atapnya. Ini ditambah lagi dengan rencana pembabatan hutan untuk jalan total, jelas menambah beban ruang Kalsel yang sudah masuk kategori darurat,” imbuhnya.(jejakrekam)

Laporan Tim Jejakrekam.com

 

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.